JK: 3 Hal Tidak Bisa Dinegosiasikan di Freeport, Take It Or Leave It
Tiga poin kunci itu: membangun smelter, kenaikan pajak dan royalti, serta membangun industri hilir di Papua
Tiga poin kunci itu: membangun smelter, kenaikan pajak dan royalti, serta membangun industri hilir di Papua
Bareksa.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan ada tiga hal yang tidak bisa dinegosiasikan dan wajib dipenuhi PT Freeport Indonesia bila ingin memperpanjang kontrak untuk terus beroperasi. Itu adalah: membangun smelter di Indonesia; kenaikan nilai royalti dan pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah; dan membangun industri hilir di Papua yang bisa membantu ekonomi setempat. Syarat tersebut akan menjadi kunci pembahasan dalam negosiasi perpanjangan kontrak karya Freeport di Indonesia yang akan berakhir 2021, hingga 2041.
Wapres mengatakan tiga syarat itu telah dia sampaikan saat bertemu James Moffett belum lama ini. "Saya bilang 'Jim, tiga hal itu not negotiable'," dia mengungkapkan dalam acara makan malam bersama para pemimpin media massa di kediaman resmi Wapres di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu malam 28 Januari 2015. “Membangun smelter itu peanuts untuk Freeport. Take it or leave it. Kalau mereka tidak mau melakukan ini, banyak orang lain yang mau.”
JK menilai pembangunan smelter itu penting untuk mengetahui berapa persisnya kandungan emas, perak, dan tembaga yang berhasil didulang perusahaan tambang yang terafiliasi dengan Freeport-McMoran ini, raksasa tambang asal Amerika Serikat. Selama ini, Freeport Indonesia menambang mineral yang sebagian besar diekspor langsung.
Promo Terbaru di Bareksa
"Kenapa smelter penting? Karena selama ini di situ permainannya. Selama ini kita tidak tahu ada berapa banyak kandungan emas, tembaga, dan lainnya. Jika mereka membangun smelter di dalam negeri, kita bisa tahu dan bisa kontrol,” kata JK.
Hanya 40 persen hasil tambang Freeport yang diolah di dalam negeri melalui PT Smelting Gresik, pabrik pengolahan konsentrat tembaga di Jawa Timur. Pabrik yang berdiri sejak 1996 tersebut merupakan kerja sama dengan konsorsium Jepang -- termasuk Mitsubishi -- sedangkan Freeport hanya mengendalikan 25 persen sahamnya.
Berdasarkan data Bloomberg, total pendapatan Freeport-McMoran sepanjang tahun 2013 mencapai $20,92 miliar. Dari angka tersebut, tambang Grasberg di Indonesia memberikan kontribusi $4,09 miliar atau 16 persen dari total pendapatan.
Grafik: Kontribusi Pendapatan Freeport-McMoran 2013
Sumber: Bloomberg
Pemerintah Indonesia mendapatkan bagian dari Freeport Indonesia berupa royalti untuk barang tambang, pajak, dan dividen karena menguasai saham Freeport Indonesia sekitar 9,36 persen. Nilai royalti adalah sebesar 1 persen dari pendapatan sementara pajak senilai 35 persen dari pendapatan bersih.
Besaran royalti tersebut masih didasarkan pada kontrak tahun 1991. Nilainya akan berubah karena berdasarkan PP No. 9/2012, royalti tembaga menjadi 4 persen, emas 3,75 persen, dan perak 3,25 persen.
Berdasarkan data Freeport Indonesia, selama tahun 2013 mereka telah menyetor pajak dan royalti kepada pemerintah RI sekitar $500 juta atau setara Rp5,6 trilliun dengan nilai tukar sekarang. Namun, tidak ada dividen karena perseroan akan menggunakannya untuk ekspansi tambang.
Wapres membantah bahwa setoran dari Freeport Indonesia tersebut hanya dinikmati oleh pemerintah pusat tanpa membaginya secara adil kepada Provinsi Papua, di mana tambang Freeport berlokasi.
“Banyak yang bilang Jakarta mengambil banyak dari Papua. Itu tidak benar. Sekarang ini pendapatan pemerintah pusat dari Freeport sekitar US$500 juta per tahun, atau sekitar Rp 6 triliun, sementara kami transfer ke Provinsi Papua dan Papua Barat sekitar Rp35 triliun setahun,” dia menjelaskan.
Wapres menegaskan pemerintah tak khawatir jika Freeport memutuskan hengkang. "Sekarang ini 98,5% karyawan di Freeport adalah warga Indonesia, yang expat cuma sebagian kecil. Jadi, jika katankanlah Freeport tidak mau terus, kita bisa tetap mengoperasikannya," dia menegaskan.
Sebagaimana tertera di situsnya, pada tahun 2013 Freeport Indonesia mempekerjakan lebih dari 12.000 karyawan langsung dan 19.000 karyawan kontraktor. Dari jumlah karyawan langsung itu, 1,44 persen adalah pekerja asing. Mayoritas karyawan berasal dari Indonesia termasuk 34,83 persen dari Papua. (kd)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.