Berita Hari Ini : Inflow Asing Mereda, Lapkeu 2018 GIAA Diklaim Sesuai Aturan
Capex LPPF Rp1 triliun, Inalum raih dividen Rp2,76 triliun, KLBV diprediksi rugi di 2019, KRAS berharap untung tahun ini
Capex LPPF Rp1 triliun, Inalum raih dividen Rp2,76 triliun, KLBV diprediksi rugi di 2019, KRAS berharap untung tahun ini
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 29 April 2019 :
Arus Dana Asing
Pasar keuangan dalam negeri menikmati arus masuk modal asing (capital inflow) yang cukup deras sejak awal tahun ini. Pasca pemilihan umum, investor asing tampaknya optimistis dengan kondisi perekonomian Indonesia ke depan yang diproyeksi tetap stabil, ditunjukkan oleh beberapa lembaga pemeringkat asing yang memberi peringkat dan outlook positif kepada Indonesia.
Promo Terbaru di Bareksa
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui laporan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pekan lalu mencatat, investor non residen mencatatkan net buy di pasar saham dan pasar SBN, masing-masing Rp12,13 triliun dan Rp73,87 triliun di kuartal I 2019, seiring dengan meredanya tekanan dari pasar keuangan global. Sementara itu, penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp28,34 triliun.
Meski begitu, pada kuartal II 2019, arus masuk modal asing diperkirakan tak akan sederas kuartal I. Sebab ada sejumlah sentimen global maupun internal yang akan menahan modal masuk, bahkan mendorong modal keluar kembali.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail mengatakan secara eksternal, sentimen negatif datang dari rilis data pertumbuhan Amerika Serikat (AS) di kuartal I 2019 yang jauh lebih tinggi dari konsensus, Jumat (26/4) lalu. Pertumbuhan ekonomi AS berhasil tumbuh 3,2 persen secara tahunan (yoy), lebih tinggi dari perkiraan 2,2 persen yoy.
"Ini memicu pembalikan arah arus modal asing dari negara emerging market yang sebenarnya juga sudah mulai kelihatan sejak awal April di mana terjadi net sell di pasar obligasi sekitar US$1 miliar, maupun di pasar saham," ujar Mikail, Ahad (28/4).
PT Matahari Department Store Tbk (LPPF)
PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) berencana menambah gerai baru dan pusat distribusi di Jawa Barat di tahun 2019 ini. Head of Investor Relations Matahari Department Store, Margareth Go mengatakan pada tahun ini pihaknya bakal mengalokasikan belanja modal Rp1 triliun yang bersumber dari kas internal. Angka itu lebih tinggi 39 persen dari tahun lalu Rp716 miliar.
LPPF berencana membangun empat hingga enam gerai baru dengan luas 26.000 meter persegi di sejumlah kota di Indonesia.
"Selain gerai baru, kami juga akan merombak beberapa gerai agar lebih berorientasi lifestyle. Investasi penambahan gerai di luar mechandising diperkirakan membutuhkan biaya sekitar US$1,5 juta atau setara Rp 21 miliar," kata Margareth seusai RUPST di hotel Aryaduta, Jumat (26/4).
Dengan tambahan gerai tersebut, secara total LPPF akan mengoperasikan sekitar 166 unit gerai hingga akhir tahun 2019, dengan total luas area lebih dari 1 juta meter persegi.
PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)
Selaku induk dari holding industri pertambangan BUMN, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mendapatkan setoran dividen Rp2,76 triliun. Nilai itu didapat dari setoran tiga anggota holding, yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), serta PT Timah Tbk (TINS).
Rinciannya, penyumbang terbesar dibukukan oleh PTBA dengan setoran dividen senilai Rp2,44 triliun, disusul Antam dengan Rp198,93 miliar dan TINS dengan Rp120,88 miliar.
Jumlah itu belum termasuk setoran dividen dari PT Freeport Indonesia (PTFI) pada tahun buku 2018. Kala itu, porsi kepemilikan Inalum di PTFI belum memperhitungkan divestasi 51,23 persen saham yang dilakukan pada 21 Desember 2018.
Kendati demikian, Inalum menerima dividen yang cukup jumbo, yakni US$180,3 juta, atau sekitar Rp2,57 triliun. Meski sayangnya, selama dua tahun setelah itu, atau hingga 2020 Inalum akan puasa dividen dari PTFI.
Seperti dikutip Kontan, Sekretaris Perusahaan Inalum Rendi A. Witular menyampaikan pihaknya akan mengalokasikan setoran dividen tersebut untuk tiga keperluan. Yakni untuk setoran dividen ke pemerintah, sebagai pendanaan untuk proyek-proyek hilirisasi, serta untuk membayar cicilan kupon obligasi yang dipakai membiayai divestasi PTFI.
PT First Media Tbk (KLBV)
Emiten penyedia layanan telekomunimasi triple play, PT First Media Tbk. menyatakan belum akan mampu membalikkan kerugian pada tahun lalu di 2019.
Presiden Direktur First Media Harianda Noerlan menyampaikan tahun ini emiten berkode saham KBLV tersebut menargetkan pendapatan Rp220 miliar sambil mengupayakan pemulihan secara bertahap.
“Tentunya kami akan pulih pelan-pelan. Memang hampir tidak mungkin, dengan melihat situasi dunia usaha, untuk me-recover rugi Rp4,18 triliun itu pada tahun ini [2019],” kata Harianda dalam penyampaian paparan publik First Media di Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Target pendapatan tersebut diharapkan datang dari pendapatan entitas anak dengan komposisi kontribusi dari PT First Media News yang menyediakan konten dan berita sekitar Rp105 miliar, PT Prima Wira Utama yang menyediakan infrasttruktr telekomunikasi inbuilding Rp95 miliar, dan dari penyewaan beberapa gedung Rp20 miliar.
Harianda mengklaim beberapa pendapatan yang masih stabil dan cenderung terus meningkat dari anak-anak usaha tersebut diharapkan tetap dapat menopang pendapatan perseroan pada tahun ini.
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS)
Emiten produsen baja pelat merah, PT Krakatau Steel Tbk berharap dapat mencetak laba pada 2019, setelah mengalami rugi US$74,82 juta pada 2018.
Berdasarkan laporan tahunan 2018, perseroan menargetkan volume penjualan produk baja 3,55 juta ton pada 2019 atau naik 65,5 persen dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya sebesar 2,14 juta ton.
Untuk pendapatan dari hasil penjualan produk baja, perseroan mengincar US$2,56 miliar, sedangkan pendapatan dari non-produk baja dan jasa US$364,47 juta. Dengan demikian, target total pendapatan bersih pada 2019 sebesar US$2,92 miliar atau naik 67,97 persen dibandingkan dengan ealisasi tahun sebelumnya US$1,74 miliar.
Target laba kotor 2019 sebesar US$287,29 juta atau naik US$128,46 juta, dan laba operasi US$138,79 juta naik US$142,10 juta dibandingkan realisasi 2018.
Dengan demikian, target laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk US$6,37 juta pada 2019, dibandingkan dengan realisasi 2018 yang masih membukukan rugi US$74,82 juta.
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)
Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) periode 2018 ditolak oleh dua orang komisaris karena ada kejanggalan pada pencapaian laba. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno ikut merespons permasalahan ini. Menurutnya, laporan keuangan tersebut sebelum dirilis sudah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kita perusahaan publik itu kan harus di-approve di OJK, sebelum kita RUPS kemarin itu OJK sudah harus menyetujui bahwa laporan keuangan kita itu benar dan memang bisa diterima dan itu sudah dilakukan," kata Rini ditemui di Purwakarta, seperti dikutip dari Detik.com (26/4/2019).
Dia mengaku heran mengapa laporan keuangan tersebut dipermasalahkan. Apalagi kata Rini laporan keuangan Garuda sudah diaduit oleh akuntan independen yang dapat dipercaya. Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan itu adalah Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO International).
"Itu yang saya nggak ngerti kenapa dipermasalahkan, karena secara audit sudah keluar dan itu kan pakai auditor akuntan publik yang independen dan sudah dikenal," paparnya.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.