BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Kalau Upaya Ini Tidak Dilakukan, Saham CPRO Akan Kembali Mati Suri

29 November 2014
Tags:
Kalau Upaya Ini Tidak Dilakukan, Saham CPRO Akan Kembali Mati Suri
Pedagang menata udang yang dijual di Pasar Ikan Pabean, Surabaya - (ANTARA FOTO/Suryanto).Pedagang menata udang yang dijual di Pasar Ikan Pabean, Surabaya - (ANTARA FOTO/Suryanto)

Akuisisi Dipasena masih menyisakan konflik dengan para petambak plasma

Bareksa.com – Dalam sepekan terakhir, harga saham perusahaan tambak udang PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO) mendadak aktif diperdagangkan setelah mengklaim berhasil menemukan antivirus IMNV dan berencana mengekspor hasil tambaknya ke China (Baca juga: Harga saham CPRO melesat 34 persen setelah ekspor udang perdana ke China).

Bahkan, harga sahamnya sempat menyentuh level Rp86 per saham. Padahal, sebelumnya saham CPRO seolah ‘anteng’ berada di level Rp50 per saham.

Hari ini, saham CPRO ditutup melemah 2 poin atau 2,56 persen ke level Rp76 per saham.

Promo Terbaru di Bareksa

Penemuan antivirus IMNV menjadi sentimen positif bagi perusahaan, pasalnya serangan virus IMNV sepanjang periode 2009-2012 lalu menyebabkan kerugian yang besar bagi CPRO. Berdasarkan laporan tahunan perusahaan, CPRO bahkan tidak bisa melakukan pembayaran pokok beserta bunga obligasi sebesar $107,25 juta yang merupakan akumulasi sejak bulan Desember 2009 sampai tanggal obligasi jatuh tempo di bulan Juni 2012. Akibat serangan virus, 30 persen udang dari tambak CPRO mati dan gagal panen.

Laba Bersih CPRO Periode 2009-2014

Illustration

*dalam miliar Rupiah

Sumber: Bareksa.com

Saham CPRO pernah menyentuh harga Rp770 per sahamnya di tahun 2007.

Ketika itu, CPRO mengakuisisi perusahaan tambak udang terintegrasi PT Dipasena Citra Dermaja milik Sjamsul Nursalim, pendiri PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), yang dilelang oleh PT Perusahaan Pengelola Aset Negara (PPA).

Mengutip dari Kompas tanggal 2 Mei 2005, tambak yang berada di Kabupaten Tulangbawang, Lampung tersebut merupakan perusahaan tambak udang terbesar di dunia ketika masa jayanya tahun 1990-2000. Luasnya pun tidak tanggung-tanggung, areal tambaknya mencapai 162,5 juta meter persegi atau setara 16 ribu hektar dan dikelola oleh 11 ribu petambak plasma. Hasil tambak Dipasena diekspor ke sejumlah negara, bahkan di tahun 1998 Dipasena menyumbang $167 juta bagi devisa negara.

Akhirnya, negara mengambil alih semua aset milik Sjamsul Nursalim setelah dirinya terlibat kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), termasuk juga Dipasena Citra Dermaja.

Pada tanggal 24 Mei 2007, PPA melelang seluruh aset Dipasena (termasuk kredit dan sahamnya) kepada CPRO seharga Rp688 miliar. Padahal, jumlah seluruh aset tersebut saat diserahkan Sjamsul ke negara diperkirakan sebesar Rp19,9 triliun. Setelah diakuisisi, CPRO kemudian mengubah Dipasena Citra Dermaja menjadi PT Aruna Wijaya Sakti.

Sebelum diakuisisi, harga saham CPRO masih berada di rentang Rp280-295 per saham. Namun setelah akuisisi, nilainya melonjak ke level Rp700-800 per saham dalam tiga bulan berikutnya.

Grafik Pergerakan Harga Saham CPRO

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Tetapi, kenaikan harga saham tersebut tidak berlangsung lama seiring penurunan kinerja CPRO sendiri akibat serangan virus IMNV sehingga mendorong merosotnya kinerja keuangan dan berimbas pada terjunnya harga saham.

Selain itu, akuisisi Dipasena juga menyisakan konflik dengan para petambak plasma. Para petambak plasma mengklaim tidak adanya transparansi atas kerjasama yang dilakukan dengan Dipasena.

Pada awal kerjasama dengan para petambak plasma, pihak Dipasena menjanjikan semua hutang petambak akan lunas dalam waktu 8 tahun. Setelah lunas, tambak yang mereka kelola akan resmi menjadi milik petambak plasma. Namun sejak Dipasena dipegang CPRO, janji tersebut tidak pernah ditepati.

Salah satu analis --tidak mau namanya disebutkan-- yang pernah meng-cover saham CPRO sebelumnya mengatakan kepada Bareksa.com bahwa permasalahan bekas tambak Dipasena memang membebani CPRO. Menurutnya, selain permasalahan dengan petambak plasma, biaya produksi tambak bekas Dipasena tersebut juga besar.

"Sebaiknya memang dilepas saja tambak eks-Dipasena tersebut. Karena ukurannya terlalu besar, biayanya pun tinggi."

Padahal, sebelum mengakuisisi tambak tersebut biaya tambak CPRO tidak terlalu besar.

"Tidak gampang memang mengelola usaha tambak, kan banyak juga perusahaan yang beralih (usaha)," tutupnya. (al)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,96

Up0,58%
Up4,31%
Up7,57%
Up8,73%
Up19,20%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.094,08

Up0,44%
Up4,48%
Up7,05%
Up7,51%
Up2,61%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,18

Up0,60%
Up3,97%
Up7,04%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,13

Up0,53%
Up3,89%
Up6,64%
Up7,38%
Up16,99%
Up40,43%

Insight Renewable Energy Fund

2.269,81

Up0,81%
Up3,87%
Up6,51%
Up7,19%
Up20,23%
Up35,64%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua