BeritaArrow iconBelajar InvestasiArrow iconArtikel

Ancaman Resesi Global, Haruskah Pegang Banyak Cash?

Bareksa10 Oktober 2022
Tags:
Ancaman Resesi Global, Haruskah Pegang Banyak Cash?
Ilustrasi uang rupiah dalam dompet untuk investasi di berbagai instrumen risiko rendah di tengah risiko resesi global. (Shutterstock)

Reksadana pasar uang dan SBN ritel bisa jadi pilihan investasi risiko rendah dengan imbal hasil menarik saat resesi

Bareksa.com - Resesi ekonomi global mengancam di depan mata. Sebabnya, kenaikan suku bunga acuan secara agresif oleh bank sentral di berbagai negara untuk meredam laju inflasi. Dengan kondisi ini, Smart Investor tidak perlu panik, bahkan tetap dapat mengamankan potensi keuntungan dengan mengambil langkah strategi investasi sesuai profil risiko dan tujuan keuangan. ​

Apa itu Resesi?

Menurut laman sikapiuangmu.ojk.go.id, resesi dapat diartikan sebagai kondisi ekonomi negara memburuk karena penurunan Produk Domestik Bruto, meningkatnya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Siklus ekonomi yang menunjukkan penurunan ini terlihat bahkan di negara maju, salah satunya adalah Inggris. Menurut lembaga keuangan internasional S&P Global Ratings, Inggris telah mengalami resesi sejak pertengahan 2022, karena pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua sudah melambat 0,1% sementara inflasi di negara The Three Lion tersebut melonjak hingga 9,9% pada Agustus.

Promo Terbaru di Bareksa

Sementara itu, dari Amerika Serikat, data klaim pengangguran menunjukkan perbaikan di pasar tenaga kerja AS, sehingga ekspektasi investor terhadap kenaikan suku bunga yang lebih agresif akan semakin tinggi. Perbaikan data pasar tenaga kerja mengindikasikan inflasi tidak akan turun dalam waktu dekat.

Investasi Aman dan Cuan di Reksadana, Klik di Sini

Salah seorang anggota The Fed mengatakan Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan 1,25% lagi pada tahun ini untuk terus melawan inflasi ke level yang terkendali di level 2-3%. Hal itu juga menguatkan opini investor bahwa Negara Paman Sam siap menukar resesi dengan inflasi yang terjaga.

Baca juga Resesi Global Mengancam? Ini Peluang Investasi yang Aman

Bagaimana Kondisi Ekonomi Indonesia?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada September 2022 mencapai 1,17% secara bulanan (MOM). Dengan demikian, inflasi tahunan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 5,95% MOM dan inflasi tahun kalender di level 4,84% sepanjang tahun berjalan (YTD).

Untuk Indonesia, saat ini memang inflasi diproyeksikan masih akan naik hingga akhir tahun dan mata uang Rupiah juga masih cenderung melemah. Namun pekan lalu, Presiden Jokowi mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2022 dapat mencapai level 5,4-6% dan lebih tinggi dari dua kuartal sebelumnya.

Diuntungkan dari naiknya harga komoditas energi termasuk minyak dan batu bara, Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas mengalami peningkatan surplus neraca perdagangan. Di samping itu, sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga telah disalurkan ke masyarakat.

Meski pasar modal dibayangi sentimen ancaman resesi global, kinerja pasar saham nasional tidak mengecewakan. Sepanjang tahun berjalan (YTD) hingga 30 September 2022, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berhasil mencatatkan kenaikan 6,9% di level 7.041, meskipun secara bulanan pada September, indeks saham kebanggaan Tanah Air terkoreksi hingga 1,9%.

Positifnya kinerja pasar saham seiring masih kuatnya fundamental ekonomi nasional. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat meski pasar terkoreksi secara bulanan di September 2022, investor asing masih membukukan arus masuk (inflow) Rp3,055 triliun. Bahkan, sepanjang tahun berjalan hingga September investor asing membukukan net buy Rp69,47 triliun.

Siapkan Dana Darurat dengan Investasi Reksadana, Klik di Sini

Perlukah Mencairkan Aset Investasi?

Melihat adanya risiko resesi, dan kondisi inflasi seperti harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dampaknya ikut mengerek harga barang-barang lainnya, apakah investor perlu memegang uang tunai yang banyak?

Melihat kondisi ini, mungkin ada sebagian investor yang justru panik dan mencairkan sebagian besar investasinya. Padahal, langkah tersebut belum tentu bijak karena investor bisa mengamankan dana di instrumen dengan risiko rendah.

Memang benar, di saat resesi istilah "cash is king" berlaku. Namun, cash itu tidak harus selalu dalam bentuk uang tunai, tetapi bisa juga dalam setara kas atau instrumen yang likuid. Contohnya adalah reksadana pasar uang dan Surat Berharga Negara (SBN).

Reksadana Pasar Uang

Reksadana pasar uang adalah instrumen investasi yang terdiri dari kumpulan aset berupa pasar uang. Aset pasar uang termasuk deposito bank dan surat berharga negara, atau obligasi dengan jatuh tempo kurang dari setahun. Makanya, aset ini likuid alias mudah dicairkan dan risikonya rendah.

Tren kenaikan suku bunga acuan justru jadi sentimen positif bagi reksadana pasar uang karena mayoritas portofolionya berinvestasi di instrumen pasar uang dan surat utang jangka pendek. Selain itu, instrumen ini relatif stabil dan aman dari dampak gejolak pasar modal akibat sentimen ancaman resesi global.

Reksadana jenis ini cocok untuk Smart Investor dengan profil risiko konservatif karena aman, stabil dan cuan menarik. Bagi Smart Investor dengan profil risiko moderat dan agresif, reksadana pasar uang bisa dipilih sebagai bagian dari diversifikasi investasi atau strategi mengamankan portofolio aset saat pasar sedang bergejolak seperti saat ini.

Reksadana pasar uang berpotensi memberikan imbal hasil lebih tinggi dari tabungan dan deposito perbankan. Di samping itu, imbal hasil reksadana pasar uang juga bebas pajak, karena bukan merupakan objek pajak, sedangkan bunga deposito terkena pajak 20%.

Surat Berharga Negara (SBN)

Instrumen investasi yang juga dapat dipertimbangkan investor adalah SBN Ritel, termasuk jenis Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI022 yang saat ini sedang masa penawaran. SBN Ritel dijamin 100% oleh negara baik pokok maupun kupon atau imbal hasilnya.

Jaminan SBN ritel ini sudah tertuang dalam dua undang-undang yaitu UU tentang Surat Utang Negara dan UU tentang APBN. Artinya, pembayaran pokok dan kupon SBN sudah dianggarkan oleh negara.

Kementerian Keuangan menetapkan imbal hasil atau kupon ORI022 sebesar 5,95% bersifat fixed (tetap) per tahun. Dengan kupon yang terbilang tinggi untuk melawan inflasi, serta pajak hanya 10%, dibandingkan pajak deposito yang 20%, imbal hasil bersih ORI022 tentu lebih menarik.

Baca juga Aman Dijamin Negara 100%, ORI022 Cocok Buat Diversifikasi Investasi

Kesimpulannya, menghadapi ancaman resesi, Smart Investor jangan panik dan langsung mencairkan semua aset investasi. Justru, Smart Investor masih harus berinvestasi untuk bertahan dan meraih peluang keuntungan melewati resesi ini.

Siapkan Pendapatan Pasifmu dengan Investasi SBN Ritel, Klik di Sini

(hm)

***

Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store​
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS

DISCLAIMER

Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.


Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua