BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : Lelang SBSN Masih Ramai, Bunga P2P Lending akan Turun

Bareksa21 Agustus 2019
Tags:
Berita Hari Ini : Lelang SBSN Masih Ramai, Bunga P2P Lending akan Turun
Ilustrasi lembaran uang rupiah tertumpuk di bawah sebuah smartphone handphone gadget transaksi online fintech p2p lending.

QRIS tak ganggu uang elektronik berbasis kartu, premi asuransi umum naik dua digit, jumlah DPLK syariah bertambah

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 21 Agustus 2019 :

QRIS

Penerapan standarisasi kode Quick Response Indonesia Standar (QRIS) per 1 Januari 2020 diyakini tak akan menggerus penggunaan sistem pembayaran berbasis uang elektronik chip based. Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko, uang elektronik berbasis kartu akan tetap laku karena banyak masyarakat yang menggunakannya untuk bertransaksi.

Promo Terbaru di Bareksa

Penggunaan uang elektronik berbasis kartu umumnya digunakan untuk parkir, transportasi umum dan pembayaran pada gerbang tol. Dia menyebut QRIS justru akan memperkaya pilihan nasabah untuk bertransaksi. Konsumen akan lebih banyak memiliki opsi untuk bertransaksi, apakah menggunakan uang elektronik berbasis server based atau chip based.

“Contoh untuk [transaksi] di jalan tol, yang sekarang juga cukup praktis. Saat ini [sistemnya] tap and go, kalau menggunakan QR jadi scan and go,” ujar Onny dikutip Bisnis Indonesia.

Per Juli 2019 jumlah dan nilai transaksi uang elektronik secara umum mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya (year on year/yoy). Volume transaksi uang elektronik per Juli 2019 mencapai 476,03 juta atau naik 60,03 persen secara yoy.

Dari segi nilai, transaksi uang elektronik di periode yang sama mencapai Rp12,94 triliun atau naik 232 persen secara yoy. Nilai transaksi uang elektronik sejak awal 2019 telah tumbuh Rp7,12 triliun.

P2P Lending

Bunga peer-to-peer (P2P) lending diprediksi akan turun seiring dengan manajemen risiko yang lebih baik. Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Tumbur Pardede mengatakan saat ini pendanaan lewat P2P lending risikonya jauh lebih terukur.

Alih-alih semakin naik, tren bunga P2P lending malah diprediksi akan semakin turun. Hal itu disebabkan oleh para penyelenggara semakin bersaing untuk memberikan layanan yang lebih baik.

Namun, di sisi lain ini menjadi hal positif karena dengan adanya perbaikan service, perbaikan electronic know your customer (E-KYC), dan ketersediaan asuransi kredit, pendanaan risiko P2P lending lebih terukur. Kendati return lebih kecil, tetapi perputaran lebih cepat karena pendanaan berjalan lebih sustainable.

“Semakin terukur risikonya, semakin bisa tetap menarik. Rupanya ritel lender banyak juga tidak berkalkulasi. Mayoritas lender justru karena ingin memiliki pengalaman. Dengan modal kecil, mereka ingin merasakan menjadi pemberi pinjaman,” katanya seperti dikutip Bisnis Indonesia.

Tentu hal ini akan berbeda dengan lender dari kalangan institusi yang masih profit oriented. Saat ini lender dari kalangan institusi masih sekitar 0,17 persen.

Untuk itu, sejumlah P2P lending telah menyediakan skema kerja sama berupa channeling agar tetap menarik konsumen. Ke depannya, persaingan antara P2P lending dalam memberikan bunga yang lebih murah akan semakin masif seiring dengan meningkatnya lender asing.

Lelang SBSN

Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara masih tergolong ramai. Hal ini ditunjukkan peningkatan nilai penawaran masuk dari para investor. Nilai penawaran masuk pada lelang sukuk negara Rp21,4 triliun. Jumlah ini lebih tinggi ketimbang lelang sukuk negara dua pekan lalu Rp18,05 triliun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, pasar obligasi Indonesia masih koreksi. Terbukti, yield surat utang negara (SUN) 10 tahun kembali naik dari 7,27 persen menjadi 7,32 persen kemarin berdasarkan data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI).

Begitu pula kurs rupiah spot melemah 0,21 persen ke Rp14.268 per dolar AS. Namun, para investor merespons perubahan positif di pasar obligasi yang terjadi di akhir pekan. Alhasil, lelang sukuk negara tetap ramai peminat. Kondisi pasar membaik karena mereda kekhawatiran investor terhadap inversi kurva yield US Treasury di pekan lalu.

"Pejabat The Federal Reserves telah menyatakan ekonomi AS masih cukup solid, sehingga potensi resesi ekonomi relatif kecil," papar Josua seperti dikutip Kontan. Selain itu, ramainya lelang sukuk negara juga disebabkan perilaku para investor yang ingin memaksimalkan keuntungan yield yang masih terbilang atraktif.

Asuransi Umum

Bisnis industri asuransi umum merekah hingga pertengahan tahun 2019. Berdasarkan data asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) terhadap laporan keuangan unaudited 75 perusahaan asuransi umum menunjukkan, pendapatan premi bruto asuransi umum Rp39,95 triliun hingga Juni 2019, tumbuh 20,6 persen year on year (yoy) dari Rp33,31 triliun.

Seperti dikutip Kontan, Ketua Bidang Statistik, Riset, Analisa TI dan Aktuarial AAUI Trinita Situmeang bilang, pendapatan premi bruto asuransi umum tumbuh hampir pada seluruh lini bisnis kecuali asuransi energi off shore dan tanggung gugat yang menurun.

Dari nominal pertumbuhan, asuransi kredit menopang industri asuransi umum. Pada semester I 2019 premi bruto lini ini Rp5,75 triliun, tumbuh Rp2,77 triliun atau 93,3 persen yoy dari Rp2,97 triliun. Ini terjadi karena penyaluran kredit perbankan pada semester I-2019 tumbuh 11,1 persen yoy.

"Sehingga menyebabkan peningkatan premi asuransi kredit,” ujar Trinita.

Nominal pertumbuhan asuransi kredit mengalahkan pertumbuhan asuransi harta benda yang memiliki pangsa pasar terbesar terhadap total premi asuransi umum. Adapun pertumbuhan asuransi harta benda hanya naik Rp2,24 triliun menjadi Rp10,59 triliun.

DPLK Syariah

Pertumbuhan investasi industri dana pensiun syariah kian cemerlang. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri ini mencatatkan pertumbuhan dana kelolaan investasi mencapai 34,48 persen secara tahunan menjadi Rp3,90 triliun sampai Juni 2019.

Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri menjelaskan, pertumbuhan dana kelolaan tersebut karena bertambahnya pelaku bisnis baru yang konversi ke syariah. Pencapaian ini juga mengikuti perkembangan tren industri dana pensiun konvensional yang naik. Dengan pencapaian itu, ia memperkirakan dana kelolaan bisa tumbuh lebih tinggi jika industri kembali kedatangan pelaku usaha baru.

“Jika tak ada dana pensiun yang konversi ke syariah kemungkinan pertumbuhan normal yaitu sekitar 9 persen secara tahunan,” kata Suheri dikutip Kontan.

Proyeksi pertumbuhan dana kelolaan itu ditopang dua faktor. Pertama, jika peserta baru naik dan pensiunan hanya sedikit maka dana kelolaan meningkat. Kedua, jika industri mencatatkan hasil investasi positif.

Dari realisasi itu, portofolio investasi dapen masih didominasi 36,92 persen deposito berjangka dari total investasi. Menyusul surat berharga negara (SBN) sebanyak 31,53 persen, sukuk 16,65 persen, unit penyertaan (UP) reksadana 12,79 persen, tanah dan bangunan 0,63 persen dan sisanya lainnya.

Hingga saat ini terdapat tiga dapen yang menjalankan prinsip syariah secara penuh. Mereka adalah DPLK Syariah Muamalat, DPPK Muhammadiyah dan DPPK Rumah Sakit Islam Jakarta. Ada juga dapen yang hanya menawarkan produk investasi syariah seperti DPLK Mandiri dan DPLK BNI.

(AM)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.380,2

Up1,09%
Up5,00%
Up7,35%
Up8,50%
Up19,34%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.090,33

Up0,49%
Up5,21%
Up6,68%
Up7,14%
Up2,71%
-

Capital Fixed Income Fund

1.838,73

Up0,53%
Up3,93%
Up6,33%
Up7,43%
Up17,20%
Up39,76%

STAR Stable Amanah Sukuk

1.075,71

Up0,66%
Up3,97%
Up6,69%
---

Insight Renewable Energy Fund

2.259,31

Up0,74%
Up3,72%
Up6,02%
Up7,00%
Up19,69%
Up35,52%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua