Bareksa.com - Sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) beruntun mengalami penurunan kumulatif 3,5 persen dan mendorong kejatuhan bursa saham hingga ke level 6.794 pada Jumat (1/7/2022).
Menurut analisis Bareksa, investor merespons negatif rilis angka inflasi RI bulan Juni 2022 yang lebih tinggi dibandingkan ekspektasi, karena tingginya harga kebutuhan pokok, yang melonjak 4,35 persen secara tahunan (YOY).
Lonjakan inflasi itu memunculkan spekulasi bahwa Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Namun pada Jumat sore (1/7), BI segera meredam kekhawatiran pelaku pasar tersebut dengan menegaskan tidak akan buru-buru menaikkan suku bunga acuan. Sebab inflasi inti masih terjaga di kisaran 2,63 persen secara tahunan (YOY).
Baca juga : Bareksa Insight : Sentimen Pasar Bervariasi, Ini Strategi Investasi di Semester II 2022
Masih dengan sentimen yang sama, pasar obligasi Indonesia juga bergerak turun pada akhir pekan lalu, setelah sebelumnya cenderung naik. Mayoritas harga Surat Berharga Negara (SBN) konvensional terkoreksi dan menyebabkan penurunan kinerja reksadana pendapatan tetap berbasis instrumen tersebut.
Analisis Bareksa memproyeksikan pergerakan Obligasi Negara masih akan fluktuatif hingga kenaikan suku bunga acuan BI berikutnya, yang diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus - September 2022.
Berdasarkan data id.investing.com (diakses 01/07/2022 pukul 17.00 WIB) benchmark obligasi pemerintah tercatat tetap ke level 7,3 persen pada 01 Juli 2022.
Lihat juga : Bareksa Insight : Dibayangi Risiko Global, Reksadana Ini Berhasil Cuan Hingga 31 Persen
Menurut analisis Bareksa, para pelaku pasar saat ini sedang menanti rilis hasil inflasi bulan Juli, apakah akan tetap tinggi atau bisa kembali turun di bawah batas atas BI yakni di level 4 persen. Analisis Bareksa melihat reksadana saham yang lebih defensif dan memiliki portofolio saham berkapitalisasi besar (big caps) di sektor non siklikal, infrastruktur, maupun kesehatan bisa dipertimbangkan di tengah potensi perlambatan ekonomi.
Analisis Bareksa juga memproyeksikan pasar obligasi masih berpeluang menguat terbatas hingga beberapa pekan ke depan. Investor tetap bisa mencermati obligasi korporasi yang cenderung defensif ditengah fluktuasi pasar saat ini. Karena itu reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi juga bisa dipertimbangkan.
Simak juga : Bareksa Insight : Fitch Pertahankan Investment Grade RI, Reksadana Ini Cuan Hingga 22 Persen
Beberapa produk reksadana pendapatan tetap, reksadana saham dan reksadana indeks berkinerja moncer yang bisa dipertimbangkan investor dengan profil risiko moderat dan agresif adalah sebagai berikut :
Imbal Hasil 1 Tahun (per 1 Juli 2022)
Allianz SRI KEHATI Index Fund : 19,45 persen
BNP Paribas Sri Kehati : 19,43 persen
Avrist Ada Saham Blue Safir : 17,4 persen
Batavia Dana Saham Syariah : 10,73 persen
Imbal Hasil 3 Tahun (per 1 Juli 2022)
Syailendra Pendapatan Tetap Premium : 31,34 persen
Eastspring Syariah Fixed Income Amanah Kelas A : 20,76 persen
Baca juga : Bareksa Insight : Data Ekonomi Makin Kuat, Cuan Reksadana Meroket Hingga 20,8 Persen
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.