BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Sri Mulyani Ungkap 10 Poin Penting Kajian Reformasi Sistem Keuangan

05 September 2020
Tags:
Sri Mulyani Ungkap 10 Poin Penting Kajian Reformasi Sistem Keuangan
Menkeu Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (24/6/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Pemerintah tengah mengodok Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan

Bareksa.com - Pemerintah tengah mengodok Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan di tengah krisis Covid-19. Perppu ini dibuat dalam rangka mengantisipasi dampak Covid-19 ini terhadap masyarakat yang dapat berimplikasi ke keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pandemi Covid-19 telah menimbulkan tekanan luar biasa terhadap perekonomian dan sektor keuangan. Karena itu, stabilitas sistem keuangan perlu untuk terus dijaga guna mengantisipasi dampak berat akibat tekanan pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung.

"Landasan dan proses penanganan permasalahan bank dan lembaga keuangan non-bank terus diperbaiki melalui mekanisme kerja sama antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan LPS yang makin intensif," ujar Sri Mulyani dalam keterangannya (4/9/2020).

Promo Terbaru di Bareksa

Sri Mulyani sebelumnya mengungkapkan pemerintah tengah mengodok Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan di tengah krisis Covid-19. Perppu ini dibuat dalam rangka mengantisipasi dampak Covid-19 ini terhadap masyarakat yang dapat berimplikasi ke keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.

Apa saja poin penting dalam kajian reformasi sistem keuangan? Berikut ulasannya.

Pertama, krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 dan krisis keuangan global 2008 menjadi pengalaman berharga bagi Indonesia dan melahirkan langkah pembenahan dan reformasi sistem keuangan agar menjadi lebih stabil, berdaya tahan, efisien, inklusif dan tumbuh secara berkelanjutan.

"Amandemen UU BI dan penerbitan UU LPS dilakukan pasca krisis 97-98, sedangkan UU OJK dan UU Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) diterbitkan pasca krisis tahun 2008," ungkap Sri Mulyani.

Kedua. pelajaran penting dari situasi krisis sebelum ini guna menghadapi kondisi luar biasa akibat Covid-19 adalah kondisi tekanan akibat krisis yang memunculkan potensi permasalahan di sistem keuangan, yang harus diwaspadai dan dideteksi secara dini.

"Meskipun beberapa tahun terakhir, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, OJK dan LPS telah melakukan simulasi krisis atau stress test dan telah mendeteksi beberapa isu dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Namun langkah pembenahannya masih terkendala akibat kerja sama, kesamaan pandangan dan kepentingan antar lembaga yang masih perlu dibangun dan ditingkatkan, juga karena landasan hukum yang tidak terpadu," ujar Sri Mulyani.

Ketiga, pandemi Covid-19 telah menimbulkan tekanan luar biasa terhadap perekonomian dan sektor keuangan. Stabilitas sistem keuangan perlu untuk terus dijaga guna mengantisipasi dampak berat akibat tekanan pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung. Landasan dan proses penanganan permasalahan bank dan lembaga keuangan non-bank terus diperbaiki melalui mekanisme kerjasama antara Pemerintah, BI, OJK, dan LPS yang makin intensif.

"Koordinasi kebijakan oleh lembaga anggota KSSK dan para pemangku kepentingan lainnya sejauh ini berhasil menjaga agar permasalahan di sektor keuangan tidak menimbulkan dampak terlalu besar," Sri Mulyani menjelaskan.

Keempat, kendala kerangka dan landasan hukum yang tidak lengkap, tidak sinkron dan kurang handal dalam menangani berbagai kemungkinan persoalan perbankan dan lembaga keuangan bukan bank berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan. Karena itu, langkah kajian perbaikan penanganan masalah sektor keuangan serta penguatan kerangka kerja stabilitas sistem keuangan perlu dilakukan secara teliti dan hati-hati.

Menurut Sri Mulyani, fokus dan tujuan kajian ini adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dalam mendukung pemulihan ekonomi. "Jadi kita terus siap siaga menghadapi seluruh kemungkinan akibat pandemi Covid-19," kata Sri Mulyani.

Kelima, pemerintah tengah melakukan kajian untuk penguatan kerangka kerja stabilitas sistem keuangan agar langkah penanganan permasalahan di lembaga jasa keuangan maupun pasar keuangan dapat ditangani dengan lebih efektif dan dapat diandalkan (reliable). Sri Mulyani menyatakan kajian ini disusun dengan mempertimbangkan perkembangan sektor keuangan saat ini dan asesmen forward looking, termasuk merujuk pada hasil evaluasi simulasi pencegahan dan penanganan krisis yang dilakukan secara berkala oleh KSSK.

Usulan penguatan di dalam kajian tersebut antara lain :

- Penguatan di sisi basis data dan informasi terintegrasi antar lembaga, termasuk koordinasi antar lembaga dalam pengkinian, rekonsiliasi, serta verifikasi secara lebih intens. Strategi ini juga sebagai bentuk mekanisme check and balances antar lembaga. "Basis data dan informasi tersebut mendukung lembaga dalam melakukan analisis/identifikasi potensi permasalahan di sektor jasa keuangan secara lebih akurat dan lebih dini," ujar Sri Mulyani.

- Apabila ditemukan indikasi permasalahan, maka akan dilakukan pemeriksaan dan evaluasi bersama yang akan menjadi dasar bagi lembaga untuk menentukan langkah antisipatif penanganan permasalahan berikutnya. Pemeriksaan dan evaluasi bersama tersebut dibarengi dengan penguatan koordinasi antar pengawas sektor keuangan untuk mengawasi dan melakukan penegakan peraturan yang bersifat koordinatif baik antar sektor maupun antar instrumen.

"Terkait penguatan koordinasi sedang dikaji penguatan sektor keuangan secara terintegrasi termasuk pengintegrasian pengaturan mikro-makro prudensial.
Indonesia pernah menerapkan sistem dimana otoritas pengawas bank dan otoritas moneter berada dalam satu atap, serta sistem yang terpisah seperti saat ini. Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dikaji secara lebih hati-hati dalam rangka memperkuat sistem pengawasan perbankan," dia mengungkapkan.

- Penguatan juga dilakukan di sisi instrumen yang dapat digunakan oleh perbankan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Saat ini sedang dikaji penyederhanaan persyaratan instrumen likuiditas bagi perbankan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas bank yang membutuhkan dukungan likuiditas, misalnya pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) dan pembiayaan likuiditas jangka pendek syariah (PLJPS) oleh Bank Indonesia sebagai lender of the last resort.

- Penguatan juga dilakukan di sisi peran LPS, dari sebelumnya sebatas fungsi loss minimizer menjadi risk minimizer. Dalam hal ini LPS dapat melakukan early intervention, termasuk dengan penempatan dana.

- Penguatan dari sisi pengambilan keputusan, kata Sri Mulyani juga menjadi bagian dari bahan kajian, yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan memperkuat keyakinan bagi anggota KSSK dalam mengambil keputusan. Dengan penguatan tersebut diharapkan perangkat kebijakan dan instrumen yang dimiliki dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi dan menangani permasalahan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.

Keenam, mengenai revisi UU tentang Bank Indonesia yang merupakan inisiatif DPR, kata Sri Mulyani, pemerintah belum membahas hingga saat ini. Penjelasan Presiden Joko Widodo yang merupakan posisi pemerintah sudah jelas, yakni kebijakan moneter harus tetap kredibel, efektif dan independent.

Bank Indonesia dan pemerintah, menurut Sri Mulyani, bersama-sama menjaga stabilitas dan kepercayaan ekonomi untuk memajukan kesejahteraan rakyat demi kemakmuran dan keadilan yang berkesinambungan.

"Pemerintah berpandangan bahwa penataan dan penguatan sistem keuangan harus mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola (governance) yang baik, pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga secara jelas, serta mekanisme check and balances yang memadai," ujarnya.

Ketujuh, pemerintah menegaskan komitmen pengelolaan kebijakan fiskal yang prudent, yang terlihat dalam penyusunan RAPBN tahun 2021 dan tetap dilanjutkan dalam rangka pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Sehubungan dengan kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit APBN, Sri Mulyani menyatakan strategi pembiayaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang disusun berlandaskan pada prinsip untuk tetap menjaga posisi BI selaku otoritas moneter serta Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal.

Kedelapan, mengenai burden sharing antara pemerintah dengan BI dalam menghadapi situasi dan kondisi luar biasa (extraordinary) akibat Covid-19, ada dua jenis burden sharing yang telah disepakati dan dijelaskan oleh Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang juga sudah disepakati dalam pembahasan dengan DPR (Komisi XI dan Badan Anggaran).

Pertama, untuk menangani kondisi dampak pandemik Covid-19 yang luar biasa pada 2020, pemerintah dan BI bersepakat membagi beban untuk belanja bidang kesehatan, bantuan sosial, serta belanja mendukung pemulihan daerah dan sektoral. Belanja tersebut akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang tidak melalui lelang (pasar), namun langsung dibeli oleh BI (private placement) dengan beban bunga pemerintah adalah nol persen. Mekanisme extraordinary ini adalah untuk situasi luar biasa dan hanya dilakukan satu kali saja yaitu tahun 2020.

Kesembilan, burden sharing jenis kedua ialah BI bertindak sebagai pembeli siaga (stand by buyer) dalam lelang SBN melalui pasar perdana. Hal ini dilakukan sesuai UU 2/2020 yaitu sampai 2022.

"Dengan demikian, pemerintah dan BI tetap menjaga disiplin kebijakan fiskal dan moneter, serta menjaga mekanisme pasar yang kredibel dan menjaga kepercayaan para investor pada instrumen Surat Berharga Negara," ungkap Sri Mulyani.

Kesepuluh, pemerintah tetap fokus dalam memusatkan perhatian pada penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi serta menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menggunakan seluruh instrumen dan kebijakan fiskal dan kebijakan-kebijakan struktural lainnya yang dilakukan secara akuntabel, efektif dan transparan dalam menghadapi tantangan extraordinary akibat covid-19.

***

Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,58%
Up4,31%
Up7,57%
Up8,73%
Up19,20%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,44%
Up4,48%
Up7,05%
Up7,51%
Up2,61%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,97%
Up7,04%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,13

Up0,53%
Up3,89%
Up6,64%
Up7,38%
Up16,99%
Up40,43%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,87%
Up6,51%
Up7,19%
Up20,23%
Up35,64%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua