Soal Utang Pemerintah, Awasi Defisit Keseimbangan Primer APBN Ini
sejak 2012 APBN mengalami defisit primary balance
sejak 2012 APBN mengalami defisit primary balance
Bareksa.com – Saat ini pemerintah sedang gencar melakukan sosialisasi terkait utang negara yang terus melonjak, baik dalam seminar-seminar maupun secara onine dengan menggunakan tagar #SadarAPBN. Sebab masyarakat juga bisa ikut mengawasi penggunaan anggaran pendapatan belanja negara.
Salah satu hal penting yang paling berpotensi menimbulkan instabilitas makroekonomi dari APBN adalah soal keseimbangan defisit primer. Pertama, sejak 2012 APBN mengalami defisit primary balance. Berarti, pendapatan pemerintah pusat dikurangi pengeluaran pemerintah pusat (di luar pembayaran bunga utang) mengalami defisit. Primary balance yang defisit atau minus mengindikasikan pemerintah harus berutang untuk membayar bunga utang. Dengan kata lain pemerintah menghadapi tekanan likuiditas.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, defisit primer menunjukkan bahwa selama ini pemerintah berutang, bukan untuk berinvestasi. Justru utang ini digunakan untuk menutup utang-utang pada masa lalu.
Promo Terbaru di Bareksa
Pemerintah sejak lama mengalami defisit primer dalam APBN. Kondisi tersebut sampai saat ini masih berlangsung, bahkan dalam RAPBN 2017 yang disampaikan Presiden Joko Widodo, defisit primer mencapai Rp 111,4 triliun.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro, defisit primer meningkat sejak 2012. Ini disebabkan oleh dalam beberapa tahun bekalangan, penerimaan negara memang kurang baik, padahal dana yang dibutuhkan untuk pembangunan besar.
Grafik : Pertumbuhan Keseimbangan Primer APBN (Rp Triliun)
Sumber : Kementerian Keuangan diolah Bareksa
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, keseimbangan primer sebenarnya sempat mengalami surplus pada 2010, mencapai Rp 41,5 triliun. Artinya, penerimaan negara saat itu lebih besar daripada belanja negara di luar pembayaran utang.
Saat itu, negara juga masih memiliki dana untuk membayar bunga utang. Pada 2011, keseimbangan primer masih mengalami surplus, tetapi nilainya berkurang drastis menjadi Rp 8,8 triliun. Pada 2012, barulah pemerintah merasakan defisit keseimbangan primer.
Tak tanggung-tanggung pemerintah mendapatkan defisit keseimbangan primer mencapai Rp 52,7 triliun. Defisit ini bertambah menjadi Rp 98,6 triliun pada 2013. Memasuki 2014, Pemerintah sempat menurunkan defisit di angka Rp 93,2 triliun.
Sayang, nilai ini kembali meningkat pada 2015 yang menyentuh Rp 142,4 triliun. Dengan nilai ini, pemerintah berarti tidak lagi memiliki kemampuan membayar bunga utang dari penerimaan negara. Pemerintah harus mencari utang guna membayar bunga utang.
Memasuki 2016, pemerintah kembali harus mengalami defisit keseimbangan primer mencapai Rp 105,5 triliun dalam APBNP 2016. Nilai defisit ini masih akan berlangsung pada 2017 dengan besaran Rp 111,4 triliun.
Bambang mengatakan, defisit primer bisa saja hilang menjadi nol atau malah kembali positif. Terdapat dua kunci, yaitu menurunkan anggaran belanja atau menaikkan penerimaan negara. ''Dengan kondisi seperti sekarang, satu-satunya jalan adalah meningkatkan penerimaan.''
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.390,83 | 0,49% | 4,09% | 0,21% | 8,15% | 19,87% | 37,95% |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.088,76 | 0,52% | 4,00% | 0,18% | 7,78% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.860,53 | 0,55% | 3,88% | 0,20% | 7,35% | 18,12% | 39,62% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.098,83 | 0,42% | 3,88% | 0,17% | 7,42% | 6,38% | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.295,75 | 0,63% | 4,09% | 0,19% | 7,48% | 19,63% | 35,67% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.