Soal Kasus Dugaan Suap Meikarta, LPCK Sudah Dua Kali Mangkir dari Panggilan BEI
Perseroan mengklaim mangkir dari panggilan untuk kedua kalinya karena tengah melakukan investigasi internal
Perseroan mengklaim mangkir dari panggilan untuk kedua kalinya karena tengah melakukan investigasi internal
Bareksa.com - Manajemen PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), unit usaha PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) belum juga memenuhi panggilan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melakukan dengar pendapat (hearing) terkait dengan suap yang menjerat salah satu proyeknya yakni Meikarta setelah dua kali dipanggil.
Meski begitu, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan pernyataan resmi terkait mangkirnya PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) tersebut.
Kristian S. Manullang, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, mengatakan perusahaan mangkir dari panggilan ini untuk kedua kalinya karena sedang melakukan investigasi internal untuk mengetahui fakta yang terjadi.
Promo Terbaru di Bareksa
"Terkait dengan undangan dengar pendapat pada Kamis, 18 Oktober 2018 pukul 14.00 WIB, perusahaan tidak dapat menghadiri dengar pendapat di bursa karena perseroan sedang kelakukan investigasi internal untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi," kata Kristian dalam siaran persnya, Kamis (18/10).
Sebelumnya, BEI secara aktif telah meminta informasi kepada Lippo Cikarang melalui surat Permintaan Penjelasan pada tanggal 15 Oktober 2018 dan mengundang LPCK untuk melakukan dengar pendapat yang direncanakan Kamis, tanggal 18 Oktober 2018, pukul 14.00 WIB.
Menurut dia, beberapa waktu lalu perusahaan sudah memberikan keterbukaan informasi dan itu dirasa telah cukup memadai untuk diberikan ke publik.
Meski begitu, Bursa menyatakan masih akan tetap memantau perkembangan lebih lanjut atas pemberitaan yang dihadapi perusahaan dan selanjutnya Bursa Efek akan meminta perusahaan untuk selalu menyampaikan keterbukaan informasi yang material sesuai dengan peraturan dan ketentuan di Pasar Modal.
Perlu diketahui, pemanggilan Lippo Group karena santer terdengar sejumlah rentetan masalah terus mendatangi pembangunan mega proyek Meikarta yang membuat perusahaan properti raksasa itu pontang-panting menangkis berbagai sentimen negatif.
Mulai dari kasus ketidakpercayaan publik terhadap keberlangsungan proyek ini, hingga utang-utang vendor yang sempat disengketakan.
Teranyar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka dugaan kasus suap izin proyek pembangunan Meikarta (suap Meikarta). KPK mensinyalir Neneng menerima hadiah terkait izin pembangunan proyek Meikarta.
Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif mengatakan KPK pertama kali mengetahui adanya dugaan praktek lancung itu dari laporan masyarakat. KPK memulai penyeledikan kasus ini pada 2017. Menurut Laode, dalam penyelidikan, KPK menemukan bukti awal adanya transaksi antara pejabat pemerintah kabupaten (Pemkab) dan pihak swasta.
Atas temuan tersebut, KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Bekasi dan Surabaya pada Ahad, 14 Oktober 2018 hingga Senin, 15 Oktober 2018 dini hari.
Beberapa pihak yang ditangkap KPK antara lain, Neneng Hassanah Yasin (Bupati Bekasi), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Sahat MBJ Najor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemerintah Kabupaten Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).
Para pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi yang ditetapkan sebagai tersangka diduga telah menerima total uang senilai Rp7 miliar dari pihak pemberi. Duit tersebut merupakan bagian dari commitment fee fase pertama senilai Rp13 miliar.
Terungkapnya kasus suap perizinan Meikarta ini berawal dari operasi tangkap tangan yang digelar KPK di Bekasi dan Surabaya pada 14 Oktober hingga 15 Oktober 2018. Dalam operasi senyap itu, KPK berhasil menangkap 10 orang serta menyita uang SGD90.000 dan Rp513 juta.
Berpotensi Ganggu Kinerja Perseroan
Kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat Kabupaten Bekasi dan Meikarta berpotensi membuat kondisi keuangan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) semakin berat. Pasalnya, kasus tersebut berpotensi mengganggu penjualan properti perseroan.
Potensi kesulitan keuangan tersebut, sudah disampaikan Moody's Investor Service beberapa waktu lalu dengan menurunkan peringkat LPKR dari B2 menjadi B3 dengan outlook negatif.
Sumber: www.lippokarawaci.co.id
Wakil Presiden dan Analis Senior Moody Jacintha Poh mengatakan penurunan rating tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan pelemahan arus kas perusahaan dalam 12 - 18 bulan ke depan. Hal itu akan berdampak pada kemampuan perusahaan untuk membayarkan utang-utangnya.
Lembaga rating internasional asal Amerika Serikat tersebut memperkirakan likuiditas perusahaan hanya akan cukup untuk menutupi kebutuhan kasnya hingga September 2019, mengingat pengeluaran perusahaan akan sangat tinggi pada 2018 mencapai Rp1,1 triliun dan Rp1,3 triliun pada 2019.
Selain itu, arus kas perusahaan milik Grup Lippo tersebut, diperkirakan akan negatif sebagai perusahaan induk. Penyebabnya antara lain karena penjualan yang lesu, penurunan biaya manajemen aset dari penjualan Bowsprit Capital Corporation yang menjadi pengelola First REIT Limited.
Kinerja Keuangan
Keputusan LPKR untuk melakukan divestasi saham atas proyek Meikarta yang dimiliki perusahaan melalui 54 persen kepemilikan terhadap anak perusahaannya yakni PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dinilai akan menurunkan arus kas (cash flow) secara signifikan yang didapat dari penjualan properti.
Sumber: www.lippokarawaci.co.id
Sekadar informasi, megaproyek Meikarta merupakan milik PT Mahkota Sentosa Utama yang merupakan anak usaha dari LPCK. Adapun kepemilikan LPCK atas PT Mahkota Sentosa Utama mencapai 100 persen, di mana LPKR merupakan pemegang saham LPCK sebanyak 54 persen.
Sumber: www.lippokarawaci.co.id
Secara kinerja fundamental, hingga kuartal pertama 2018 LPKR mencatatkan penurunan pendapatan 5,48 persen, dari sebelumnya Rp2,65 triliun di tiga bulan pertama 2017, menjadi Rp2,5 triliun di periode yang sama tahun ini.
Penurunan hampir terjadi di seluruh segmen usaha LPKR, terkecuali hanya residential & urban development yang tercatat masih mengalami pertumbuhan 34,7 persen.
Sumber: www.lippokarawaci.co.id
Alhasil, turunnya top line perseroan menyebabkan laba operasi (EBITDA) ikut terkikis 15,32 persen, dari sebelumnya Rp555 miliar pada periode Januari hingga Maret 2017, menjadi Rp470 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Pada perdagangan Selasa, 16 Oktober 2018 saham LPKR ditutup anjlok 5,51 persen di level Rp274 per saham. Jika dibandingkan dengan penutupan akhir tahun lalu alias sepanjang berjalannya tahun 2018 (year to date), saham LPKR tercatat telah merosot tajam hingga 43,85 persen.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.