5 Tips Berinvestasi Reksadana dan Kisah Adrian Maulana Bergabung di Schroders
Adrian mulai meninggalkan dunia seni dan bergabung dengan Schroders pada pertengahan 2016
Adrian mulai meninggalkan dunia seni dan bergabung dengan Schroders pada pertengahan 2016
Bareksa.com – Adrian Maulana punya cerita menarik mengenai bagaimana dirinya mulai mengenal investasi mulai deposito hingga akhirnya memlih investasi di pasar modal sebagai investor reksadana. Keputusan itu pula yang akhirnya membawa dia keluar dari dunia seni hingga akhirnya menjadi bagian dari salah satu manajer investasi terbesar di Indonesia yakni PT Schroder Investment Management Indonesia.
Kepada Bareksa pada Senin, 12 Maret 2018, pria kelahiran Jakarta 41 tahun bercerita, masyarakat sebelumnya tahu dirinya sebagai pekerja seni, dari mulai model, aktor, hingga pembawa acara televisi. Selama menjalani pekerjaannya itu, Adrian merasa bekerja di bidang itu penuh ketidakpastian karena bekerja berdasarkan kontrak.
“Ya kalau memang acara sangat diminati. Kalau tidak, harus memikirkan cara lain untuk punya penghasilan,” ucap Adrian.
Promo Terbaru di Bareksa
Hingga akhirnya Adrian terpikir, “Kalau ketidakpastian cukup tinggi, bagaimana saya tetap bisa menjalankan hidup dengan tenang dan meyakini saya dan keluarga tetap survive.” Artinya, kata Adrian, pada saat kita punya (uang) maka harus menyisihkan untuk menyiapkan situasi dimana nanti ada saatnya tidak seperti seindah yang dibayangkan.
“Dan juga kita sadari, apa-apa semakin lama semakin mahal, semakin beragam juga kebutuhan kita,” tuturnya.
Adrian pun mencoba cari jalan keluar. Terutama kemana harus mengalokasikan pendapatannya. “Kalau dulu mungkin kita kenal, tabungan dan deposito. Saat itu deposito masih menarik masih dua digit. Saya pertama kali punya penghasilan tahun 1997-1998, deposito masih bisa 60 persen. Tapi kan kita gak tahu kalau inflasinya 70 persen, tidak tahu kalau dulu ada krisis ekonomi, dampaknya apa. Saya kan lulusan teknik mesin, jadi tidak tahu,” ungkap dia.
Pilihan investasi pertama Adrian adalah deposito. Tapi, seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia, semakin lama semakin tidak menarik bunga yang ditawarkan. Perkenalan Adrian dengan reksadana berlangsung pada 2006 silam melalui salah satu bank asing.
“Karena perlu kita sadari, bank asing menjadi paling awal untuk menawarkan produk investasi. Kemudian saya coba,” imbuh Adrian.
Dua tahun kemudian, Adrian melihat imbal hasil yang signifikan bisa lebih dari 60 persen. Adrian semakin termotivasi, dan mulai mencari tahu apa sih sebenarnya isi dari reksadana saham yang dibelinya.
“Return saya 60 persen dua tahun, nggak saya cek selama dua tahun. Ternyata isi reksdana itu kumpulan saham-saham yang kita sehari-hari sudah kenal sudah tahu perusahaannya, dan produknya kita pakai,” katanya.
“Jadi lucu. Dulu kita beli (reksadana) tapi belum tahu, risikonya, kelebihannya, keuntungannya. Makanya pada saat itu, ya mungkin gak terlalu signifikan juga dana yang telah saya benamkan. Tahu gitu kan kenapa gak lebih banyak saja uang kita taruh. Tapi ya sudahlah, setelah dua tahun itu tidak ada yang disesali, tinggal bagaimana memulai lagi babak lembaran baru dari saat ini hingga ke depan,” tambah Adrian.
Jadi kalau ditanya, kapan waktu yang terbaik untuk investasi? Sebenarnya mungkin 20 tahun lalu. “Tapi kan gak bisa memutar waktu. Ya sudah kita sekarang tata lagi hingga ke depannya,” lanjutnya.
Gabung Schroders
Pengenalan Adrian ke reksadana membuat dirinya terus memperdalam investasi di dunia pasar modal hingga mulai beranikan diri mengambil lisensi-lisensi dari Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). “Mulai jadi broker dealer, underwriter, sampai menjadi fund manager,” tutur dia.
Tahun 2011, Adrian sudah memiliki lisensi-lisensi itu. Sampai pada April 2016, Adrian mendapat kesempatan untuk ikuti proses rekrutmen di Schroders karena ada posisi yang kosong. “Di pertengahan tahun, ternyata saya terpilih dan bersyukur karena bisa menjadi bagian dari manajer investasi dengan dana kelolaan terbesar di Indonesia,” terangnya.
Menjadi bagian dari Schroders semakin meningkatkan pengetahuan Adrian atas produk reksadana. Menurut Adrian, investasi reksadana adalah investasi yang powerfull yang bisa dijangkau seluruh masyarakat, siapa pun dia, apapun profesinya, dan berapa pun penghasilannya.
“Coba bayangkan, dari Rp100.000 kita sudah bisa punya akses ke saham, obligasi. Coba kalau kita langsung beli obligasi, misalnya obligasi pemerintah minimal harus punya uang Rp1 miliar. Coba kalau mau beli saham, saham tidak murah harus dikalikan berapa lot. Harus orang-orang tertentu yang bisa masuk,” jelas Adrian.
Maka itu, katanya, reksadana adalah untuk kita semua. Melalui reksadana, kita bisa berpartisipasi menikmati keberkahan dari pertumbuhan pasar modal, khususnya industri saham, obligasi, sehingga masyarakat Indonesia mulai perlahan-perlahan beralih dari masyarakat penabung, menjadi masyarakat yang gemar berinvestasi. Terlebih, menabung itu rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan jangka menengah sampai jangka panjang, terutama untuk mengalahkan inflasi.
Portofolio Investasi
Meski sepenuhnya mengalokasikan dana investasi ke reksadana, Adrian tidak hanya mengandalkan satu jenis reksadana. Secara umum, reksadana terdiri dari reksadana pendapatan tetap, reksdana campuran, reksadana saham dan reksadana terproteksi.
“Saya cenderung punya profil risiko agresif. Sehingga bisa disampaikan punya lebih dari 70 persen aset reksadana saham, sisanya reksadana campuran, pendapatan tetap, dan pasar uang,” kata Adrian.
Dengan portofolio yang ada, Adrian jika melihat market masih bisa tumbuh lebih baik, maka akan memindahkan reksadana di luar saham untuk ditambahkan ke reksadana saham lagi. Langkah seperti ini pula yang justru banyak diabaikan calon investor atau nasabah saat akan memulai investasi reksadana.
“Jadi mereka nggak ngerti tujuan investasi apa, ngapain beli reksadana, katanya kalau mau sukses merdeka secara finansial beli reksadana, tapi nggak tahu reksadana apa yang penting beli reksadana. Mungkin, itu kurang bijaksana,” jelasnya.
5 Tips Investasi Reksadana
Sebagai seorang profesional sekaligus investor reksdana, Adrian tak lupa untuk memberikan tips terbaik kepada Anda yang berencana untuk menjadi investor reksadana. Untuk itu, mari kita simak beberapa tips dari Adrian.
Pertama. Sebelum berinvestasi harus tahu apa yang menjadi tujuan kita dan kapan jangka waktu yang ingin dicapai. “Karena ini ibaratnya seperti kita naik kendaraan umum tapi tidak disampaikan supirnya mau kemana. Maka supir itu juga bingung mau membawa Anda kemana,” kata dia.
Begitu juga dalam berinvestasi. Saat kita menempatkan dana tapi tidak tahu kapan ingin dicapainya hingga berapa besarnya, maka bisa jadi investasi kita tidak optimal dan tidak terarah, hingga seringkali mengaburkan kita untuk tidak disiplin berinvestasi. Jadi, tips berinvestasi yang pertama adalah ketahui dulu tujuan kita berinvestasi, dan jangka waktunya.
Kedua. Memilih manajer investasi yang memiliki rekam jejak baik, terpercaya, profesional dan umumnya sudah memiliki jam terbang yang cukup lama. Artinya, meski tidak ada angka parameter yang pasti, tapi menilai manajer investasi tidak melulu berapa persen bisa menghasilkan return, tapi juga pada saat melewati siklus-siklus yang buruk sekali pun, seberapa bertahan mereka punya produk untuk bisa mengimbangi kejatuhan dari harga-harga saham itu.
“Semakin bisa bertahan, itu juga yang bisa dianggap sebagai manajer investasi yang cukup profesional. Artinya mereka sudah mengantisipasi hal tersebut dengan memilihkan saham-saham yang tahan banting,” tambah Adrian.
Ketiga. Kita harus membaca prospektus dan brosurnya. Jangan seperti beli kucing dalam karung. Itu supaya kita harus paham, ini barang reksadana saham isinya apa, dikelola siapa, berapa lama, total kelolaan berapa, biaya manajemen berapa, investasi kemana saja, terus kinerjanya bagaimana.
“Dan hendaknya jangan menilai kinerja dari satu hari, satu minggu, satu bulan, kalau bisa satu tahun ke atas. Itu akan bisa lebih objektif untuk menilai kinerja sebuah fund atau manajer investasi,” tutur Adrian.
Keempat. Evaluasi secara berkala. Ini wajib. Maksudnya, apakah investasi kita ini sudah di jalan yang benar? Karena andai kata tahun ini tidak terlalu mencapai apa yang kita harapkan, berarti harus melakukan sesuatu. Mungkin mengejar dengan menambah investasinya supaya nanti pada waktunya, bisa mencapai apa yang dibutuhtkan.
“Saran saya adalah minimal 1 tahun harus dievaluasi, jangan setiap hari. Paling tidak tidak lebih dua kali dalam setahun. Harus dipertimbangkan juga biaya-biaya, misalnya biaya switching, biaya redeem/jual. Ada beberapa manajer investasi yang mengenakan biaya tidak sedikit,” ungkap Adrian.
Kelima. Harus disiplin, hingga tujuan dan jangka waktu tercapai. Adrian menyampaikan, pihaknya sudah menganalisa dan survei, kalau fokus pada jangka panjang itu adalah investasi terbaik.
“Lihat filosofi Schroders, kami berfokus kepada orientasi yang jangka panjang karena kita melihat semakin pendek maka akan semakin volatile market tersebut, sementara semakin panjang akan mudah membaca tren yang terjadi,” tutup Adrian. (AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.