Direktur BEI, Nicky Hogan : Literasi dan Inklusi Pasar Modal Naik Signifikan
Literasi pasar modal naik dari 3,7 jadi 4,4 persen, inklusi pasar modal naik dari 0,11 jadi 1,25 persen
Literasi pasar modal naik dari 3,7 jadi 4,4 persen, inklusi pasar modal naik dari 0,11 jadi 1,25 persen
Bareksa.com – Dunia pasar modal tanah air sedang dalam masa kejayaan. Terutama jika mengacu pada beberapa capaian rekor di sepanjang tahun 2017, mulai dari level tertinggi Indeks Harga Sahan Gabungan (IHSG), nilai tertinggi penghimpunan dana, hingga jumlah investor yang tembus lebih dari 1 juta.
Bursa Efek Indonesia (BEI) pun menjadi sorotan. Sebagai penyelenggara perdagangan saham dan instrumen investasi pasar modal lainnya, BEI semakin dikenal khalayak luas tak terkecuali para generasi milenial atau biasa disebut kids zaman now. Akses untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai berinvestasi di pasar modal semakin terbuka.
Hal itu tak terlepas dari keberadaan jalur informasi yang semakin beragam bentuknya. Pemanfaatan beragam jalur informasi inilah yang menjadi salah satu faktor keberhasilan BEI dalam meningkatkan literasi dan inklusi industri pasar modal. Yang pada akhirnya membuat BEI optimistis menyambut tahun 2018 ini. (Baca : Dirut BRISyariah, Hadi Santoso : Rencana IPO Dukung Target Jadi Bank BUKU 3)
Promo Terbaru di Bareksa
Tapi BEI melihat, kemajuan pasar modal Indonesia tidak bisa berjalan mulus tanpa kontribusi para investor atau pun masyarakat calon investor. Sebab pola pikir investor maupun masyarakat terkait investasi di pasar modal tak kunjung membaik. Pekerjaan inilah yang menjadi fokus utama Direktorat Pengembangan BEI pimpinan Nicky Hogan.
Dalam wawancara khusus dengan Bareksa, Nicky mengungkapkan masyarakat masih berpikir bahwa investasi di pasar modal itu sesuatu yang mahal dan rumit. Di sisi lain, banyak masyarakat yang sudah menjadi investor memiliki pola pikir ingin cepat untung. (Lihat : Menteri Rudiantara : Startup Sukses, Bakal Ada Lima Unicorn Indonesia di 2019)
Apa saja strategi yang akan dilakukan BEI untuk meningkatkan literasi dan inklusi pasar modal? Berikut petikan wawancara Issa Almawadi, jurnalis Bareksa bersama Jumari Akmal, fotografer Bareksa dengan Nicky Hogan di kantornya, Gedung Bursa Efek Indonesia pada Selasa, 9 Januari 2018 lalu ;
Program apa yang sudah dijalankan dan bagaimana tingkat kesuksesannya sejak Anda menjabat sebagai direktur BEI?
Kalau dari sisi pengembangan, sebenarnya itu membawahi beberapa bidang. Yang utama tentunya, pengembangan untuk investor, kemudian yang berikutnya untuk calon emiten, dan juga untuk pengembangan untuk produk dan riset. Direksi periode yang sekarang ini bertugas sejak Juni 2015, jadi betul ini sudah tahun ketiga. (Baca : Dirut Majoris-AM, Zulfa Hendri : Ada Ruang Penurunan Yield Obligasi 10 Tahun)
Sejak Juni 2015, kalau saya bicara konteks pengembangan mungkin dari tadi, pengembangan investor dulu. Kami tahu bahwa selama ini persepsi masyarakat, umum, pasti selalu mengidentikan investasi saham pasar modal bursa itu sesuatu yang mahal, complicated jelimet gitu ya, dan sesuatu yang berisiko seperti itu. Bursa sudah sangat sering melakukan kegiatan sosialisasi dari dulu, sampai terakhir kan ada Gerakan Cinta Pasar Modal (GENTA), dan pada saat direksi periode baru kami masuk pada tahapan yang lebih jauh lagi. Latarbelakangnya satu, kalau saya pribadi melihat bahwa kami butuh satu campaign, kalau di perbankan kan ada Ayo ke Bank, asuransi ada Mari Berasuransi dan lainnya.
Bagaimana awal munculnya kampanye Yuk Nabung Saham?
Akhirnya muncul campaign Yuk Nabung Saham. Kami luncurkan November 2015, tadi untuk mencoba meluruskan lagi soal persepsi yang disebutkan di awal yang mahal, berisiko, jelimet seperti itu. Campaignnya juga bagian daripada menjawab atau mengantisipasi survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada 2012, OJK melakukan survei terhadap literasi dan inklusi keuangan dan industri pasar modal adalah yang paling rendah literasi dan inklusinya. Literasinya hanya 3,7 persen, inklusinya bahkan lebih rendah 0,11 persen paling rendah dibandingkan industri keuangan lainnya bahkan lebih rendah dari industri pegadaian sekalipun. Orang-orang lebih senang pakai jasa pegadaian dibandingkan berinvestasi. Kami mulai dengan campaign Yuk Nabung Saham dan 2015 November dan kami lakukan kalau ada istilahnya above the line dan below the line. (Lihat : CEO Trimegah-AM, Antony Dirga : Targetkan Return Konsisten di Atas Benchmark)
Above the line kami campaign melalui media, baik elektronik, cetak, atau media sosial. Dan rasanya baru mulai periode-periode ini di mana bursa tiba-tiba eksis di media sosial. Di Twitter, Instagram, Facebook, dengan postingan yang agresif. Kemudian juga kami tadi di media cetak, media outdoor billboard, termasuk TV dan radio kami luncurkan video pertama kami Yuk Nabung Saham yang putar koin itu, kami pasang iklan di TV di radio juga melalui jingle, di commuter line. Komuter kami survei termasuk salah satu yang efektif karena melalui commuter line itu ternyata banyak masyarakat yang akhirnya tertarik untuk ikut sekolah pasar modal. Banyak para peserta sekolah pasar modal itu mendapatkan informasi dari commuter line. Campaign ini lebih kepada masyarakat, kalau sekolah pasar modal itu adalah untuk masyarakat yang belum mengenal investasi saham dan menjadi investor seperti itu.
Bagaimana strategi kampanye below the line?
Tadi ada above the line. Kalau below the line itu melalui pertemuan-pertemuan, termasuk itu tadi sekolah pasar modal, ada seminar, workshop, forum dan lain-lain. Tidak kurang dari 3000 kegiatan di 2016. Tahun 2017 lebih dari 4.000 kegiatan-kegiatan seperti itu. Campaign di dunia maya, di dunia elektroniknya jalan, tapi juga off airnya yang kami lakukan dengan below the line tadi juga jalan dengan kegiatan-kegiatan seperti itu. Sekolah pasar modal kami buat jadi lebih efektif, fokus juga, karena mensyaratkan masyarakat atau pesertanya juga melakukan pembukaan rekening efek. Kalau dulu mereka hanya edukasi, kalau ini ‘memaksa’ untuk buka rekening efek karena teman-teman anggota bursa yang menjadi partner sekolah pasar modal itu memungkinkan untuk setoran 100.000, transaksi bisa melalui online trading bahkan beberapa mobile trading, mestinya itu sudah cukup nyaman. (Baca : CEO Pinnacle, Guntur Putra : Kunci dalam Berinvestasi adalah Sabar dan Disiplin)
Bagaimana memberikan pemahaman ke masyarakat bahwa nabung saham tidaklah mahal?
Kondisinya saat ini sudah demikian support untuk masyarakat bisa menjadi investor. Tadi awalnya berpersepsi setoran jutaan puluhan juta rupiah, sekarang kan cuku Rp100.000, Rp200.000 atau Rp500.000 orang sudah bisa buka rekening. Jadi, sosialisasi makin banyak dan fasilitas semakin terbuka, persepsi bahwa itu berisiko dan lain-lain, kami juga coba edukasi bahwa saham itu kan adalah kepemilikan atas suatu perusahaan. Membeli saham konteksnya adalah berinvestasi jangka panjang, jadi jangan persepsi membeli saham itu sesuatu yang berisiko. Menghindari ‘main saham’ yang kesannya jadi trader, seolah-olah kalau beli saham pasti persepsinya urusannya kalah dan menang. (Lihat : Dirut RHB-AMI, Rima Suhaimi : Target Dana Kelolaan Tahun Ini Rp 5 Triliun)
Padahal kami nggak bicara tentang kalah dan menang untuk berspekulasi menjadi trader, kami bicara beli saham untuk investasi untuk menjadi pemilik perusahaan. Hal yang paling mudah paling sederhana yang paling sering dilupakan adalah membeli saham adalah menjadi pemilik perusahaan itu. Padahal kalau kami pemilik rekening di bank A, kenapa tidak saya menjadi pemilik juga? Atau saya pakai produk yang setiap hari atau servisnya saya pakai, kenapa nggak saya jadi juga pemilik perusahaan itu.
Namun mindset masyarakat selama ini menganggap investasi di pasar modal adalah cari untung jangka pendek?
Persepsi jangka pendek itu yang mungkin selama ini salah kaprah, jadinya selalu berisiko. Identiknya seperti itu. Kampanye kami sejak November 2015 itu dan rasanya sampai akhir tahun 2017, kami mungkin bicara sudah dua tahun lebih, terjadi peningkatan jumlah investor. Kalau bicara total investor, saat ini sudah lebih dari 1,1 juta sekian (investor saham dan reksa dana). (Baca : Dirut CIMB-Principal, Ridwan Soetedja : Optimistis Capai Target AUM Rp 9 Triliun)
Kalau yang saham sendiri sudah mencapai 620.000, reksa dana sudah 500.000. Dalam konteks kampanye, kami selalu menyampaikan kepada masyarakat atau calon investor bahwa investasi tidak mesti selalu langsung di saham. Kalau dia belum pede atau merasa lebih nyaman mempercayakan dananya kepada fund manager, maka dia bisa beli reksa dana.
Pokoknya poin kami dari bursa adalah orang sudah mulai terbuka pemikirannya untuk menjadi investor di pasar modal, bukan investor saham walaupun campaign kami Yuk Nabung Saham karena kami juga bekerja sama dengan manajer investasi kami lakukan festival reksa dana, kemudian pasar modal syariah dan lainnya yang kaitannya juga saham maupun reksa dana. (Lihat : Plt Kepala BI Fintech Office, Junanto : Industri Fintech Berpotensi Tumbuh Pesat)
Melihat jumlah investor tersebut, apakah itu jadi tolak ukur kesuksesan atas apa yang sudah dilakukan selama ini?
Angka 1,1 juta itu kan baru dicapai oleh bursa tahun 2017. Dari jumlah itu, 620 ribu itu investor saham, pada saat direksi baru mulai menjabat kisarannya baru mencapai 400 ribu. Jadi ada tambahan hampir 50 persen selama dua tahun periode masa jabatan direksi yang baru ini. Setuju jika jumlah investor jadi tolak ukur, tapi jangan hanya menambah tapi tidak aktif akhirnya cuma buka rekening tapi tidak memanfaatkan pasar modal atau saham atau reksa dana juga percuma. Kami lihat 2017 jika dibandingkan dengan 2016, bursa punya parameter untuk melihat setiap bulan rata-rata investor yang bertransaksi. Kalau di 2016, rata-rata setiap bulan 78 ribu jumlah investor yang bertransaksi per bulan. Kami pakai patokan per bulan karena campaign kami adalah supaya investor itu melakukan transaksi secara rutin, menabung saham. (Baca : Direktur Kresna-AM, Ashari Adithyawarman: Fokus Investor Reksa Dana Ritel)
Bagaimana tolok ukur investor yang aktif bertransaksi?
Aktif itu bisa satu kali transaksi dalam satu bulan. Campaign kan supaya investor menabung saham per bulan, ada dana lebih ada gaji yang dia sisihkan dan lainnya. Uang saku yang dia sisihkan untuk beli saham. Jumlah 78.000 di 2016 naik jadi 100.000 di 2017 rata-rata per bulan, itu ada kenaikan hampir 25 persen. Investor yang bertransaksi per tahun juga naik. Jadi dari tadi yang 620 ribu itu tidak seluruhnya aktif transaksi, kami menyadari itu. Jadi 180.000 di 2016 itu sekarang naik menjadi 240.000 di 2017, naiknya hampir 30 persen. Jadi paling tidak itu tadi, jumlah investornya bertambah dan jumlah investor yang bertransaksi baik bulanan maupun tahunan juga bertambah. Mudah-mudahan ini juga menjadi jawaban, bahwa ternyata IHSG tetap mengalami kenaikan di tengah penjualan oleh investor asing.
Bagaimana dominasi investor asing di pasar saham?
Kita tahu kan selama ini persepsi jika investor asing jual, IHSG pasti turun kalau mereka beli pasti naik. Tapi ternyata tahun 2017 mematahkan mitos itu. Mereka investor asing itu jual tahun lalu sekitar Rp40 triliun sepanjang tahun, tapi ternyata IHSG naik hampir 20 persen. Mudah-mudahan itu salah satu gambaran kekuatan investor domestik bangkitnya investor domestik tadi walaupun belum besar sekali karena potensi kita masih besar. Dan itu juga mudah-mudahan menjadi jawaban yang katanya terjadi penurunan konsumsi di masayarakat itu. Mudah-mudahan penurunan konsumsi masyarakat itu karena mereka switching ke investasi dan itu hal yang luar biasa positif. (Lihat : WAWANCARA Direktur Syailendra: Strategi Agar Reksa Dana Dapat Return Tinggi)
Jumlah transaksi yang aktif itu apakah didorong investor baru ataukah banyak investor lama yang mulai aktif kembali?
Bursa tahun 2017 dan tahun ini kami tetap melakukan, sebenarnya ada tiga program dalam pengembangan investor. Pertama, edukasi yakni mengajak masyarakat umum untuk menjadi investor. Kedua, adalah mengaktifkan investor yang tidak aktif. Tadi, dari 600 ribu yang aktif sepertiga, bursa juga punya program untuk mengaktifkan para investor yang punya rekening tapi tidak aktif. Kami lakukan kegiatan-kegiatan, ada istilahnya kegiatan kumpul BESARR (beli saham ramai-ramai). Kami lakukan kegiatan ini bekerjasama dengan emiten, bekerjasama dengan sekuritas dan asosiasi analis, dilakukan hampir di seluruh kantor perwakilan kami. Jadi ada pertemuan berkala dengan investor yang tidak aktif untuk mereka berkumpul dan akhirnya mulai melakukan transaksi pembelian. Melalui komunitas investor, melalui kelompok studi pasar modal (SPM). (Baca : WAWANCARA Onny Widjanarko-BI: NPG Akan Mendorong Efisiensi Transaksi Pembayaran)
Saat ini bursa punya 323 galeri investasi di seluruh Indonesia. Ini kerjasama dengan perguruan tinggi dan universitas. Kalau kami bicara dua tahun lalu masih di kisaran 120. Jadi ada tambahan lebih dari 100 persen. Kalau saya pakai istilah, satu minggu berdiri 1-2 galeri baru di salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Dan itu adalah salah satu kekuatan investor perorangan, investor ritel. Di luar itu ada 368 komunitas investor yang juga tersebar. Akhir tahun lalu juga kami undang penutupan oleh Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) itu.
Dari program Yuk Nabung Saham sendiri, berapa realisasi penambahan jumlah investor?
Kalau dari Yuk Nabung Saham, ini kan bicara campaign nasional. Semua kegiatan yang bicara above the line promosi, sosmed, atau media massa maupun yang below the line semuanya konteks program Yuk Nabung Saham. Kami juga bekerjasama dengan emiten-emiten untuk promosi kegiatan ini, lakukan sosialisasi dengan perusahaan tercatat itu. Karyawan-karyawannya kami lakukan edukasi. Ada sekitar 50 perusahaan tercatat yang sudah bekerjasama dengan bursa untuk melakukan edukasi untuk karyawannya. Jadi karyawannya dijadikan investor. Karyawan jadi investor dan mereka mulai membeli saham perusahaan di mana mereka bekerja. Sritex 2015 bukukan rekor karena 10 ribu karyawan dibukakan rekening. Semua perusahan juga dilakukan seperti itu. BCA juga luar biasa, karena berikan bonus dalam bentuk saham. Kerja sama dengan BRI, Bank Mandiri dan BNI juga kerjasama edukasi. BNI pada 2016 membuka sekitar 28 ribu rekening baru untuk karyawannya dan itu terus bertambah dengan pembukaan akun dari emiten lain. Perusahaan lain seperti CLEO di Surabaya, Chitose di Bandung dan lainnya. (Lihat : Direktur Ciptadana-AM: Kehadiran Fintech Tambah Potensi Investor Pasar Modal )
Bagaimana realisasi program Desa Nabung Saham?
Sebenarnya itu turunan, tetap program besar kami adalah Yuk Nabung Saham. Awal 2017, ada beberapa warga dari desa Argomulyo di Kalimantan Timur sekitar 2 jam dari Balikpapan. Beberapa warga ikut edukasi di kantor perwakilan kami dan mereka jadi investor dan terpanggil untuk juga berikan edukasi kepada warganya akhirnya disepakati dengan perusahaan sekuritas dan perwakilan BEI untuk edukasi dua pekan sekali terhadap warga Argomulyo.
Berbulan-bulan dilakukan dan akhirnya pada Agustus lalu, desa Argomulyo mencanangkan diri sebagai desa nabung saham. Di sana 1.000 kartu keluarga, 500 di antaranya buka rekening sudah dilakukan edukasi. Ternyata, kegiatan seperti ini juga banyak berjalan di beberapa daerah. Di Aceh di kota Bireun, ada beberapa mahasiswa asal sana yang melakukan kegiatan semacam itu. (Baca : Dirut Bahana TCW-IM: Potensi Ekonomi Digital Jadi Pintu Masuk Investor Ritel )
Terakhir di Lombok Tengah. Ada satu mahasiswa Universitas Bakrie warga Lombok Tengah dan menjadi investor sejak dia mahasiswa dan dia melihat manfaatnya dan kembali ke Lombok Tengah bicara dengan Pemerintah Daerah setempat sampai akhirnya melakukan kegiatan edukasi. Desember kemarin dicanangkan di Kabupaten Lombok Tengah itu masyarakat nabung saham, tagline yang disampaikan Bupati itu sendiri. Semua itu semangatnya Yuk Nabung Saham itu. Desember kemarin juga di Manokmari, ada persatuan jasa roda dua (ojek) mencanangkan pangkalan nabung saham. (Lihat : Harga BBM Pertalite dan Pertamax Naik, Sektor Tambang Bawa IHSG Tembus 6.523)
Kami melihat bahwa potensi untuk jadi investor demikian terbuka, jadi kami tidak melihat ada kesulitan untuk siapapun menjadi investor, tidak hanya warga kota. Lihat yang ada mulai dari tukang ojek, satpam, sampai petani bisa jadi investor.
Dengan melihat realisasi tahun lalu, apa pekerjaan rumah dan program apa yang akan dilakukan?
Bicara tahun lalu, tingkat literasi dan inklusi sebenarnya sudah meningkat signifikan. 2016, literasi dan inklusi naik masing-masing dari 3,7 persen jadi 4,4 persen, inklusi dari 0,11 persen jadi 1,25 persen. Ini adalah tetap menjadi tujuan bursa untuk menambah jumlah investor. Saya tetap merasa dengan apa yang dilakukan melalui Yuk Nabung Saham adalah sesuatu yang tepat on the track. (Baca : Terus Cetak Rekor Baru, Mampukah IHSG Tembus 6.500?)
Ini baru tahun ke dua, saya peraya sudah memberikan gaung yang tepat untuk seluruh masyarakat dengan above dan below. Akhirnya menjadi lebih efektif juga akhirnya ada beberapa program turunan juga. Tahun ini kami targetkan 400 galeri investasi karena efektif, tidak hanya galeri di sana tapi juga mahasiswa itu setelah dapat manfaat mereka bergerak sendiri. Itu hal yang luar biasa. Termasuk teman-teman di komunitas investor yang terus bertambah, terus kami data untuk melihat sinergi apa yang bisa dilakukan untuk penyebaran edukasi investasi ini.
Apa strategi khusus untuk menggaet investor di kalangan kids zaman now?
Sosmed merupakan pendekatan yang efektif terhadap para milenial itu. Sosmed kami direspons dengan baik. Kedua, saya percaya pendekatan yang sederhana tidak jelimet dan lain-lain yang bisa membantu para milenial itu bisa berinvestasi. Jadi investor itu tidak jelimet, tapi tidak mudah melainkan sederhana. Sekolah pasar modal juga efektif untuk penambahan jumlah investor karena langsung merasakan jadi investor saat pertama masuk. (Baca : Target IHSG 7.200, Kresna Asset Management Fokus Saham Bank dan Consumer)
Apakah melibatkan tokoh atau artis dalam mensosialisasikan investasi di pasar modal?
Bursa belum pernah dan belum ada rencana menunjuk duta/ambasador. Tapi lebih ke testimoni investor dari masyarakat awam. Karena kami berpersepsi bahwa menjadi investor itu bisa dilakukan oleh semua orang.
Bagaimana perkembangan program IDX Incubator?
Hampir setahun sejak diluncurkan. Saat ini ada 42 startup masuk batch ke-2. Kami berharap dan informasi didapatkan, mestinya di semester I ada yang akan go public dari situ. Ada 1-2 yang sudah siap. Lebih kepada kesiapan bahwa startup ini sudah bisa jadi perusahaan publik. Mereka masuk kan diberi pelatihan dari berbagai hal mulai keuangan, legal, dan lain-lain. Dan bursa juga memfasilitasi jika ada investor yang mau masuk ke startup itu. (Lihat : Bursa Efek Siapkan Gedung Khusus Sistem Perdagangan)
Bursa juga secara paralel setelah ojk mengeluarkan perusahan kecil atau UKM yang bisa go public. Kami sedang finalisasi papan akselerasi untuk support POJK itu untuk fasilitasi perusahaan kecil UKM dan startup itu dengan keringanan atau pun relaksasi untuk itu. Sudah ada kriterianya, perusahana kecil itu modal/aset di bawah Rp50 miliar, di bawah Rp250 miliar itu menengah.
Yang kecil ada keringanan misalnya keuangan tidak mesti PSAK, istilahnya ENTAP. Di bursa sendiri sebenarnya kan ada papan pengembangan. Bagaimana pun aturan bursa ada role making role akhirnya nanti kami ajukan ke OJK. Draftnya sudah hampir final. Nanti minta masukan ke perusahaan sekuritas juga. Mudah-mudahan kuartal I. (AM) (Baca : Seberapa Besar Kekuatan Investor Lokal Di Bursa Efek Indonesia?)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,92 | 0,45% | 4,28% | 7,56% | 8,65% | 19,15% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,59 | 0,42% | 4,45% | 7,00% | 7,43% | 2,51% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.080,08 | 0,60% | 4,04% | 7,13% | 7,77% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.845,41 | 0,53% | 3,95% | 6,71% | 7,40% | 16,95% | 40,32% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.272,15 | 0,82% | 3,96% | 6,62% | 7,24% | 20,21% | 35,65% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.