BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Pandangan BI Terkait Perkembangan Ekonomi Global dan Domestik Terkini

17 Juli 2020
Tags:
Pandangan BI Terkait Perkembangan Ekonomi Global dan Domestik Terkini
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan sambutan pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2018 di Jakarta, Selasa (27/11/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari dampak meluasnya penyebaran Covid-19 terus dicermati

Bareksa.com - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Onny Widjanarko dalam keterangannya (16/7/2020) menyampaikan perkembangan ekonomi terkini baik global maupun dalam negeri serta sikap BI, antara lain:

Pertama, kontraksi perekonomian global berlanjut dan pemulihan ekonomi dunia lebih lama dari prakiraan sebelumnya.

Penyebaran Covid-19 yang kembali meningkat di beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Brazil, dan India, memengaruhi perkembangan ini. Selain itu, mobilitas pelaku ekonomi yang belum kembali normal sejalan penerapan protokol kesehatan turut menahan aktivitas ekonomi.

Promo Terbaru di Bareksa

Perkembangan ini menyebabkan efektivitas berbagai stimulus kebijakan yang ditempuh dalam mendorong pemulihan ekonomi di banyak negara maju dan negara berkembang termasuk Tiongkok, menjadi terbatas. Sejumlah indikator ekonomi global menunjukkan permintaan yang lebih lemah, ekspektasi pelaku ekonomi yang masih rendah, serta permintaan ekspor yang tertahan sampai Juni 2020.

Sejalan dengan permintaan global yang lebih lemah tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga lebih rendah dari perkiraan semula dan menurunkan tekanan inflasi global. Lambatnya pemulihan ekonomi dunia serta kembali meningkatnya tensi geopolitik AS-China menaikkan ketidakpastian pasar keuangan global.

"Perkembangan ini akhirnya menahan berlanjutnya aliran modal ke negara berkembang dan kembali menekan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia," ungkap Onny.

Kedua, pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II 2020 diperkirakan mengalami kontraksi, dengan level terendah tercatat pada Mei 2020.

Perkembangan ini dipengaruhi oleh kontraksi ekonomi domestik pada April-Mei 2020 sejalan dengan dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 yang mengurangi aktivitas ekonomi.

Perkembangan terkini Juni 2020 menunjukkan perekonomian mulai membaik seiring relaksasi PSBB, meskipun belum kembali kepada level sebelum pandemi Covid-19. Beberapa indikator dini permintaan domestik menunjukkan perkembangan positif ini seperti tercermin pada penjualan ritel, Purchasing Manager Index, ekspektasi konsumen, dan berbagai indikator domestik lain, yang mulai meningkat. Kinerja ekspor Juni 2020 pada beberapa komoditas seperti besi dan baja juga membaik seiring peningkatan permintaan dari Tiongkok untuk proyek infrastruktur.

Ke depan, menurut BI, akselerasi pemulihan ekonomi domestik diharapkan dapat membaik dengan kecepatan penyerapan stimulus fiskal, keberhasilan restrukturisasi kredit dan korporasi, pemanfaatan digitalisasi dalam kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan UMKM, serta efektivitas implementasi protokol kesehatan COVID-19 di era kenormalan baru. "BI melalui bauran kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi," tulis Onny.

Ketiga, ketahanan sektor eksternal ekonomi Indonesia tetap baik.

Defisit transaksi berjalan triwulan II 2020 diprakirakan tetap rendah dipengaruhi dengan membaiknya neraca perdagangan sejalan penurunan impor akibat melemahnya permintaan domestik. Data sampai Juni 2020 menunjukkan neraca perdagangan triwulan II 2020 mencatat surplus US$2,9 miliar, meningkat dari surplus triwulan sebelumnya sebesar US$2,6 miliar.

Sementara itu, aliran modal asing dalam bentuk investasi portofolio pada triwulan II 2020 mencatat net inflows sebesar US$10,2 miliar. "Bank Indonesia memprakirakan aliran masuk modal asing kembali berlanjut, meskipun pada awal Juli 2020 sempat menurun akibat kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global," kata Onny.

Prospek berlanjutnya, aliran masuk modal asing dipengaruhi besarnya likuiditas global sejalan pelonggaran kebijakan moneter negara maju serta tingginya daya tarik aset keuangan domestik dan tetap terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2020 meningkat menjadi US$131,7 miliar, setara pembiayaan 8,4 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Keempat, nilai tukar rupiah tetap terkendali sesuai dengan fundamental.

Rupiah secara point to point pada triwulan II 2020 mengalami apresiasi 14,42 persen dipengaruhi aliran masuk modal asing yang cukup besar pada Mei dan Juni 2020, meskipun secara rerata mencatat depresiasi 4,53 persen akibat level yang masih lemah pada April 2020.

Pada awal Juli 2020, Rupiah dan mata uang regional sedikit tertekan seiring ketidakpastian global, termasuk akibat kembali meningkatnya risiko geopolitik AS-China. Hingga 15 Juli 2020, Rupiah terdepresiasi 2,28 persen baik secara point to point maupun secara rerata dibandingkan dengan level Juni 2020. Dibandingkan dengan level akhir 2019, Rupiah terdepresiasi 4,83 persen (ytd).

"Ke depan, BI memandang nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued didukung inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah, imbal hasil aset keuangan domestik yang kompetitif, dan premi risiko Indonesia yang mulai menurun. Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, BI terus menjaga ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas dan memastikan bekerjanya mekanisme pasar," jelas Onny.

Kelima, inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian.

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2020 tercatat 0,18 persen (mtm) atau 1,96 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,19 persen (yoy). Dengan perkembangan ini, inflasi IHK sampai Juni 2020 tercatat masih rendah yakni 1,09 persen (ytd).

Berdasarkan komponennya, inflasi inti menurun dipengaruhi melambatnya permintaan domestik dan konsistennya Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi sesuai target. Inflasi kelompok volatile food secara tahunan masih menurun di tengah memadainya pasokan dan kelancaran distribusi komoditas pokok.

Sementara itu, inflasi kelompok administered prices kembali naik, terutama disebabkan meningkatnya tarif aneka angkutan setelah relaksasi aturan pembatasan operasional angkutan umum pada awal Juni 2020.

"Ke depan, BI tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengendalikan inflasi tetap rendah dalam sasarannya sebesar 3 persen plus minus 1 persen pada 2020 dan 2021," ungkap Onny.

Keenam, kondisi likuiditas dan suku bunga pasar uang tetap memadai ditopang strategi operasi moneter BI.

Hingga 14 Juli 2020, BI telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar Rp633,24 triliun, termasuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp462,4 triliun. Longgarnya kondisi likuiditas tercermin pada rendahnya suku bunga PUAB, yaitu di sekitar 4 persen pada Juni 2020, serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap besar yakni 24,33 persen pada Mei 2020.

Likuiditas yang memadai serta penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) berkontribusi menurunkan suku bunga perbankan. Sejalan dengan penurunan suku bunga PUAB, rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Juni 2020 menurun dari 5,85 persen dan 9,60 persen pada Mei 2020 menjadi 5,74 persen dan 9,48 persen.

Pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Mei 2020 juga meningkat menjadi 9,7 persen (yoy) dan 10,4 persen (yoy). Ekspansi moneter BI yang sementara ini masih tertahan di perbankan diharapkan dapat lebih efektif mendorong pemulihan ekonomi nasional dengan percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan.

Ketujuh, sinergi ekspansi moneter BI diperkuat dengan akselerasi stimulus fiskal pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Sinergi tersebut termasuk peran BI untuk pendanaan APBN 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana, baik berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung (private placement) sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia masing-masing tanggal 16 April 2020 dan 7 Juli 2020.

Sinergi kebijakan moneter dan fiskal tersebut sebagai bagian upaya bersama untuk mempercepat implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi. Sampai dengan 14 Juli 2020, BI telah membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp36,69 triliun melalui skema lelang utama, Greenshoe option dan Private Placement.

"Dengan partisipasi BI dalam pembelian SBN dari pasar perdana tersebut, pemerintah dapat lebih fokus pada akselerasi realisasi APBN hingga dapat segera memulihkan perekonomian nasional. Ke depan, BI terus memastikan kecukupan likuiditas dan berkomitmen mendukung pendanaan APBN 2020 sebagai bagian dari upaya mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional," kata Onny.

Kedelapan, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari dampak meluasnya penyebaran Covid-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati.

Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Mei 2020 tetap tinggi yakni 22,14 persen, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3 persen (bruto) dan 1,17 persen (neto).

Namun demikian, penyaluran kredit/pembiayaan dari sektor keuangan masih terbatas karena masih lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian perbankan akibat masih berlanjutnya pandemi Covid-19. Pertumbuhan kredit pada Mei 2020 tercatat 3,09 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan April 2020 sebesar 5,73 persen.

Perkembangan restrukturisasi kredit di masa pandemi Covid-19 yang diprakirakan sudah mencapai puncaknya pada April 2020 dan pelaksanaan pogram penjaminan pemerintah untuk kredit UMKM dalam rangka pemulihan ekonomi nasional diharapkan dapat mendorong pemulihan kinerja intermediasi. Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit yakni sebesar 8,89 persen (yoy).

"Ke depan, BI tetap menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif sejalan dengan bauran kebijakan yang telah diambil sebelumnya serta bauran kebijakan nasional, termasuk berbagai upaya untuk memitigasi risiko di sektor keuangan akibat penyebaran Covid-19," jelas Onny.

Kesembilan, kelancaran sistem pembayaran, baik tunai maupun nontunai, tetap terjaga.

Pertumbuhan Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Juni 2020 tercatat 2,34 persen (yoy) sehingga menjadi sebesar Rp744,9 triliun. Perkembangan UYD yang masih terbatas ini dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas ekonomi pada triwulan II 2020. Sejalan dengan kondisi itu, transaksi nontunai menggunakan ATM, Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) pada Mei 2020 mengalami penurunan 24,46 persen (yoy).

Namun bila dipilah lebih rinci, transaksi UE dan volume transaksi digital banking pada Mei 2020 tumbuh cukup tinggi masing-masing 17,31 persen (yoy) dan 30,33 persen (yoy). Demikian pula, elektronifikasi penyaluran program bantuan sosial Pemerintah Pusat dan elektronifikasi transaksi keuangan Pemerintah Daerah berkembang pesat sejalan dengan program digitalisasi sistem pembayaran Bank Indonesia.

Perkembangan positif ini menunjukkan akseptasi transaksi ekonomi dan keuangan masyarakat secara digital semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19. "Ke depan, BI terus mempercepat implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 untuk mendukung aktivitas ekonomi dan keuangan digital di era kenormalan baru, mendorong pemulihan ekonomi nasional, serta mempercepat inklusi ekonomi dan keuangan," jelas Onny.

Ia melanjutkan, BI juga akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dan otoritas terkait, untuk mendukung penyaluran bantuan sosial nontunai dalam rangka pemulihan ekonomi.

(AM)

***

Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua