BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Valuasi Sudah Mahal, Pasar Saham Diprediksi Masih akan Menguat

19 Januari 2018
Tags:
Valuasi Sudah Mahal, Pasar Saham Diprediksi Masih akan Menguat
Karyawan beraktivitas di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/12). Menjelang libur Natal 2017 dan Tahun Baru 2018, IHSG mencatat rekor baru yaitu ke posisi 6.221,01 naik 37,52 poin atau 0,61 persen. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Arus dana asing mulai masuk kembali ke pasar saham

Bareksa.com – Tahun ini, Avrist Asset Management optimistis pasar modal akan kembali rally meskipun tidak akan setinggi 2017. Meskipun valuasi indeks harga saham gabungan (IHSG) sudah cukup mahal tetapi arus dana asing mulai masuk kembali ke pasar saham.

Direktur Avrist Asset Management, Hanif Mantiq, memperkirakan IHSG tahun ini dapat mencapai 7.000. Dia memandang level tersebut merupakan level normal return pasar saham, yakni sekitar 10 persen. (Baca : Target IHSG 7.200, Kresna Asset Management Fokus Saham Bank dan Consumer)

“Saya setuju valuasi IHSG sudah lumayan tinggi, tetapi masalahnya kita dapat capital inflow. Sepanjang Januari, di ekuitas itu asing masuk Rp4,7 triliun,” kata Hanif di Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018.

Promo Terbaru di Bareksa

Haniv mengatakan sepanjang tahun lalu investor asing keluar dari pasar saham Indonesia mencapai Rp40 triliun. Keluarnya investor asing terjadi karena ada pasar saham di negara lain yang membukukan return lebih tinggi dari pasar saham Indonesia.

Investor global banyak yang mengalihkan dananya ke Amerika Latin, seperti Brazil. Negara tersebut sebelumnya mengalami krisis politik dan kondisinya berangsur membaik. (Lihat : Pasca Tembus Rekor Baru di 6.444, Bagaimana Prospek IHSG?)

Tetapi, tahun ini Hanif menilai emerging market di luar Indonesia tidak akan mencatatkan return jauh lebih tinggi dari pasar saham Indonesia. Sehingga investor asing akan kembali melirik Indonesia sebagai pasar untuk berinvestasi portofolio.

Capital Inflow Masuk Deras

Hanif mengatakan valuasi akan selalu kalah oleh capital inflow. Valuasi IHSG tidak akan dilihat investor selama capital inflow masih masuk deras.

“Ketika capital inflow sudah stabil, baru inverstor melihat IHSG sudah terlalu mahal kemudian mulai menjual saham,” terangnya. (Baca : Pasca Sentuh Rekor Tertinggi 6.429,69, Ke Mana Arah IHSG?)

Saat ini price to earning ratio (PER) IHSG telah mencapai 22 kali. Secara historis, nilai tersebut sudah cukup mahal.

Sementara untuk pasar obligasi, Hanif memperkirakan imbal hasil surat utang negara (SUN) berada di kisaran 9 persen. Optimisme tersebut didasari oleh masih banyaknya dana asing yang masuk ke pasar saham dan obligasi. (Lihat : Bursa Efek Siapkan Gedung Khusus Sistem Perdagangan)

Per 15 Januari 2018, investor asing yang menambah investasinya di pasar saham Indonesia mencapai Rp4,6 triliun sementara pasar obligasi sebesar Rp25 triliun.

EPS Emiten

Head of Investment Avrist, Tubagus Farash Akbar, mengatakan laba per saham (earning per share/EPS) emiten tahun ini akan tumbuh sekitar 20 persen. Dia memandang kondisi 2018 lebih baik dibandingkan 2017 sehingga emiten bisa melanjutkan pertumbuhan. (Baca : Seberapa Besar Kekuatan Investor Lokal Di Bursa Efek Indonesia?)

Tiga sektor yang dirasa masih prospektif tahun ini adalah sektor perbankan, pertambangan dan konsumer. Dia memandang konsumsi masyarakat tahun ini akan lebih baik setelah tahun lalu cukup terpukul.

Hanif menambahkan pemerintah akan menjaga inflasi tahun ini agar tidak melonjak. Langkahnya adalah dengan menahan suku bunga. “Bahkan ada kecenderungan suku bunga akan naik satu kali,” jelas Hanif. (Lihat : Bahana Prediksi IHSG Bakal Tembus 7000, Unggulkan Delapan Saham Ini)

Hanif mengatakan suku bunga pada tahun-tahun sebelumnya cenderung turun terus. Tetapi saat ini sudah tidak akan ada lagi penurunan suku bunga.

Sementara untuk harga bahan bakar minyak (BBM), dia mengatakan bahwa pemerintah kemungkinan tidak akan menaikkan harga BBM. Hal tersebut tidak terlepas dari menjelangnya tahun politik. (Baca : Sepekan Pertama 2018 Asing Masuk Rp1,98T di Saham, Faktor Apa Saja Pendorongnya?)

Kejadian serupa terjadi pada 2004 dan 2009. Meskipun harga minyak mentah dunia naik, pemerintah tidak menyesuaikan harga minyak dalam negeri.

“Seharusnya tahun ini tidak ada kebijakan yang berubah drastis,” kata Hanif. (AM) (Lihat : Schroders : Banyak Katalis Positif, Investor Asing Akan Kembali Ramaikan IHSG)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.385,6

Up0,21%
Up4,12%
Up7,77%
Up8,02%
Up19,27%
Up38,33%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,56

Up0,20%
Up4,14%
Up7,20%
Up7,44%
Up2,99%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.085,51

Up0,57%
Up4,03%
Up7,67%
Up7,80%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.854,58

Up0,55%
Up3,90%
Up7,24%
Up7,38%
Up17,49%
Up40,84%

Insight Renewable Energy Fund

2.288,82

Up0,81%
Up4,14%
Up7,41%
Up7,53%
Up19,89%
Up35,81%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua