The Economist : Industri Keuangan akan Menghadapi Banyak Tantangan Tahun Depan
Sebagian besar negara menghadapi suku bunga rendah dalam jangka waktu lama dan meningkatnya tingkat default perusahaan
Sebagian besar negara menghadapi suku bunga rendah dalam jangka waktu lama dan meningkatnya tingkat default perusahaan
Bareksa.com - The Economist melalui riset terbarunya, The Economist Intelligence Unit (EIU) menyatakan, industri keuangan akan menghadapi tahun depan yang berat pada 2021. Pasalnya, pada tahun depan, industri keuangan akan menghadapi banyak tantangan.
Tantangan yang akan dihadapi industri keuangan adalah menurunnya permintaan kredit karena disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi. Kemudian, sebagian besar negara menghadapi suku bunga yang rendah dalam jangka waktu lama dan meningkatnya tingkat default perusahaan.
"Kami melihat pertumbuhan ekonomi di banyak negara akan berada di level sedang pada tahun depan, namun banyak nasabah yang kesulitan membayar kredit sehingga meningkatkan level kredit bermasalah," demikian hasil riset The Economist yang dipublikasi Rabu (21/10).
Promo Terbaru di Bareksa
Dengan meningkatnya kredit bermasalah, pemerintah kemungkinan akan menekan pengeluaran. Namun hal ini tidak mengurangi kebijakan moneter pemerintah yang tetap akan akomodatif.
Principal Analyst for Financial Services The Economist Intelligence Unit, Steven Leslie, mengatakan industri keuangan pada awalnya cukup baik menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintah yang cepat tanggap terbukti mampu menangani gejolak di pasar modal. Industri keuangan juga ternyata memiliki penyangga yang lebih kuat dibandingkan masa lalu.
"Melihat hal ini, industri keuangan sebenarnya bisa pulih pada tahun 2021. Hal ini seiring dengan peluncuran vaksin pada tahun depan. Namun di sisi lain, para peminjam yang sebelumnya banyak dilindungi oleh bantuan negara akan menyerah pada beban utang yang sangat besar," terang dia.
Beberapa sektor industri yang sebelumnya mendapatkan banyak manfaat dari pandemi Covid-19, diperkirakan akan tetap menikmati hal tersebut pada 2021. Keuntungan ini juga akan dinikmati oleh industri pembayaran digital dan pasar modal. Sektor ini akan menikmati meningkatnya permintaan akan obligasi karena banyak perusahaan berusaha memperkuat kas mereka.
Sementara bank akan mendapatkan banyak dana murah berbentuk tabungan atau giro karena masyarakat lebih cenderung untuk meningkatkan simpanannya di tengah ketidakpastian ekonomi.
Kinerja September
Sementara itu, pada September ini, pasar saham dan obligasi Indonesia mengalami pelemahan. Chief Economist and Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengatakan, terdapat beberapa sentimen negatif dari global dan domestik yang membayangi pasar di bulan September.
Dari sisi global, pelaku pasar khawatir karena peningkatan kasus Covid-19 terutama di Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi ini dikhawatirkan memaksa pemerintah untuk kembali menerapkan lockdown yang dapat menghambat proses pemulihan ekonomi. Selain itu, pasar juga dibayangi ketidakpastian pembicaraan stimulus tambahan Amerika Serikat. Fed Chair Jerome Powell beberapa kali menekankan ekonomi Amerika membutuhkan stimulus fiskal tambahan untuk mendukung pemulihan ekonomi.
"Namun hingga saat ini perdebatan masih terjadi dalam Kongres AS terkait besaran dan detail dari stimulus tersebut," kata dia.
Sementara itu dari sisi domestik, pasar dibayangi oleh sentimen terkait diterapkannya kembali PSBB di Jakarta di bulan September. Kebijakan tersebut dikhawatirkan memberi tekanan terhadap proses pemulihan ekonomi, akibatnya pasar saham dan obligasi Indonesia mengalami pelemahan.
Kendati pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 akan mengalami pertumbuhan negatif, namun Manulife melihat adanya perbaikan dibanding kuartal II yang pertumbuhannya minus 5,32 persen. Tren pemulihan ekonomi diperkirakan masih akan terjadi pada kuartal IV 2020, didukung oleh akselerasi penyerapan anggaran penanganan pandemi Covid-19. Per akhir September pemerintah sudah mencairkan 43 persen dari total anggaran stimulus, naik pesat dari 31 persen di akhir Agustus.
"Dalam pandangan kami, distribusi stimulus akan semakin dipercepat pada kuartal IV-2020, terutama untuk anggaran pembiayaan korporasi yang diharapkan dapat mulai dicairkan di bulan Oktober," ungkap dia,
Namun demikian, kondisi pandemi sangat sulit untuk diprediksi. Mitigasi penyebaran Covid-19 harus tetap menjadi prioritas, karena jika kasus Covid-19 terus meningkat, hal tersebut menimbulkan risiko harus diterapkannya kembali PSBB ketat, yang dapat berdampak negatif pada proses pemulihan ekonomi.
Secara jangka pendek memang ada beberapa faktor yang membebani sentimen pasar seperti Pilpres dan negosiasi stimulus fiskal Amerika Serikat, serta meningkatnya kasus Covid-19 global. Di pasar domestik pun ada faktor ketidakpastian terkait kebijakan burden sharing BI dan wacana pembentukan Dewan Moneter.
Terlepas dari sentimen jangka pendek tersebut, pasar saham dan obligasi masih memiliki potensi untuk membaik ke depannya didukung oleh kebijakan reflasi global. Reflasi adalah kebijakan untuk menstimulasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter akomodatif yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, mendorong belanja, dan mencegah deflasi. Ini merupakan kebijakan pro-ekonomi yang berpotensi menekan tingkat suku bunga dan meningkatkan selera investasi terhadap aset berisiko, termasuk pasar saham dan obligasi negara berkembang.
"Selain itu penanganan Covid-19 juga tetap menjadi kunci pemulihan ekonomi. Positifnya adalah pengembangan vaksin Covid-19 terus berlanjut, dan saat ini sudah ada 10 vaksin yang berada pada tahap uji klinis fase ketiga yang merupakan fase terakhir sebelum approval dan produksi," terang dia.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,92 | 0,45% | 4,28% | 7,56% | 8,65% | 19,15% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,59 | 0,42% | 4,45% | 7,00% | 7,43% | 2,51% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.080,08 | 0,60% | 4,04% | 7,13% | 7,77% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.845,41 | 0,53% | 3,95% | 6,71% | 7,40% | 16,95% | 40,32% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.272,15 | 0,82% | 3,96% | 6,62% | 7,24% | 20,21% | 35,65% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.