Berita Hari Ini : Omnibus Law Keuangan Disiapkan, Dampak Jiwasraya Tak Sistemik
Komitmen Irfan di Garuda, 69 bank bermodal di bawah Rp3 T, risiko kredit naik, saham terkait Jiwasraya & Asabri disuspen
Komitmen Irfan di Garuda, 69 bank bermodal di bawah Rp3 T, risiko kredit naik, saham terkait Jiwasraya & Asabri disuspen
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 23 Januari 2020 :
Omnibus Law Sektor Keuangan
Pemerintah tengah menggodok satu lagi Omnibus Law lain di samping Omnibus Law Perpajakan dan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Aturan sapu jagat yang tengah dirumuskan tersebut ialah Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Promo Terbaru di Bareksa
Dilansir Kontan.co.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, RUU tersebut tengah dibahas antarotoritas, terutama dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
RUU itu juga tercantum dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024 pada situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Meski begitu, belum diketahui apa saja substansi dalam Omnibus Law Sektor Keuangan itu.
“Kami masih membahas Omnibus Law-nya. Kita di dalam KSSK akan membentuk tim untuk secara bersama-sama merumuskan apa-apa yang akan kami tuangkan dalam Omnibus Law Sektor Keuangan tersebut,” ujar Sri Mulyani yang juga merupakan Ketua KSSK.
Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin mengatakan beberapa hal yang akan tercakup dalam Omnibus Law untuk sektor keuangan ialah revisi Undang-Undang (UU) LPS terkait penjaminan asuransi. Perubahan dalam aturan itu sejalan dengan kasus yang membelit perusahaan-perusahaan asuransi saat ini. Aturan terkait teknologi keuangan (fintech) dan pengawasannya bakal menjadi salah satu poin yang kemungkinan dibahas dan diatur dalam Omnibus Law Sektor Keuangan. Jika tidak, aturan fintech hanya akan masuk dalam pembahasan revisi UU OJK.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA)
Direktur Utama baru PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), Irfan Setiaputra, menegaskan komitmennya untuk memberantas kartel dalam industri penerbangan Indonesia.
"Saya tidak mengajak orang berantem, saya hanya menawarkan serta mempromosikan jasa dan pelayanan maskapai Garuda Indonesia. Ini merupakan kompetisi yang sehat kan," ujar Irfan Setiaputra di Jakarta, Rabu 22 Januari 2020 malam dilansir Tempo.co.
Menurut Irfan Garuda siap berkolaborasi dengan maskapai lokal lain tanpa menciptakan kartel. "Saya bukan orang yang setuju dengan adanya kartel," ia menegaskan. Irfan Setiaputra mengatakan jika kompetisi semata-mata diartikan sebagai kompetisi nantinya akan saling memakan satu sama lain.
Ia khawatir, akibat kompetisi yang begitu ketat timbulnya komoditisasi di jasa penerbangan ini. "Nantinya semua penumpang hanya melihat harga yang rendah terus naik," ujar dia.
Padahal, ia melanjutkan, menggunakan atau membeli jasa penerbangan itu bukan seperti membeli teh atau casing HP. Di balik ini, ada keamanan pelayanan dan berbagai hal lainnya. "Hubungan dengan maskapai lain ini kita berkompetisi saja, tapi kemudian di banyak sisi mestinya kita bisa kerja sama," kata Irfan Setiaputra.
Irfan Setiaputra baru saja ditetapkan sebagai Direktur Utama baru Garuda Indonesia dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa atau RUPSLB yang digelar pada Rabu 22 Januari 2020 siang. RUPSLB ini dihadiri/diwakili oleh pemegang 23,38 miliar lembar saham atau 90,34 persen dari keseluruhan pemegang saham Garuda Indonesia.
Susunan komisaris dan direksi Garuda Indonesia saat ini yakni Komisaris Utama : Triawan Munaf; Wakil Komisaris Utama : Chairal Tanjung; Komisaris Independen : Yenny Wahid; Komisaris Independen : Elisa Lumbantoruan; dan Komisaris : Peter F Gontha.
Jajaran direksi yakni Direktur Utama : Irfan Setiaputra; Wakil Direktur Utama : Dony Oskaria; Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko : Fuad Rizal; Direktur Operasi : Tumpal Manumpak Hutapea; Direktur Human Capital : Aryaperwira Adileksana; Direktur Teknik : Rahmat Hanafi; Direktur Layanan, Pengembangan Usaha, dan IT : Ade R. Susardi; serta Direktur Niaga dan Kargo : M. Rizal Pahlevi.
Jiwasraya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kasus gagal bayar yang menimpa Asuransi Jiwasraya belum tentu memiliki dampak sistemik. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan risiko sistemik pada industri keuangan non-bank (IKNB) bergantung pada ukurannya. Dengan kata lain, OJK berpandangan ukuran asuransi Jiwasraya masih belum cukup memberi dampak sistemik pada industri maupun sistem keuangan.
“Sistemik [atau] non-sistemik indikatornya ya kalau tadi apakah bisa menimbulkan dampak keseluruhan ini size-nya. Khususnya kalau ukurannya besar otomatis kemungkinan bisa menimbulkan dampak itu,” ucap Wimboh dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Rabu (22/1/2020) dilansir Tirto.id.
Klaim bahwa Jiwasraya menimbulkan dampak sistemik ini sempat diucapkan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna pada Rabu (8/1/2020) lalu. Menurutnya kasus ini memiliki skala besar, sehingga berisiko sistemik. Belakangan Komisi XI juga meributkan risiko serupa saat mereka akan membentuk panitia kerja atau panitia khusus bagi Jiwasraya.
Wimboh menyatakan peran ukuran di sini akan memberi gambaran perusahaan itu memiliki keterkaitan dengan korporasi dan industri lainnya. Semakin terkait maka potensi rembetan dan menularnya 'penyakit' yang diderita perusahaan itu maka risiko sistemik dengan sendirinya semakin besar. Sementara itu, ada keterbatasan definisi sistemik yang bisa ditangani pemerintah.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) hanya mengenal risiko sistemik bagi perbankan saja. Terutama bank sistemik dengan klasifikasi dari sisi ukuran aset modal dan kewajiban, luas jaringan, kompleksitas transaksi dan keterkaitan dengan sektor keuangan lain Hal ini sesuai UU No. 29 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyadari berbicara stabilitas sistem keuangan juga mencangkup IKNB. Dengan demikian, memang masih ada kekurangan definisi bagi industri lain selain perbankan yang sudah dipastikan berdampak sistemik. “Ciri-ciri ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan. Lembaga jasa keuangan spesifik memang ditujukan kepada bank,” ujar Sri Mulyani yang juga adalah Ketua KSSK.
Di sisi lain, Jaksa Agung Sianitar Burhanuddin menyebut ada kemungkinan perusahaan manajemen investasi terlibat dalam kasus dugaan korupsi di Jiwasraya. Dia mengatakan masih terus melakukan pengembangan dan penyelidikan kasus yang disebut-sebut merugikan hingga triliunan rupiah itu. "(Peluang manajemen investasi terlibat) ya kalau peluang pasti ada," katanya dikutip CNNIndonesia.com.
Saat ini Kejagug sedang meminta Otoritas Jasa Keuangan memberikan data-data yang berhubungan dengan perusahaan Jiwasraya. Namun terkait pemanggilan karena diduga ada keterlibatan pihak OJK, Burhanuddin belum bisa memastikan hal itu. "Sementara ini kita masih minta kepada OJK untuk kemarin kan data-data. Belum tersentuh ke situ. Biar membantu saya dulu," katanya.
Skandal Jiwasraya mencuat setelah perusahaan gagal membayar klaim polis nasabah senilai Rp802 miliar pada Oktober 2018 lalu akibat persoalan likuiditas. Per September 2019, manajemen Jiwasraya menyebut ekuitas perseroan negatif sebesar Rp23,92 triliun. Kewajiban atau liabilitas perseroan mencapai Rp49,6 triliun, sedangkan asetnya hanya Rp25,68 triliun.
Akibatnya, klaim gagal bayar perseroan membengkak hingga Rp12,4 triliun pada tahun lalu. Kasus Jiwasraya sementara itu masih ditangani Kejagung. Beberapa mantan petinggi Jiwasraya telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini bermula dari laporan Menteri Badan Usaha Milik Negara periode lalu. Laporan itu teregister dalam nomor SR-789/MBU/10/2019 tanggal 17 Oktober 2019 perihal dugaan Fraud di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Dalam hal ini, Kejaksaan Agung memperkirakan potensi kerugian negara Rp13,7 Triliun akibat kasus yang menjerat asuransi pelat merah tersebut.
Kejaksaan Agung pun telah melakukan pencegahan dan penangkalan dari dan keluar negeri terhadap 10 nama. Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengonfirmasi mereka yang dicegah, yakni Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, Asmawi Syam, Getta Leonardo Arisanto, Eldin Rizal Nasution, Muhammad Zamkhani, Djonny Wiguna, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan De Yong Adrian.
Kejaksaan Agung juga telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini yakni Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Persero Hary Prasetyo, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, dan mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim.
Modal Minimum Perbankan
Beleid peningkatan modal minimum Rp3 triliun pada 2022 bagi bank segera dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lebih dari setengah total jumlah bank di Tanah Air mesti mematuhi ketentuan ini. Dari 110 bank umum yang beroperasi di Indonesia kini, 69 bank tercatat masih bermodal inti di bawah Rp3 triliun.
Meski tak mudah, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyatakan peningkatan modal berfaedah untuk mendorong konsolidasi perbankan nasional. “Dorongan konsolidasi sebenarnya telah ada sejak 2004, namun dirasa tidak efektif. Kini dengan persaingan dan kebutuhan konsolidasi jadi hal yang mendesak bagi industri perbankan,” katanya di Jakarta, Rabu (22/1) dilansir Kontan.co.id.
Ia mencontohkan, mulai tahun ini misalnya dengan implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 bank jelas butuh modal lebih besar guna membentuk pencadangan di awal tahun. Belum lagi pertumbuhan kinerja penghimpunan dana dan penyaluran kredit perbankan kini juga tercatat stagnan. Yang diakui atau tidak terdisrupsi kehadiran teknologi finansial (fintech), baik di sektor penyaluran kredit oleh fintech pembiayaan, atau penghimpunan dana oleh fintech pembayaran.
“Dari studi OJK, untuk punya daya saing, bank sebenarya butuh modal minimum hingga Rp11 triliun. Namun, jika ini diterapkan ada 94 bank yang harus memenuhi ketentuan ini,” lanjutnya.
Peningkatan modal menjadi Rp3 triliun pada 2022 direncanakan OJK bakal dilakukan bertahap mulai tahun ini dengan minimum Rp1 triliun, kemudian tahun depan minimum Rp2 triliun. Meskipun ada kelonggaran bagi bank daerah. Mereka baru diwajibkan memenuhi ketentuan modal minimum Rp3 triliun pada 2024. Maklum, dari 27 bank daerah di Tanah Air, 17 di antaranya masih bermodal di bawah Rp3 triliun.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Risiko kredit atau loan at risk (LAR) industri perbankan beberapa bulan terakhir terbilang stagnan pada kisaran 10 persen. Namun hingga akhir tahun ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan beberapa sektor akan mengalami kenaikan. Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan ekonomi domestik belum terlalu kuat akan memicu sejumlah bank melakukan restrukturisasi.
“Seperti manufacturing, tapi manufacturing ini kan luas ya. Tidak semua mengalami kenaikan,” katanya di Jakarta, Rabu (22/1/2020) dilansir Bisnis.com.
Selanjutnya Ilham juga menjelaskan bahwa dari sisi ekspor, risiko kredit mengalami perbaikan. Namun tidak semua eksportir mengalami hal demikian. “Jadi ini [risiko] masih mix, kami belum tahu persis arahnya ke mana,” tambahnya.
Loan at risk (LAR) merupakan indikator risiko gagal bayar atas kredit yang telah disalurkan. Termasuk di dalamnya adalah kredit kolektibilitas satu yang telah direstrukturisasi dan juga kolekbitilitas 2 atau dalam perhatian khusus, hingga kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Berdasarkan catatan LPS, LAR perbankan sebelum 2015 berada pada kisaran 7 persen. Kenaikan mulai terjadi sejak kuartal I 2015 di mana risiko kredit terhadap total portofolio penyaluran dana oleh bank naik menjadi 8,6 persen. Hingga akhirnya pada tahun lalu stabil pada kisaran 10 persen.
Pun demikian rasio NPL merangkak naik pada tahun lalu. Per kuartal III 2019, rasio NPL menyentuh titik tertinggi sepanjang tahun lalu yakni 2,66 persen. Namun pada penghujung 2019 turun menjadi 2,5 persen. Kendati membaik, capaian kredit bermasalah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan terpaut jauh dengan kondisi periode 2013 dan 2014.
Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat untuk melakukan penghentian sementara perdagangan lima saham emiten. Langkah itu dilakukan guna menjaga stabilitas pergerakan pasar modal di Indonesia.
Dalam pengumuman bursa, kelima saham itu adalah saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP), PT Hanson Internasional Tbk (MYRX), PT SMR Utama Tbk (SMRU) dan PT Trada Alam Mineral (TRAM).
"Penghentian dilakukan pada seluruh pasar sejak sesi satu perdagangan efek pada Kamis, 23 Januari 2020 hingga pengumuman bursa lebih lanjut," kata pengumuman dilansir Medcom.id (23/1/2020).
Bursa Efek menjelaskan, suspensi kelima saham ini dilakukan dalam menjaga perdagangan efek yang teratur, wajar, dan efisien serta merujuk pada surat yang dikeluarkan OJK No.SR-11/PM.21/2020 tanggal 22 Januari 2020 perihal Perintah Penghentian Sementara Perdagangan Efek.
Bursa dan OJK menegaskan pembukaan suspensi terhadap efek-efek saham itu dapat dipertimbangkan apabila perusahaan tercatat telah memenuhi kewajiban kepada BEI dan pihak OJK telah memerintahkan pembukaan suspensi atas efek-efek tersebut.
Sebagian dari lima saham yang disuspensi tersebut merupakan saham diduga gorengan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) (Persero).
Dua perusahaan asuransi pelat merah tersebut dinilai salah menempatkan portofolio investasinya. Jiwasraya menempatkan portofolio ke saham MYRX, SMRU, dan TRAM. Sedangkan ASABRI menempatkan saham ke IIKP dan MYRX. (*)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,82 | 0,23% | 4,09% | 7,79% | 8,03% | 19,38% | 38,35% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,66 | 0,21% | 4,11% | 7,21% | 7,45% | 2,88% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,69 | 0,58% | 3,99% | 7,68% | 7,82% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,91 | 0,57% | 3,86% | 7,26% | 7,40% | 17,49% | 40,87% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.289,21 | 0,83% | 4,10% | 7,42% | 7,55% | 19,87% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.