Investasi Saham untuk Jangka Panjang, Tapi Kapan Saatnya Kita Ambil Untung?
Imbal hasil di saham saat ini tidak terlalu besar, akibat faktor defisit transaksi berjalan
Imbal hasil di saham saat ini tidak terlalu besar, akibat faktor defisit transaksi berjalan
Bareksa.com – Strategi berinvestasi di pasar modal semakin beragam seiring dengan perkembangan zaman. Namun, dari beragam strategi yang ada, tentu saja semuanya punya tujuan yang sama yakni harus menguntungkan.
Hal ini disampaikan Direktur Investasi dan Kepala Makro Ekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat saat ditemui Bareksa beberapa waktu lalu. Selain memaparkan ‘acuan untuk cuan’, Budi juga mengungkapkan bagaimana kesalahan strategi dalam berinvestasi saham.
Yang paling sederhana adalah acuan untuk cuan. “Rajin saja menanam. Kalau ada buahnya diambil untuk jadi pohon yang lain, jangan dibiarkan busuk,” ungkap Budi.
Promo Terbaru di Bareksa
Pernyataan Budi ini akan berkaitan dengan kalimat ‘investasi saham untuk jangka panjang’, yang ternyata merupakan kalimat yang belum sempurna.
Budi menjelaskan, kalimat itu seharusnya punya tambahan lain. “Harusnya, karena market biasa mendahului sektor riil dan kadang-kadang pergerakannya overshoot (terlalu tinggi), jika harganya sudah jauh melewati nilai, maka ambil untung,” ucap dia.
Strategi investasi saham secara long term atau jangka panjang, kata Budi, seperti menanam. Tapi kalau ada buahnya jangan dibiarkan busuk, pindahkan lah ke tempat lain.
Menurut Budi, saham itu sendiri ada rotasi seperti rotasi dunia. Maka, kata dia, investasi pada saham bisa rotasi misalnya keuntungannya dipakai buat jalan-jalan, pendidikan anak dan lain sebagainya.
Di sisi lain, Budi menyampaikan, kita bisa mendapatkan acuan untuk cuan dengan melihat pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB/GDP) nominal (proyeksi ekonomi + inflasi). “Misalnya, angkanya 16 persen. Maka kalau investasi kita sudah melewati 16 persen, sudah bisa ambil untung,” ujarnya.
Meski begitu, Budi menyarankan dalam berinvestasi kita tetap harus melakukan penetapan tujuan dan target investasi. Selanjutnya, menganalisis siklus bisnis untuk memproyeksikan imbal hasil dan risiko. Budi berpendapat, imbal hasil di saham saat ini tidak sebesar dulu, karena current account deficit (CAD).
Meproyeksikan Kenaikan Harga Saham
Budi juga punya cara untuk memproyeksikan kenaikan suatu harga saham. Salah satunya dengan melihat keuntungan perusahaan.
“Keuntungan perusahaan bisa untuk bayar bunga kredit. Bunga kredit misalnya 12 persen perusahaan dapat marjin 3 persen, maka kenaikan sahamnya bisa 15 persen. Tapi akan berbeda-beda antar sektor,” jelas dia.
Dengan hitungan itu, lanjut Budi, kita bisa tahu berapa nilai investasi kita dengan imbal hasil 15 persen per tahun untuk mencapai tujuan investasi.
Terlepas dari itu, Budi menilai edukasi masyarakat untuk berinvestasi cukup pada level asset class saja yaitu saham dan reksadana saham. “Jadi level asset class saja. Tinggal lihat lagi kalau perusahaan untung, bunga kredit plus atau GDP kita berapa,” imbuh Budi.
Budi juga menyarankan lebih baik kendalikan kerakusan dengan menyiapkan acuan ambil untung untuk asset class rebalancing daripada mengikuti kecemasan. “Investasi ya investasi saja, jangan lihat market bagaimana. Saya jarang cut loss karena punya acuan ambil untung,” terangnya.
Sebagai informasi, reksadana saham merupakan jenis reksadana yang mengalokasikan portofolionya pada saham, sehingga nilainya bisa berfluktuasi dalam jangka pendek tetapi memiliki potensi besar dalam jangka panjang.
Jenis reksadana ini merupakan pilihan cocok bagi investor dengan profil risiko tinggi, dan lebih optimal untuk investasi dalam jangka panjang. Untuk kenyamanan berinvestasi, pastikan dulu tujuan keuangan dan profil risiko Anda.
(hm)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.