Deutsche Bank: Ekonomi Indonesia Mulai Pulih, IHSG Menuju 5.700
Ada empat faktor yang diyakini bakal menjadi katalis penguatan IHSG. Pemerintah diminta memperbaiki pola komunikasi
Ada empat faktor yang diyakini bakal menjadi katalis penguatan IHSG. Pemerintah diminta memperbaiki pola komunikasi
Bareksa.com - Pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam beberapa pekan terakhir tampak tak tentu arah. IHSG bergerak mixed dalam rentang 4.700-4.800. Terkadang IHSG bergerak menguat, tetapi keesokan harinya bisa tiba-tiba anjlok dan terkoreksi kembali. Pergerakan IHSG yang tidak menentu ini membuat banyak pelaku pasar yang memilih wait and see. Tidak hanya investor lokal, investor asing pun memilih sikap yang sama.
Berdasarkan data Bareksa, investor asing hingga perdagangan tanggal 18 Mei 2016 baru mencatatkan transaksi nett buy Rp 2,63 triliun dari awal tahun 2016. Padahal, investor asing membukukan net sell sebesar Rp29 triliun pada tahun lalu.
Namun, hal mengejutkan datang dari laporan riset Heryanto Irawan, analis Deutcshe Bank. Dia meyakini IHSG dapat kembali perkasa. Bahkan, diperkirakan akan membukukan rekor baru dengan menembus level 5.700. Heryanto menyebutkan ada 4 poin penting yang akan menjadi katalis positif bagi penguatan IHSG.
Promo Terbaru di Bareksa
Grafik: Aliran Dana Asing sejak Januari 2015
Sumber: Bareksa
1. Peningkatan belanja infrastruktur yang masif
Dalam dua tahun pemerintahannya, Jokowi-JK terus meningkatkan belanja infrastruktur. Meski sempat tersendat di awal pemerintahan, pada awal tahun kedua pemerintah Jokowi-JK berhasil meningkatkan belanja infrastruktur sampai 164 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini berbanding terbalik dengan pos belanja non-infrastruktur yang terus dipangkas. Di awal tahun ini pun, pos ini masih terus dipotong 9 persen.
Grafik: Perbandingan Pertumbuhan Belanja Infrastruktur dan Belanja Non-Infrastruktur
Sumber: Deutsche Bank, diolah kembali oleh Bareksa
Kenaikan belanja infrastruktur ini menjadi sorotan Heryanto, sebab mencerminkan keseriusan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunanya. Tak hanya dalam soal alokasi anggaran, keseriusan pemerintah membangun infrastruktur juga menurutnya ditunjukkan dalam pengadaan pra-tender, penggalangan dana yang dilakukan lebih awal, dan inisiatif menggunakan kontrak proyek tahun jamak (multi year). Strategi ini memungkinkan pemerintah untuk mencairkan anggaran infrastruktur lebih cepat dibandingkan periode sebelumnya.
Heryanto meyakini alokasi belanja infrastruktur tetap aman meski pada pertengahan tahun ini pemerintah berencana memangkas anggaran belanja.
Selain pembangunan yang dilakukan pemerintah, pembangunan infrastruktur oleh sektor swasta pun sudah mulai berjalan. Misalnya saja, tiga pembangkit listrik raksasa 2GW (Batang, Tanjung Jati B, Unit 5 & 6, dan Jawa 7) sudah mulai di tahap konstruksi pada tahun ini. Pembangunan jalan tol pun sudah berjalan dengan target penyelesaian ruas sepanjang 100 km.
2. Tax Amnesty yang berimplikasi positif bagi perekonomian Indonesia
Meski masih digodok, Tax Amnesty diperkirakan akan segera diloloskan parlemen. Sebab, pemerintah telah berhasil melakukan konsolidasi politik. Yang terbaru, pemerintah mendapatkan dukungan dari Partai Golkar yang sebelumnya merupakan salah satu oposisi dengan jumlah kursi DPR terbanyak.
Pengampunan pajak diyakini akan memberikan implikasi positif bagi perekonomian Indonesia. Sebab, potensi dana yang mengalir dari luar negeri bisa mencapai $20-40 miliar atau setara Rp350 triliun. Heryanto memperkirakan rasio pajak (tax ratio) Indonesia akan meningkat dari level saat ini yang masih sekitar 10,7 persen. Tax ratio Indonesia kalah jauh dibandingkan negara-negara lain di kawasan yang rata-rata sudah mencapai 15 persen.
Kenaikan tax ratio akan berdampak pada kenaikan penerimaan negara dan anggaran fiskal, yang selanjutnya akan meningkatkan anggaran untuk belanja infrastruktur. Selain itu, Heryanto juga meyakini kebijakan ini akan meningkatkan likuiditas dalam negeri hingga dua kali lipat dari yang saat ini sekitar $52 miliar.
Dalam laporan risetnya, Heryanto menekankan agar kebijakan Tax Amnesty ini dibuat user-friendly agar semakin banyak dana yang masuk ke Indonesia. Setelah Tax Amnesty diterapkan, pemerintah selanjutnya harus melakukan pemotongan tarif penalti pajak bagi yang mengikutinya dengan mengenakan tarif 1-3 persen untuk pengalihan harta dari luar negeri ke dalam negeri (repatriasi). Untuk aset yang berada di dalam negeri atau tanpa repatriasi, dikenakan tarif 2-6 persen.
3. Suku bunga rendah
Heryanto juga mencermati tren suku bunga kredit rendah. Selama ini, suku bunga kredit Indonesia tergolong sangat tinggi jika dibandingkan negara-negara tetangga. Suku bunga kredit korporasi Indonesia masih di level 11,88 persen per bulan Maret 2016, sementara di Thailand dan Filipina sudah 7 persenan. Tingginya bunga kredit membuat perusahaan-perusahaan di Indonesia kalah kompetitif dibandingkan negara tetangga.
Grafik: Perbandingan Suku Bunga Kredit Indonesia, Thailand, dan Filipina
Sumber: Bareksa
Sudah begitu, tingginya suku bunga kredit ini ternyata hanya dinikmati oleh empat bank terbesar saja. Bank dengan ukuran yang lebih kecil meraup keuntungan yang lebih kecil. Malahan, bank ukuran menengah akan merugi jika dipaksa menurunkan bunga kredit. Penurunan suku bunga kredit menurutnya harus dimulai dengan turunnya bunga deposito terlebih dahulu. Sebab, tingginya bunga deposito berhubungan dengan beban operasional. (Baca juga: Suku Bunga BI Sudah Turun, Kenapa Bank Lambat Turunkan Bunga Kredit?)
Grafik: Perbandingan Tingkat Keuntungan terhadap Pinjaman Kredit
Sumber: Deutsche Bank, diolah kembali oleh Bareksa
Oleh karena itu, masuknya dana dari Tax Amnesty diharapkan akan mendorong penurunan suku bunga kredit. Sebab, dana dari Tax Amnesty diperkirakan akan meningkatkan likuiditas perbankan, yang pada gilirannya akan mendorong biaya pendanaan dan membuka ruang agar suku bunga kredit turun lagi. Rasio likuiditas perbankan pun diperkirakan dapat mencapai level 80 persen dari yang saat ini masih di sekitar 92 persen.
Dengan turunnya bunga kredit, beban keuangan perusahaan pun turun sehingga rasio profitabilitas perusahaan akan meningkat. Selain itu, rendahnya bunga kredit juga akan mendorong perusahaan untuk berekspansi.
4. Pemulihan berkelanjutan mulai terjadi
Meski perekonomian secara umum masih dalam kondisi lemah, Heryanto meyakini tanda-tanda perbaikan ekonomi sudah mulai tampak. Bebeberapa indikator menunjukkan perekonomian telah bangkit dari titik terendahnya.
Kenaikan daya beli masyarakat merupakan salah satu indikatornya. Indikator ini sangat penting sebab selama ini perekonomian Indonesia ditopang oleh tingginya konsumsi dalam negeri.
Indikasi hal ini terlihat dari kenaikan penjualan di toko ritel (same-store sales growth). Penjualan PT Matahari Departemen Store Tbk (LPPF), misalnya, naik 9 persen pada kuartal I 2016. Kondisi serupa juga terjadi di beberapa emiten retail lainnya.
Tabel: Perbandingan Pertumbuhan Penjualan di Tiap Toko Ritel
Sumber: Deutsche Bank
Selain penjualan ritel, transaksi finansial selama dua kuartal terakhir juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Transaksi finansial terus mengalami pemulihan sejak November 2015. Heryanto memperkirakan kondisi ini akan terus berjalan jika rupiah bergerak stabil. Sebab, stabilitas rupiah akan mengurangi tekanan biaya perdagangan dan memungkinkan terjadinya percepatan pemulihan daya beli masyarakat.
Grafik: Pemulihan Data Transaksi Finansial
Sumber: Deutsche Bank
Pemerintah diminta memperbaiki komunikasi
Selain keempat poin di atas, Heryanto menyoroti komunikasi pemerintah yang kerap kali berdampak negatif bagi pasar. Dia menekankan komunikasi pemerintah harus diperbaiki. Sebab, beberapa kali pemerintah malah merilis pernyataan yang membuat takut pelaku pasar. Salah satu contohnya adalah pembatasan Net Interest Margin (NIM) perbankan pada pertengahan Februari lalu. Wacana pembatasan ini sudah diungkapkan ketika OJK masih menyusun kebijakan tersebut. (Baca juga: NIM Bank Akan Dibatasi, Saham BNI, Mandiri, BRI Kompak Melorot)
Heryanto merekomendasikan pemerintah sebaiknya lebih banyak mengkomunikasikan apa saja yang telah berhasil dicapai, karena sebetulnya ada banyak prestasi seperti: stabilitas makroekonomi, stabilitas kondisi politik dalam negeri, dan keberhasilan-keberhasilan lain, yang tidak diketahui banyak investor. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan investor dan pada akhirnya akan menarik lebih banyak likuiditas ke pasar modal. (kd)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.