Antisipasi Rupiah Melemah Lebih Dalam, Ini Empat Upaya Pemerintah Menekan Impor
CAD Indonesia sepanjang kuartal II 2018 mencapai US$8 miliar atau setara 3,04 persen terhadap PDB
CAD Indonesia sepanjang kuartal II 2018 mencapai US$8 miliar atau setara 3,04 persen terhadap PDB
Bareksa.com - Dalam rangka menekan defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) serta menyelamatkan nilai tukar rupiah, pemerintah saat ini tengah berupaya menekan laju impor.
Sekedar informasi, CAD Indonesia sepanjang kuartal II 2018 mencapai US$8 miliar atau setara 3,04 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Tingginya impor membuat CAD melebar dan membuat rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa waktu kemarin. Adapun penyumbang utama defisit tersebut berasal dari impor migas dan barang modal.
Promo Terbaru di Bareksa
Sepanjang Januari hingga Juli 2018, impor barang modal tercatat naik 30,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun defisit migas pada semester I 2018 mencapai US$8,4 miliar.
Untuk mengatasi masalah impor tersebut, beberapa rencana baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang telah dipikirkan dan dijalankan pemerintah untuk penyelamatan rupiah, antara lain:
1. Penundaan Proyek Strategis Nasional
Tingginya kenaikan impor barang modal yang mencapai 30,1 persen turut berkontribusi cukup besar terhadap melebarnya CAD. Apa sebenarnya isi dari impor barang modal? Di sana terdapat barang-barang mekanik, mesin peralatan listrik, besi baja, dan lainnya.
Hal tersebut tidak lepas dari impor mesin-mesin pembangkit listrik yang memang dibangun sebagai perwujudan pembangunan 35 GW listrik di beberapa tahun terakhir.
Untuk itu, pemerintah akan menunda sejumlah proyek pembangkit listrik yang belum dimulai. Kemudian yang terpenting, proyek tersebut harus dipastikan untuk menggunakan produk domestik semaksimal mungkin guna mengurangi impor.
2. Kebijakan Biodiesel 20 (B20)
Selain impor barang modal, impor dari sektor migas juga menyumbang cukup besar pada CAD. Sepanjang semester I 2018, defisit minyak kita tercatat sebesar US$8,4 miliar.
Padahal, sepanjang 2017 hanya US$12,8 miliar, bahkan sepanjang 2016 hanya US$9,7 miliar. Adapun defisit sepanjang 2018 ini jika dibiarkan saja tanpa kebijakan, hampir dipastikan akan lebih besar dari defisit dua tahun tersebut.
Tingginya impor minyak disebabkan oleh tingkat konsumsi domestik yang mengalami kenaikan. Kondisi tersebut dipicu oleh harga bahan bakan minyak (BBM) yang dipatok pemerintah lebih rendah dari yang seharusnya.
Karena itu, salah satu upaya untuk menurunkan impor minyak adalah Program B20 untuk biosolar. Artinya, 20 persen dari volume solar yang dipakai itu sumbernya berasal dari minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), di mana Indonesia adalah produsen utama dunia.
Adapun kebijakan B20 tersebut sudah mulai efektif per tanggal 1 September lalu, yang seharusnya impor solar dapat berkurang. Hal itu diharappkan bisa mengurangi tekanan di neraca transaksi berjalan.
3. Peningkatan Tarif PPh 22
Selain menekan impor barang modal dan migas, pemerintah saat ini juga tengah berupaya untuk menekan impor barang konsumsi yang sepanjang semester I ini mengalami kenaikan 27 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sejak 12 September lalu, sebanyak 1.147 unit komoditas telah dinaikkan tarif PPh-nya. Sebagian adalah kendaraan mobil dan motor mewah yang dikenakan PPh 10 persen. Selain itu, barang konsumsi seperti kebutuhan sehari-hari yang sudah diproduksi dalam negeri juga dikenakan PPh 10 persen.
Kemudian ada sejumlah barang konsumsi yang penggunaannya bermacam-macam, bahkan kadang dipakai di kegiatan produksi, contohnya barang elektronik, AC, kulkas, dll. Barang-barang tersebut tarif PPh 22-nya naik jadi 7,5 persen. Sebagian besar kategori ini juga sebenarnya ada produksi lokalnya.
4. Membangun Industri Hulu
Sementara dalam jangka panjang, pemerintah juga akan terus berupaya untuk mengurangi ketergantungan Indonesia kepada impor barang modal dan bahan baku.
Langkahnya adalah bagaimana agar barang modal dan bahan baku harus dapat diproduksi di dalam negeri? Kuncinya adalah dengan membangun industri hulu. Maka dari itu,pembangunan infrastruktur, perbaikan iklim usaha, perizinan, dan lainnya adalah hal yang dapat memperlancar pembangunan industri hulu.
Salah satu kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah khusus di bidang pajak adalah insentif fiskal berupa fasilitas bebas pajak penghasilan untuk penanaman modal baru di industri hulu (tax holiday).
Investasi baru di 17 industri hulu, minimal nilai investasi Rp500miliar, bisa mendapat bebas PPh antara 5-20 tahun. Contoh industri hulu, termasuk kilang minyak, petrokimia, pharmaceutical, besi dan baja, turbin pembangkit listrik, komponen mobil, komponen komputer, dan berbagai indutri komponen lainnya.
Jika barang-barang tersebut sudah tersedia di Indonesia, maka diharapkan industri downstream akan turut mendapatkan manfaat, sehingga tidak diperlukan impor bahan baku. Tujuan akhirnya adalah struktur ekonomi yang lebih baik dan sehat, dan pastinya pemerataan kesejahteraan di masyarakat.
(AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.