BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

NPL pada Juli Membengkak, Perbankan Diminta Agresif Bersih-bersih

Bareksa25 Agustus 2017
Tags:
NPL pada Juli Membengkak, Perbankan Diminta Agresif Bersih-bersih
Petugas Satpol dibantu Polisi mengeksekusi bangunan milik PT Idee Murni Pratama yang telah diagunkan kepada Bank DKI, di Jakarta, Rabu (9/8). PT Idee Murni Pratama berhutang kepada PT Bank DKI sejak tahun 2013 dan tidak membayar sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sehingga terjadi kredit macet. (ANTARA FOTO/HO/Amir)

Konsolidasi perbankan diperkirakan baru rampung akhir 2018

Bareksa - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bank pada Juli 2017 mencapai 3 persen. Nilai tersebut meningkat dibandingkan Juni 2017 yang mencapai 2,96 persen.

Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, Anto Prabowo, menjelaskan kendati NPL meningkat, namun kekuatan modal perbankan cukup tinggi sehingga menjadi bantalan bank dalam mengantisipasi risiko NPL tersebut. Tingginya modal perbankan tersebut membuat NPL perbankan secara netto pada Juli 2017 menurun ke level 1,32 persen, dari posisi Juni 2017 yang mencapai 1,35 persen.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, tekanan harga komoditas yang terjadi beberapa tahun lalu masih berdampak pada korporasi dan sektor menengah sampai saat ini. Akibatnya, NPL baru bermunculan secara bertahap dan menyebabkan NPL masih menunjukkan tren peningkatan.

Promo Terbaru di Bareksa

"Banyak kita lihat saat ini berita kepailitan perusahaan makin banyak," ujarnya, di Jakarta, Kamis, 24 Agustus 2017.

Masa Konsolidasi Jadi Lebih Lama

Akibat hal ini, masa konsolidasi perbankan dalam membersihkan NPL masih akan berlangsung lama. Kartika mengungkapkan, saat ini sudah dua setengah tahun pasca tekanan harga komoditas melanda, namun masa konsolidasi belum juga berakhir. "Saya menilai, masa konsolidasi ini masih akan berlangsung sampai akhir 2018,"ujar dia.

Apalagi, OJK juga mencabut relaksasi restrukturisasi kredit. Hal ini bisa membuat kredit yang sebelumnya tidak masuk kategori NPL bisa menurun menjadi NPL.

Seperti halnya industri perbankan, Kartika yang juga Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mengungkapkan, perusahaannya juga merasakan peningkatan NPL di sektor menengah. Sebab, perseroan memiliki eksposur cukup tinggi di sektor tersebut, yakni 35 persen.

"Untuk membersihkan NPL tersebut, kami melakukan assesment, yang masih punya aset kami restrukturisasi, yang tidak ada aset, kami pailitkan," terang dia.

Senada dengan Anto, dia juga optimistis, peningkatan NPL ini tidak akan berdampak buruk bagi bank. Pasalnya, CAR perbankan sudah di atas 20 persen dan banyak bank yang memiliki pencadangan di atas 100 persen.

Bank Diminta Agresif Bersih-bersih

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, berharap bagi bank yang sudah memiliki pencadangan cukup untuk lebih agresif bersih-bersih, misalnya dengan write off dan proses restrukturisasi lain. "Kalau sudah bersih-bersih bisa fokus menangani kredit baru," terang dia.

Sebelumnya, Mirza menyebutkan, NPL perbankan hingga Juni 2017 mencapai 2,96 persen. Nilai tersebut meningkat dibandingkan periode Desember 2016 yang mencapai 2,93 persen.

Peningkatan NPL paling tinggi terjadi di sektor pertambangan, yakni mencapai 7,84 persen, naik dari 7,16 persen pada posisi Desember 2016. "Pada Desember 2015, NPL di sektor pertambangan hanya 4,13 persen," ujarnya.

Peningkatan NPL di sektor ini membuat bank selektif memberikan kredit. Hal ini terlihat dari pertumbuhan kredit di sektor pertambangan yang hanya 2,07 persen (year on year/yoy) pada Juni 2017. Bahkan dibandingkan Desember 2016 bertumbuh minus 3,09 persen.

NPL Sektor Perdagangan Meningkat

Sektor perdagangan juga menunjukkan peningkatan NPL, yakni menjadi 4,35 persen, dari sebelumnya 4,1 persen (year to date/ytd). Padahal sektor perdagangan berkontribusi cukup signifikan terhadap total kredit, yakni 20,97 persen.

Sektor-sektor lain yang mencatat NPL di atas 3 persen adalah sektor transportasi 4,25 persen, kontruksi 3,92 persen, dan manufaktur 3,23 persen. Sedangkan sektor kredit yang menunjukkan NPL yang relatif rendah adalah sektor kelistrikan 1,56 persen, keuangan dan real estate 1,85 persen, pertanian 1,97 persen dan sektor lainnya sebesar 1,73 persen.

NPL Modal Kerja Tertinggi

Selanjutnya, apabila dilihat dari tujuan penggunaan, kredit modal kerja mencatat NPL tertinggi, yakni 3,49 persen. Namun angka tersebut menurun dibandingkan posisi Desember 2016 yang mencapai 3,59 persen.

Sementara itu, NPL di kredit investasi meningkat menjadi 3,37 persen pada Juni 2017, dari 3,21 persen (ytd). Begitu juga dengan untuk kredit konsumsi meningkat ke angka 1,72 persen pada Juni 2017, dari 1,53 persen pada Desember 2016.

Dilihat dari kelas BUKU bank, bank BUKU II mencatat NPL tertinggi, yakni 3,59 persen, naik dari 3,31 persen pada Desember 2016. Bank BUKU I dan BUKU IV juga menunjukkan peningkatan NPL, yakni dari 2,97 persen menjadi 3,03 persen (ytd) untuk BUKU I dan dari 2,55 persen menjadi 2,73 persen untuk BUKU IV. Sedangkan NPL BUKU III menurun menjadi 3,01 persen dari posisi 3,23 persen pada Desember 2016.(K09)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua