Ulasan Harga Nikel Global yang Mendorong Saham ANTM dan INCO
Dalam tiga minggu terakhir harga saham ANTM naik 25,98 persen dan INCO 10,9 persen
Dalam tiga minggu terakhir harga saham ANTM naik 25,98 persen dan INCO 10,9 persen
Bareksa.com – Harga nikel global terus menguat setelah tertekan sentimen negatif dari pemerintah Indonesia yang membuka keran ekspor untuk barang mineral ini. Komoditas logam yang dipakai sebagai bahan baku baterai dan barang elektronik ini pun mendorong harga saham produsen yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Dalam satu tahun terakhir, harga nikel naik 15,3 persen menjadi US$11.495,1 per metrik ton dari sebelumnya US$9.971,5 per metrik ton. Hal ini terdorong sejumlah sentimen datang dari dua negara produsen Asia, yaitu Filipina dan China.
Empat tambang nikel di Filipina yang selama ini dikenal sebagai eksportir nikel masih belum diizinkan beroperasi karena alasan lingkungan. Kemudian, Sumitomo Corp di Jepang juga telah menghentikan produksi di tambang Madagaskar karena serangan topan.
Promo Terbaru di Bareksa
Akibat dari kondisi itu, pasokan nikel masih mengalami defisit. Sedangkan dari sisi permintaan, kebutuhan nikel untuk industri mobil listrik diperkirakan akan terus meningkat.
Selain itu, Biro Statistik China baru saja merilis pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2017 yang tampak stabil pada level 6,8 persen dibanding kuartal sebelumnya. Data tersebut dapat menjadi sentimen positif terhadap permintaan komoditas global, termasuk nikel.
Menjelang penghujung tahun 2017, China menerapkan dua kebijakan baru terkait pemotongan bea ekspor baja dan kenaikan harga impor nikel hasil pemurnian menjadi 20 persen.
Grafik: Pergerakan Harga Nikel Selama 1 Tahun
Sumber: Index Mundi
Mengapa Filipina dan China Sangat Berpengaruh Terhadap Nikel Global?
Pada tahun 2015, Filipina merupakan negara dengan penyuplai terbesar di dunia. Setidaknya, Filipina mampu berkontribusi hingga 27 persen terhadap suplai global. Oleh sebab itu, adanya audit yang sedang dilakukan membuat para investor fokus terhadap konsekuensi apabila beberapa tambang di Filipina ditutup membuat suplai nikel berkurang, tetapi di sisi lain permintaan (demand) terhadap nikel stabil.
Grafik: Produsen Nikel Berdasarkan Wilayah (2015)
Sumber : CLSA Indonesia
Masih di tahun yang sama, negara China merupakan top buyer terhadap nikel global. Seperti yang kita ketahui bersama, meski pertumbuhan ekonomi China sedang melambat, keadaan ini tidak terlalu mengganggu demand China secara menyeluruh. Hanya saja tidak bisa dipungkiri juga bahwa perlambatan ekonomi China membawa harga komoditas ke arah bawah (downtrend).
Grafik: Konsumen Nikel Berdasarkan Wilayah (2015)
Sumber : CLSA Indonesia
Kinerja Saham ANTM dan INCO
Seiring dengan peningkatan harga bahan tambang mineral itu, saham dua produsen nasional pun ikut terkerek. Pasalnya, kinerja kedua produsen ini, yakni Antam dan Vale Indonesia, pun terdongkrak cukup tinggi.
Berdasarkan laporan keuangan September 2017, Antam membukukan pendapatan dari nikel senilai Rp2,7 triliun, atau setara 38,7 persen dari seluruh pendapatannya yang mencapai Rp6,9 triliun pada periode sembilan bulan tersebut. Penjualan nikel Antam pada periode tersebut melonjak 54 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang hanya menyumbang Rp1,7 triliun, atau 26 persen dari total pendapatan.
Selain itu, Vale Indonesia yang penjualannya didominasi oleh nikel juga mengalami peningkatan pendapatan. Berdasarkan laporan keuangan September 2017, Vale membukukan US$448 juta, naik 10 persen dibandingkan dengan US$405 juta pada periode sama tahun sebelumnya.
Saham INCO memberikan return 10,9 persen dan saham ANTM sudah naik 25,98 persen sejak awal tahun 2018.
Grafik: Pergerakan Harga Saham ANTM dan INCO Year to Date (YTD)
Sumber: Bareksa.com
Jemmy Paul, Direktur Investasi Sucorinvest Asset Manajemen, mengatakan bahwa saham-saham pertambangan harusnya akan naik banyak tahun ini, adapun terkait nikel harusnya akan naik juga karena prediksi harga nikel yang masih akan naik terus tahun ini. Hal ini terjadi karena permintaan dunia mulai naik dari baja maupun dari bahan baterai untuk mobil.
"Selain itu, dari sisi valuasi saham, harga saham batu bara masih tebilang murah dibanding dengan rata-rata valuasi 10 tahun terakhir," ujarnya dalam pesan singkat kepada Bareksa.com. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.