BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Longgarkan Kebijakan Moneter, BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 4,5 Persen

23 Agustus 2017
Tags:
Longgarkan Kebijakan Moneter, BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 4,5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Selasa (22/8). Bank Indonesia (BI) akhirnya menurunkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate ke level 4,50 persen atau turun 25 bps dibandingkan bulan sebelumnya. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

BI akan terus memperkuat koordinasi untuk mengendalikan inflasi

Bareksa.com – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2017 memutuskan untuk menurunkan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebanyak 25 basis poin (bps) yakni dari 4,75 persen menjadi 4,5 persen. Kemudian suku bunga deposit facility turun 25 bps menjadi 3,75 persen dan lending facility turun 25 bps menjadi 5,25 persen serta berlaku efektif sejak 23 Agustus 2017.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, penurunan suku bunga acuan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga instrumen moneter lainnya. Kebijakan penurunan suku bunga tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi 2017 dan 2018 di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan.

"Serta terkendalinya defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman. Risiko eksternal terkait dengan rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri Indonesia tetap menarik," kata Agus, di Jakarta, Selasa petang, 22 Agustus 2017.

Promo Terbaru di Bareksa

Agus berharap penurunan suku bunga kebijakan dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Koordinasi Pengendalian Inflasi

Bank Indonesia, kata Agus, juga akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas lainnya guna memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut disertai dengan terjadinya pergeseran sumber-sumber pertumbuhan. Di satu sisi, perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi yang solid dan ekspor yang meningkat," ujar mantan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.

Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih baik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor yang meningkat. Di sisi lain, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak.

Perkembangan ekonomi global tersebut berpotensi mendorong peningkatan volume perdagangan dunia dan masih tetap tingginya harga komoditas global. Sementara itu, kenaikan FFR diperkirakan akan terjadi satu kali pada akhir 2017 dan normalisasi neraca Bank Sentral AS diperkirakan akan diumumkan pada September 2017.

"Perekonomian Indonesia pada kuartal II 2017 tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 tercatat 5,01 persen yoy, lebih rendah dari periode yang sama pada 2016 sebesar 5,18 persen secara yoy," kata Agus.

Ekonomi Didukung Kinerja Investasi

Pertumbuhan ekonomi didukung meningkatnya kinerja investasi, khususnya investasi bangunan sejalan dengan akselerasi belanja infrastruktur pemerintah dan meningkatnya proyek investasi swasta. Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2017 melemah sementara konsumsi pemerintah mengalami kontraksi seiring dengan adanya pergeseran pengeluaran.

"Dari sisi eksternal, kinerja ekspor melambat terutama dipengaruhi penurunan pertumbuhan volume ekspor produk manufaktur sejalan dengan belum kuatnya pemulihan ekonomi dunia," ungkap Agus.

Secara spasial, rendahnya pertumbuhan ekspor terutama terjadi di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan membaik ditopang oleh peningkatan investasi dan konsumsi seiring dengan berlanjutnya dampak belanja pemerintah yang lebih ekspansif serta pemanfaatan ruang pelonggaran kebijakan moneter.

"Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di 2017 tetap dalam kisaran 5,0-5,4 persen dan akan meningkat menjadi 5,1-5,5 persen pada 2018," tegas Agus.

Sementara itu, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menunjukkan surplus dengan defisit transaksi berjalan yang terjaga dan dapat dibiayai oleh surplus neraca modal dan keuangan yang besar. Pada triwulan II 2017, NPI mencatat surplus US$ 0,7 miliar ditopang oleh surplus transaksi modal dan keuangan sebesar US$ 5,9 miliar melebihi defisit neraca transaksi berjalan.

Posisi Cadangan Devisa

Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2017 sebesar US$ 127,8 miliar atau cukup untuk membiayai 9 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Ke depan, kinerja NPI diperkirakan akan tetap mencatat surplus untuk keseluruhan 2017 dan 2018. Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan tetap terjaga dalam batas aman di bawah 3 persen terhadap PDB, yaitu di kisaran 1,5 - 2 persen PDB pada 2017 dan di kisaran 2 - 2,5 persen PDB pada 2018.

Sistem keuangan tetap stabil didukung oleh ketahanan industri perbankan dan pasar keuangan yang terjaga. Pada Juni 2017, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tercatat 22,5 persen, dan rasio likuiditas (AL/DPK) berada pada level 21,2 persen. Rasio kredit bermasalah tercatat 3,0 persen (gross) atau 1,4 persen (net).

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2017 tercatat 10,3 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya 11,2 persen (yoy). Pertumbuhan kredit Juni 2017 tercatat 7,8 persen (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 8,7 persen (yoy). Ke depan, pertumbuhan DPK pada 2017 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 9-11 persen.

"Sementara kredit di tahun yang sama tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula yaitu menjadi dalam kisaran 8-10 persen. Intermediasi perbankan diperkirakan akan lebih tinggi pada 2018 dengan perkiraan pertumbuhan kredit sebesar 10-12 persen dan pertumbuhan DPK sebesar 9-11 persen," pungkas Agus. (K03)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.337,76

Up0,50%
Up3,71%
Up0,04%
Up4,77%
Up18,50%
-

Capital Fixed Income Fund

1.793,05

Up0,58%
Up3,35%
Up0,04%
Up6,97%
Up16,56%
Up39,91%

I-Hajj Syariah Fund

4.872,25

Up0,61%
Up3,20%
Up0,04%
Up6,18%
Up22,01%
Up40,68%

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.047,87

Up0,54%
Up3,63%
Up0,04%
---

Reksa Dana Syariah Syailendra OVO Bareksa Tunai Likuid

1.147,05

Up0,31%
Up2,62%
Up0,03%
Up4,98%
Up14,26%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua