BeritaArrow iconEmasArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Risiko Default Obligasi Korporasi, Pinjaman Likuiditas Khusus

Bareksa27 Mei 2020
Tags:
Berita Hari Ini : Risiko Default Obligasi Korporasi, Pinjaman Likuiditas Khusus
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingin Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan keterangan pers seusai menggelar rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/1/2020). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp)

Klaim BPJS Ketenagakerjaan berpotensi melonjak, MI wajib ungkap portofolio reksadana, harga emas Antam turun

Bareksa.com - Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 27 Mei 2020 :

Obligasi Korporasi

Risiko gagal bayar surat utang korporasi menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan manajer investasi dalam mengelola produk reksadana. Adapun, pandemi Covid-19 tampaknya telah menyumbat aliran kas (cashflow) sejumlah perusahaan karena tidak dapat menjalankan bisnis seperti biasa.

Promo Terbaru di Bareksa

Baru-baru ini, PT Sinarmas Asset Management menjelaskan volatilitas harga obligasi dan mengetatnya likuiditas di pasar saat ini telah membuat perseroan kesulitan mencapai harga jual wajar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memberikan suspensi pembelian dan switching untuk 7 produk kelolaan manajer invetasi Grup Sinarmas tersebut.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyampaikan manajer investasi yang memiliki aset dasar obligasi korporasi berisiko atas kegagalan pembayaran surat utang dan fluktuasi pasar setidaknya dalam 3 bulan ke depan.

Dengan demikian, OJK diharapkan untuk mengantisipasi hal tersebut misalnya dengan pemberian relaksasi untuk surat utang korporasi. Wawan memberikan contoh, OJK bisa saja mengganti definisi default risk dari surat utang korporasi untuk tahun ini.

“Dari OJK juga harus antisipasi dari pemberian relaksasi untuk surat utang. Defisini default itu mungkin harus didefinisikan ulang untuk tahun ini, apakah boleh diundur atau seperti apa,” imbuh Wawan dilansir Bisnis.com (27/5.2020).

Menurut dia, apabila surat utang korporasi dibiarkan default akan berdampak sistemik terhadap industri keuangan baik perbankan maupun nonbank. Tak hanya di industri reksadana, potensi gagal bayar surat utang juga akan memukul pemegang obligasi tersebut seperti perbankan, dana pensiun, dan asuransi.

Sinarmas Asset Management menegaskan bakal bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua produk reksadana yang dipasarkan menyusul penerapan suspensi sementara oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Direktur Sinarmas AM Jamial Salim mengatakan investor tidak perlu khawatir terkait penerapan suspensi terhadap produk reksadana besutan Sinarmas AM. Dia mengungkapkan, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan volatilitas harga obligasi dan membuat likuiditas di pasar ketat.

Hal itu membuat perseroan kesulitan mencapai harga jual yang wajar. Sinarmas AM kemudian melakukan pencatatan harga aset yang lebih konservatif di bawah nilai yang ditetapkan oleh Lembaga Penilaian Harga Efek (LPHE) pada produk Reksadana Danamas Mantap Plus dan Reksadana Simas Syariah Pendapatan Tetap.

“Namun seiring dengan membaiknya pasar, kami telah menyesuaikan harga aset dimaksud serta mengkomunikasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” tulis Jamial dalam keterangan resmi (26/5/2020).

Sinarmas AM telah menerima surat suspensi beli dari OJK tertanggal 20 Mei 2020 dengan nomor S-452/PM.21/2020. Dalam surat tersebut, OJK membekukan pembelian produk reksadana milik perseroan atas pemantauan pada 31 Maret 2020 yang mana Sinarmas AM melakukan penghitungan nilai pasar wajar tidak mengacu pada rentang harga yang ditetapkan oleh LPHE.

Sementara itu, alasan di balik suspensi produk reksadana milik Sinarmas AM ini belum diketahui benar. Sampai saat ini, OJK belum memberikan klarifikasi saat dihubungi Bisnis perihal suspensi tersebut.

Pinjaman Likuiditas Khusus

Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mulai menyiapkan skema pinjaman likuiditas khusus (PLK) bagi bank sistemik. Sesuai dengan Pasal 18 dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2020 yang sudah disetujui menjadi UU oleh DPR RI, bank sistemik dapat mengajukan permohonan PLK kepada Bank Indonesia (BI) bila bank sistemik yang dimaksud telah mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek tetapi masih mengalami kesulitan likuiditas.

Dilansir Bisnis.com, permohonan bank sistemik dikoordinasikan oleh BI bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan meminta penyelenggaraan rapat KSSK. Dalam rapat KSSK tersebut, KSSK membahas dan memutuskan pemberian PLK dengan mempertimbangkan penilaian OJK yang berisi paling sedikit informasi keuangan bank sistemik dan rekomendasi BI dari hasil penilaian OJK.

Dari data Kementerian Keuangan yang diterima Bisnis, syarat tingkat kesehatan dari bank sistemik yang bisa menerima PLK adalah bank sistemik dengan kategori sehat (PK 2). Lebih lanjut, PLK hanya dapat digunakan oleh bank untuk memenuhi kewajiban giro wajib minimum (GWM) dan sebelumnya sudah pernah mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek.

Agunan dari PLK yang diberikan kepada bank sistemik ini bisa berupa SBN, SBI, obligasi korporasi dengan peringkat investment grade, hingga aset kredit lancar.

Perlu dicatat, skema PLK masih belum final karena terdapat aspek-aspek seperti instrumen, jangka waktu, suku bunga, dan mekanisme pengamanan dana yang masih dalam proses pembahasan. Dana ini akan bersumber dari BI dengan penjaminan dari pemerintah. PLK di sini berbeda dengan penempatan dana pemerintah kepada perbankan yang rencananya mencapai Rp87,59 triliun dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Seperti diketahui, penempatan dana pemerintah pada perbankan berfungsi untuk mendukung restrukturisasi kredit UMKM yang disalurkan kepada bank jangkar dan disalurkan lebih lanjut kepada bank pelaksana.

Berbeda dengan PLK, penempatan dana pada perbankan bersumber dari anggaran pemerintah, bukan BI. Skemanya, bank pelaksana perlu menyampaikan proporsal kepada bank jangkar berdasarkan pada restrukturisasi yang akan dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, tenor, dan kondisi likuiditas hingga posisi kepemilikan surat berharga.

"Manajemen dari bank pelaksana harus menjamin kebenaran dan akurasi dari proposal penempatan dana. Kalau bank peserta adalah sekaligus bank pelaksana, maka juga harus menjamin kebenarannya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (18/5/2020).

Bank jangkar melakukan penelitian terhadap proposal bank pelaksana, termasuk lewat verifikasi dan administrasi jaminan. Bank jangkar juga dapat melakukan penagihan dan collection apabila terjadi kredit macet.

Bila proposal telah disetujui, bank peserta bisa mengajukan penempatan dana kepada Kemenkeu dan Kemenkeu meminta hasil assesment OJK mengenai kesehatan bank pelaksana dan jumlah surat berharga yang belum direpokan. Pemerintah baru bisa menempatkan dana kepada bank jankar berdasarkan hasul assesment OJK dan proporal bank jangkar yang memenuhi persyaratan.

Dalam pelaksanaannya, bank pelaksana menggunakan dana dari bank jangkar untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit dan penambahan modal kerja. Dana pemerintah yang ditempatkan pada bank jangkar dijamin oleh LPS. Dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, BI dapat mendebit rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran kembali kepada bank peserta.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyatakan bahwa akan terdapat peningkatan klaim tabungan hari tua pasca Lebaran, seiring adanya gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK Irvansyah Utoh Banja menjelaskan bahwa gelombang PHK itu merupakan dampak dari tekanan perekonomian akibat penyebaran virus corona.

Menurutnya, banyaknya PHK akan disertai oleh klaim saldo Jaminan Hari Tua (JHT) dari peserta BPJAMSOSTEK. Lonjakan klaim itu dinilai dapat dilihat berdasarkan data pada akhir Mei 2020.

"Kita tunggu angka Mei [2020]. Peningkatan pekerja yang di-PHK tersebut secara tidak langsung juga berimbas pada melonjaknya jumlah klaim JHT," ujar Utoh dilansir Bisnis (26/5/2020).

Berdasarkan data BPJAMSOSTEK, jumlah klaim yang diajukan peserta sepanjang tahun berjalan belum mengalami lonjakan. Pengajuan klaim JHT pada 1 Januari 2020–19 Mei 2020 tercatat sebanyak 791.050 klaim. Jumlah tersebut relatif sama dibandingkan dengan jumlah klaim periode Januari–Mei pada tahun-tahun sebelumnya, yakni pada 2017 sebanyak 816.095 klaim, 2018 sebanyak 840.619 klaim, dan 2019 sebanyak 924.460 klaim.
Baca Juga : Pekerja Bukan Penerima Upah Terima Bantuan Sembako BP Jamsostek

Dia menjabarkan lonjakan klaim akan terlihat pada Mei karena peserta bisa melakukan klaim JHT satu bulan setelah menerima PHK. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 60/2015 tentang Jaminan Hari Tua. Gelombang PHK yang diasumsikan mulai terjadi pada April 2020 membuat pengajuan klaim peserta BPJAMSOSTEK akan menanjak pada akhir bulan ini.

"Untuk mengantisipasi hal tersebut, BPJAMSOSTEK melakukan sejumlah persiapan. Tim kami di kantor-kantor cabang sudah berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan peserta terkait proses klaim kolektif, untuk mempermudah proses klaim bagi peserta," ujarnya.

Portofolio Reksadana

Perusahaan manajer investasi kini diwajibkan untuk membuka penempatan aset dengan urutan sepuluh portofolio terbesar. Kewajiban tersebut mendorong transparansi dalam pengelolaan produk investasi kolektif ini.Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Presidium Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari Mulyanto. Dia menyebut, sebelumnya belum ada aturan mengenai tampilan portofolio di dalam fund fact sheet reksadana.

“Sekarang reksa dana wajib publish [menampilkan] kepemilikan 10 efek terbesar,” katanya dilansir Bisnis (26/5/2020).

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut tengah merancang aturan mengenai format penyampaian ringkasan informasi atau fund fact sheet produk reksa dana agar racikan dari fund manager lebih terlihat dari kacamata investor. Dengan demikian, investor pun dapat mengukur risiko investasi dan mempelajari strategi dari fund manager.

APRDI pada akhir tahun lalu mengusulkan supaya beleid tersebut mengatur manajer investasi harus menampilkan setidaknya 5 saham dengan kepemilikan terbesar (top 5 holding) yang menjadi underlying asset produk reksadana.

Prihatmo menjelaskan bahwa praktik yang berlaku umum di industri reksa dana secara internasional adalah manajer investasi menampilkan 5 besar efek yang menjadi aset dasar produk.

Walaupun prosentase tidak dicantumkan, investor setidaknya bisa meyakini bahwa 5 saham yang ditampilkan di dalam fund fact sheet memiliki porsi yang besar sehingga tidak menyebabkan kekeliruan informasi. Prihatmo menuturkan, transparansi pada portofolio produk reksa dana diharapkan membuat investor dapat mengukur risiko investasi.

Aturan tersebut menyusul sejumlah kasus di industri reksa dana belakangan ini. Pada akhir tahun lalu, sejumlah manajer investasi tampaknya berinvestasi pada saham-saham yang terlalu volatil atau bahkan menyalahi aturan dengan menjanjikan imbal hasil reksa dana.

Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) mencatat total aset pada tahun 2019 mencapai Rp2.351,33 triliun. Aset tersebut berasal dari simpanan emas hingga Surat Berharga Negara (SBN) baik dalam denominasi rupiah maupun valuta asing (valas). Dalam laporan tahunan BI yang dikutip CNBC Indonesia, Selasa (26/5/2020), posisi keuangan per 31 Desember tersebut meningkat dibandingkan posisi 31 Desember 2018 yang tercatat Rp2.285,65 triliun.

Adapun aset BI masih didominasi oleh instrumen SBN yang didapatkan melalui pelaksanaan kebijakan moneter selama setahun lalu. Aset dari SBN ini didominasi oleh SBN berbentuk valas.

Aset BI Rp2.285,65 triliun pada tahun lalu tersebut terdiri dari aset emas Rp53,48 triliun yang juga naik dari 2018 yang tercatat Rp46,87 triliun. Kemudian aset SBN Rp2.086,1 triliun atau naik dari tahun 2018 yang sebesar Rp1.981,81 triliun.

Selanjutnya, dari aset tarik tunai khusus dari lembaga keuangan internasional Rp36,58 triliun atau turun dari tahun lalu yang tercatat Rp38,35 triliun. Lalu ada aset dari penagihan kepada bank dan pemerintah Rp140,76 triliun atau turun juga dari 2018 yang tercatat Rp179,95 triliun.

Aset selanjutnya berasal dari non kebijakan seperti penyertaan hingga aset tetap lainnya yang tercatat Rp34,41 triliun. Aset ini turun dibandingkan tahun 2018 yang tercatat Rp38,67 triliun.

Emas Antam

Harga emas batangan bersertifikat Antam keluaran Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun pada hari Rabu (27/5). Mengutip situs Logam Mulia, harga pecahan satu gram emas Antam berada di Rp909.000. Harga emas Antam ini turun Rp8.000 dari harga Selasa (26/5) lalu di Rp917.000.

Dilansir Kontan, harga pembelian kembali atau buyback emas Antam juga turun Rp8.000 dan berada di Rp808.000. Berikut harga emas batangan Antam dalam pecahan lainnya per hari ini dan belum termasuk pajak :
- Harga emas 0,5 gram: Rp484.500
- Harga emas 1 gram: Rp909.000
- Harga emas 5 gram: Rp4.325.000
- Harga emas 10 gram: Rp8.585.000
- Harga emas 25 gram: Rp21.337.000
- Harga emas 50 gram: Rp 42.595.000
- Harga emas 100 gram: Rp85.112.000
- Harga emas 250 gram: Rp212.515.000
- Harga emas 500 gram: Rp424.820.000
- Harga emas 1.000 gram: Rp849.600.000

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua