BI : Suku Bunga Acuan Tetap 4,5 Persen, Arus Modal Asing Terus Masuk
Sampai 18 Mei 2020, rupiah menguat 5,1 persen secara rerata dan 0,17 persen secara point to point
Sampai 18 Mei 2020, rupiah menguat 5,1 persen secara rerata dan 0,17 persen secara point to point
Bareksa.com - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar pada 18-19 Mei 2020, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4,50 persen, suku bunga deposit facility sebesar 3,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 5,25 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Onny Widjanarko dalam laman resmi BI mengatakan keputusan BI itu mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun BI melihat adanya ruang penurunan suku bunga seiring rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama pada tahun 2020.
"BI juga terus memperkuat bauran kebijakan yang diarahkan untuk memitigasi risiko penyebaran COVID-19, menjaga stabilitas pasar uang dan sistem keuangan, serta bersinergi dengan pemerintah dan otoritas terkait dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional," kata Onny.
Promo Terbaru di Bareksa
Menurut Onny saat ini ketahanan sektor eksternal ekonomi Indonesia tetap baik. Defisit transaksi berjalan triwulan I 2020 menurun menjadi di bawah 1,5 persen PDB dari 2,8 persen PDB pada triwulan IV 2019. Kondisi ini dipengaruhi menurunnya impor sejalan melambatnya permintaan domestik, sehingga meminimalkan dampak berkurangnya ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial mengalami penurunan signifikan karena besarnya aliran modal keluar akibat kepanikan pasar keuangan global terhadap pandemi Covid-19. Aliran masuk modal asing kembali membaik mulai April 2020 didorong meredanya ketidakpastian pasar keuangan global serta tingginya daya saing aset keuangan domestik dan tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia.
Investasi portofolio sejak April 2020 hingga 14 Mei 2020 mencatat net inflow US$4,1 miliar, setelah pada triwulan I 2020 mencatat net outflow US$5,7 miliar.
Posisi cadangan devisa akhir April 2020 meningkat menjadi US$127,9 miliar, setara pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI menilai posisi cadangan devisa ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
"BI memperkirakan defisit transaksi berjalan 2020 menurun menjadi di bawah 2 persen PDB, dari prakiraan sebelumnya 2,5 persen-3 persen PDB," ujar Onny.
Nilai tukar rupiah menguat seiring dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan terjaganya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Setelah menguat pada April 2020, rupiah pada bulan Mei 2020 kembali mengalami apresiasi.
Sampai 18 Mei 2020, rupiah menguat 5,1 persen secara rerata dan 0,17 persen secara point to point dibandingkan dengan level akhir April 2020. Namun demikian, rupiah masih mencatat depresiasi sekitar 6,52 persen dibandingkan dengan level akhir 2019 akibat depresiasi yang dalam pada Maret 2020.
Penguatan rupiah didorong oleh aliran masuk modal asing dan besarnya pasokan valas dari pelaku domestik. BI memandang level nilai tukar rupiah dewasa ini secara fundamental tercatat undervalued sehingga berpotensi terus menguat dan mendukung pemulihan ekonomi. Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, BI terus mengoptimalkan operasi moneter guna memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas.
Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi IHK pada April 2020 tercatat 0,08 persen (mtm), lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,10 persen (mtm). Inflasi yang rendah dipengaruhi oleh melemahnya permintaan sejalan dengan dampak Covid-19 serta tetap memadainya pasokan barang dan lancarnya rantai distribusi, seperti tergambar pada dinamika komponen inflasi.
Inflasi inti menurun dipengaruhi konsistennya BI dalam mengarahkan ekspektasi inflasi sesuai target dan melambatnya permintaan domestik. Kelompok volatile food mencatat deflasi terutama dipengaruhi oleh koreksi harga di beberapa komoditas akibat melambatnya permintaan serta memadainya pasokan. Sementara itu, kelompok administered prices juga mencatat deflasi terutama didorong oleh berlanjutnya koreksi tarif angkutan udara.
Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi IHK April 2020 tercatat 2,67 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan lalu sebesar 2,96 persen (yoy).
"Ke depan, BI terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengendalikan inflasi tetap rendah dan stabil dalam sasarannya sebesar 3 persen plus minus 1 persen pada 2020 dan 2021. Koordinasi dengan pemerintah tersebut termasuk dalam mengendalikan inflasi pada bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 1441 H," kata Onny.
Kondisi likuiditas perbankan tetap memadai dan mendukung berlanjutnya penurunan suku bunga. Likuiditas perbankan yang memadai tercermin pada rerata harian volume PUAB April 2020 yang tetap tinggi yakni Rp9,2 triliun serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tetap besar yakni 24,16 persen pada Maret 2020.
Perkembangan ini berdampak positif pada penurunan suku bunga. Pada April 2020, rata-rata suku bunga PUAB O/N dan suku bunga JIBOR tenor 1 minggu bergerak stabil di sekitar level BI7DRR yakni 4,31 persen dan 4,6 persen. Rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit masing-masing tercatat 5,92 persen dan 10,17 persen, menurun masing-masing 11bps dan 19bps dari level Maret 2020.
Perkembangan kondusif ini dipengaruhi strategi BI dalam menjaga kecukupan likuitas. Sejak awal 2020, BI telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan hingga mencapai Rp583,5 triliun antara lain melalui pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas perbankan melalui transaksi term-repo SBN, swap valas, serta penurunan GWM rupiah.
Penurunan suku bunga tersebut berdampak pada kenaikan pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Maret 2020 yang masing-masing menjadi 15,6 persen (yoy) dan 12,1 persen (yoy). "BI akan terus memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan dalam mendukung program pemulihan ekonomi nasional, khususnya dalam rangka restrukturisasi kredit perbankan," jelas Onny.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun potensi risiko dari dampak makin meluasnya penyebaran Covid-19 terhadap stabilitas sistem keuangan perlu terus diantisipasi. Stabilitas sistem keuangan terjaga tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Maret 2020 yang tinggi yakni 21,63 persen, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,77 persen (bruto) dan 1,02 persen (neto).
Sementara itu, fungsi intermediasi tetap menjadi perhatian sejalan dampak melemahnya permintaan domestik dan makin berhati-hatinya perbankan dalam menyalurkan kredit akibat meluasnya Covid-19. Pertumbuhan kredit pada Maret 2020 tetap lemah, meskipun meningkat dari 5,93 persen (yoy) pada Februari 2020 menjadi 7,95 persen (yoy). Sejalan dengan itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga belum kuat, meskipun naik dari 7,77 persen (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 9,54 persen (yoy).
"Ke depan, BI tetap menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif sejalan dengan bauran kebijakan yang telah diambil sebelumnya, termasuk berbagai upaya untuk memitigasi risiko di sektor keuangan akibat penyebaran Covid-19," sebut Onny.
Kelancaran Sistem Pembayaran baik tunai maupun nontunai tetap terjaga. Pertumbuhan Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tercatat melambat menjadi 6,3 persen (yoy) dipengaruhi strategi bank yang menyimpan lebih sedikit persediaan uang kartal. Sementara itu, transaksi nontunai menggunakan ATM, Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) pada Maret 2020 menurun 4,7 persen (yoy), sejalan melambatnya aktivitas ekonomi.
Di sisi lain, transaksi UE pada Maret 2020 tetap tumbuh tinggi yakni 67,9 persen (yoy), dan volume transaksi digital banking juga tumbuh lebih cepat mencapai 60,8 persen (yoy). Kedua perkembangan terakhir ini dipengaruhi meningkatnya transaksi ekonomi dan keuangan digital (EKD) di era pandemi Covid-19.
Ke depan, BI terus meningkatkan peran Sistem Pembayaran dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi di periode pandemi Covid-19. Untuk itu, BI terus mendorong digitalisasi layanan keuangan dengan memperluas akses dan literasi keuangan melalui pembayaran digital, termasuk kelanjutan dukungan BI pada penyaluran Program Bansos Non Tunai.
"Sebagai persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri, BI terus memperkuat kesiapan operasional, kelancaran, keamanan, dan keandalan Sistem Pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, serta memastikan penyediaan uang layak edar yang higienis," kata Onny.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.