BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Tidak Benar BI Rate Akan Dihapus? Begini Penjelasannya

13 April 2016
Tags:
Tidak Benar BI Rate Akan Dihapus? Begini Penjelasannya
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (tengah) berbincang dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara (kedua kiri), Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo (kiri), Ronald Waas (kedua kanan), Halim Alamsyah (kanan) usai menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (19/5). BI memutuskan mempertahank

BI akan melakukan penguatan operasi moneter

Bareksa.com – Beberapa hari terakhir ini beredar kabar terkait rencana Bank Indonesia mengubah acuan (benchmark) suku bunga dari BI Rate ke instrumen lain yang lebih mencerminkan pasar, sehingga menimbulkan rumor BI Rate akan dihapus. Benarkah? Begini penjelasan yang diperoleh dari penelusuran Bareksa.

Sejak Juli 2005, BI Rate digunakan sebagai acuan suku bunga artinya merupakan kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

Deputi Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan ketika dihubungi Bareksa mengatakan BI akan melakukan penguatan operasi moneter. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Tentu saja nanti akan segera diumumkan oleh BI secara resmi. Adapun mengenai pertemuan dengan beberapa pihak ataupun otoritas beberapa hari ini adalah pertemuan awal untuk mendapatkan masukan dan memberikan penjelasan.

Promo Terbaru di Bareksa

Sementara itu menurut salah satu sumber Bareksa yang merupakan pejabat Bank Indonesia menyebut Bank Sentral hanya berencana mengubah acuan tetapi tidak berarti merombak stance dalam kebijakan moneter dari sisi tingkat bunga.

Ekonom Samuel Securities, Lana Soelistianingsih kepada Bareksa menjelaskan memang sudah mendengar rencana BI untuk mengganti acuan dari BI Rate menjadi overnight rate --tingkat bunga antar bank dengan jangka waktu satu hari--. Tapi menurut Lana hal itu menuruti praktik yang umum yang digunakan (best practice) bank-bank sentral di dunia, termasuk Federal Reserve di Amerika Serikat. "Dengan kebijakan ini, BI bisa langsung berada di bank. Ke depan, diperlukan juga keseimbangan bunga overnight –nya".

Laporan riset Deutsche Bank yang telah disampaikan kepada nasabah mengatakan pada prakteknya pun saat ini banyak utang perusahaan lebih menggunakan benchmark overnight rate untuk tingkat bunganya, sehingga kebijakan ini bisa lebih sesuai dengan kebutuhan pasar.

Hal ini juga diamini Chief Economist Bank Danamon Indonesia Anton Gunawan yang menilai bahwa rencana BI merupakan upaya untuk mendorong kebijakan moneter yang lebih mencerminkan pasar. Pasalnya, saat ini BI Rate dianggap tidak kredibel karena saat rupiah bergerak, suku bunga acuan masih tenang-tenang saja.

"Saya menilai langkah itu bertujuan untuk menguatkan kebijakan moneter. BI bisa memilih instrumen yang sudah ada supaya dekat dengan pasar misalnya overnight rate atau repo 7 hari," katanya ketika dihubungi Bareksa.com pada Selasa 12 April 2016.

Dari data yang diolah Bareksa memang menunjukan pergerakan BI Rate tidak bisa sepenuhnya sesuai dengan likuiditas pasar. Likuiditas pasar dapat ditunjukan dari pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) jangka waktu satu hari (overnight). Suku bunga ini ada dua, bisa berasal dari pinjaman bank dengan bank lain atau pinjaman bank dengan bank sentral.

Rata-rata suku bunga yang terbentuk dari pinjaman antar bank di Indonesia tercermin pada Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR). Sedangkan suku bunga yang terbentuk dari pinjaman bank ke bank sentral tercermin pada Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI).

Pada bulan Juni 2011, likuiditas pasar keuangan sebetulnya sudah berkurang yang ditunjukan dari turunnya JIBOR menjadi 6,12 persen dari 6,28 persen di bulan Mei 2011. Penurunan itu terus berlangsung hingga Februari 2012. Implikasi dari berkurangnya likuiditas, pergerakan nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp9.451 per dolar Amerika di Februari 2012 dari Rp8.564 per dolar Amerika di Juni 2011 --kurs rupiah menggunakan kurs transaksi Bank Indonesia--.

Tetapi kala itu BI belum bisa menurunkan BI Rate, sehingga operasi moneter dilakukan lebih dulu melalui FASBI yang di bulan September 2011 turun menjadi 5,25 persen dari bulan sebelumnya 5,75 persen. Angka FASBI terus turun sejajar dengan JIBOR. Berbeda dengan pergerakan BI Rate. BI Rate baru turun di bulan Oktober 2011 menjadi 6,5 persen.

Pergerakan BI Rate sepanjang tahun 2015 juga tidak berkorelasi dengan pergerakan JIBOR. (np)

Grafik: Perbandingan BI Rate, FASBI (Overnight), JIBOR dan Kurs Transaksi Tengah BI Bulanan

Illustration

Sumber: Bi.go.id

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua