Berita Hari Ini: MMI Prediksi Bunga BI Turun 50 bps, Sri Mulyani Ringankan Pajak
Harga SUN menguat, AUM MMI per Februari 2020 bertambah Rp300 miliar, IPIM luncurkan 4 ETF, OJK minta bunga kredit turun
Harga SUN menguat, AUM MMI per Februari 2020 bertambah Rp300 miliar, IPIM luncurkan 4 ETF, OJK minta bunga kredit turun
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 06 Maret 2020 :
Bank Indonesia
Bank Indonesia dan Bank of Korea menandatangani perpanjangan kerja sama bilateral currency swap arrangement (BCSA) senilai KRW10.7 triliun atau Rp115 triliun yang berlaku efektif mulai tanggal 6 Maret 2020 sampai dengan 5 Maret 2023 dan dapat diperpanjang atas kesepakatan kedua belah pihak. Penandatanganan dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Gubernur Bank of Korea, Juyeol Lee.
Promo Terbaru di Bareksa
Gubernur BI Perry menyatakan perjanjian ini merefleksikan penguatan kerja sama keuangan antara BI dan BOK. "Sekaligus menunjukkan komitmen kedua bank sentral untuk menjaga stabilitas keuangan di tengah berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global," ujarnya dalam keterangan (5/3/2020).
Kerja sama BCSA ini memungkinkan swap mata uang lokal antara kedua bank sentral. Sebagaimana perjanjian sebelumnya, tujuan kerja sama BCSA ini adalah untuk mendorong perdagangan bilateral dan memperkuat kerja sama keuangan yang bermanfaat bagi pengembangan ekonomi kedua negara.
Secara khusus, kerja sama ini juga akan menjamin penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata uang lokal antara kedua negara sekalipun dalam kondisi krisis, guna mendukung stabilitas keuangan regional.
Suku Bunga BI
PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) memproyeksikan Bank Indonesia masih punya ruang untuk menurunkan dua kali tingkat suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin jika virus corona (Covid-19) terus meluas di Indonesia.
Direktur Utama MMI, Alvin Pattisahusiwa mengatakan, penurunan suku bunga acuan ini juga merespons langkah bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, yang sudah memangkas suku bunga acuan 50 basis poin untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam di tengah meluasnya penyeberan virus corona dan menganggu perekonomian AS.
"Kami memperkirakan BI akan 1-2 kali melakukan pemotongan suku bunga, tergangung seberapa besar dampaknya, kalau antisipasi penurunan bunga The Fed, harusnya hanya sekali, tapi kalau Corona lebih besar dan meluas, bisa sampai 50 bps," terang Alvin, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/3/2020) dilansir CNBC Indonesia.
Pada Februari 2020, bank sentral sudah memangkas suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Dengan proyeksi pemangkasan suku bunga dua kali lagi, maka level suku bunga acuan hingga akhir tahun ini, menurut MMI bisa di level 4,25 persen.
Surat Utang Negara
Harga obligasi rupiah pemerintah menguat pada perdagangan Kamis (5/3/200) karena ekspektasi penurunan suku bunga acuan lanjutan di Indonesia. Naiknya harga Surat Utang Negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Dilansir CNBC Indonesia, data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0083 yang bertenor 20 tahun dengan penurunan yield 32,1 basis poin (bps) menjadi 7,13 persen. Besaran 100 bps setara dengan 1 persen. Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 0,46 poin (0,16 persen) menjadi 281,21 dari posisi kemarin 280,75..
PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI)
PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) optimistis bisa mencapai target dana kelolaan atau asset under management (AUM) Rp66 triliun hingga akhir 2020. Tekanan di pasar modal dinilai tidak akan mengganggu kinerja perusahaan.
Direktur Utama Mandiri Investasi Alvin Pattisahusiwa mengatakan selama tahun berjalan, MMI terus mencetak penambahan dana kelolaan sehingga dia yakin target setahun penuh bisa dipenuhi. Dalam periode tahun berjalan (year to date) hingga Februari 2020, MMI mencetak dana kelolaan RP58,2 triliun, bertambah Rp300 miliar dibandingkan dengan posisi akhir 2019.
“Dari sisi subscription, Januari dan Februari juga kami selalu net subs,” katanya saat konferensi pers usai Mandiri Investasi Market Outlook 2020, di Jakarta, Kamis (5/3/2020) dilansir Bisnis.com.
Menurut Alvin, volatilitas pasar terjadi akibat berbagai sentimen, terutama kekhawatiran akibat wabah virus corona atau Covid-19. Di sisi lain, efek domino penyebaran virus corona membuat sejumlah negara, termasuk Indonesia melakukan pelonggaran fiskal dan moneter.
“Langkah agresif The Fed untuk memangkas suku bunga 50 bps ini kan membuka gerbang Bank Indonesia untuk ikut menurunkan suku bunga lagi. Tentunya ini akan memberikan manfaat bagi pasar,” imbuh Alvin.
Secara umum, tahun ini MMI tidak akan gencar merilis produk baru. MMI akan fokus mengembangkan produk yang telah ada untuk meningkatkan dana kelolaan di masing-masing produk.
Sejumlah produk andalan yang disiapkan untuk menopang target dana kelolaan antara lain Reksa Dana Mandiri Global Sharia Equity Dollar (MGSED), reksadana yang fokus menempatkan dana kelolaan pada portofolio efek syariah luar negeri. Dia mengatakan pilihan portofolio MGSED difokuskan pada saham dari perusahaan yang yang memiliki kemampuan untuk melakukan disrupsi pada level global, beberapa di antaranya adalah Alibaba dan Microsoft.
“Meskipun ini produk sudah ada beberapa tahun tapi kami revamp produk reksa dana ini agar sesuai dengan tema disrupsi yang terjadi, sehingga kinerjanya lebih baik,” tambah Alvin.
Selain itu, MMI juga akan mengandalkan Reksa Dana Mandiri Investa Pasar Uang 2 (MIPU2) yang memiliki memiliki fitur same-day settlement atau ‘T+0’ dan beberapa produk investasi alternatif seperti KIK EBA, KIK DINFRA, dan RDPT. MMI juga berencana menerbitkan produk inovatif Investasi Alternatif lainnya yaitu KIK EBA Syariah dan DINFRA lanjutan untuk melengkapi portofolio mereka yang telah ada.
PT Indo Premier Investment Management (IPIM)
PT Indo Premier Investment Management (IPIM) berencana meluncurkan 3-4 produk reksadana exchange trade fund (ETF) pada 2020. Direktur Indo Premier Investment Management Noviono Darmosusilo mengatakan pada 2020 IPIM menargetkan untuk merilis 3-4 produk ETF lainnya, termasuk ETF untuk alokasi aset. Adapun, kontribusi produk ETF terhadap total dana kelolaan IPIM saat ini mencapai 75 persen.
“Kami ada rencana meluncurkan produk ETF baru. Selama ini kontribusi ETF paling besar di IPIM, mencapai 75 persen dana kelolaan,” ujarnya di sela peluncurkan ETF Indeks MSCI Indonesia Large Cap di Bursa Efek Indonesia (4/3/2020) dilansir Bisnis.com.
Produk ETF baru tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode perdagangan XIML. Adapun, IPIM menggandeng Deutche Bank AG sebagai Bank Kustodian dan PT Indo Premier Sekuritas sebagai dealer partisipan.
Nono mengatakan peluncuran ETF Indeks MSCI Indonesia Large Cap untuk menambah pilihan investor yang ingin masuk ke broadband indeks. “Indeks MSCI Indonesia Large Cap ini berisi 15 saham terbesar dan terlikuid yang mewakili tidak kurang dari total 75 persen free float yang menyesuaikan kapitsalisasi pasar dari IHSG,” katanya.
Hingga akhir tahun, Noviono menargetkan dapat meraup dana kelolaan Rp200 miliar hingga Rp300 miliar dari produk ETF baru ini. Dia optimistis target tersebut dapat dicapai karena saat ini minat nasabah terhadap produk ETF saat ini semakin meningkat, terutama yang berasal dari institusi domestik.
Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan mengimbau kepada perbankan agar segera menyesuaikan bunga kredit setelah pemerintah, Bank Indonesia, dan pihaknya mengeluarkan stimulus untuk menghadapi pelemahan perekonomian akibat sentimen penyebaran virus corona.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebutkan bahwa berbagai kebijakan stimulus yang dikeluarkan OJK dan BI telah memberikan ruang yang sangat besar untuk perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit sekaligus menjamin ketersediaan likuiditas di pasar.
Baca juga: Usai Ketemu Jokowi, Bank BUMN Siap Pangkas Bunga Kredit
Hal itu diharap bisa dimanfaatkan perbankan untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan yang murah sehingga bisa menggerakkan sektor riil. "Bank itu berperan menjadi transmisi [penerus] kebijakan-kebijakan stimulus pemerintah, OJK dan Bank Indonesia yang telah dikeluarkan. Transmisi itu diharapkan bisa memberikan ruang gerak sektor riil untuk tetap menjalankan usahanya,” katanya usai menggelar pertemuan antara direksi bank umum kelompok usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4 dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Gubernur BI Perry Warjiyo di Kantor OJK, Kamis (5/3/2020) dilansir Bisnis.com.
Wimboh menjelaskan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) ditujukan untuk memberikan banyak likuiditas pada sektor perbankan sehingga penurunan suku bunga kredit. "Jika perbankan menjalankan fungsi transmisi kebijakan stimulus yang telah dikeluarkan Pemerintah, OJK dan BI itu, maka diharapkan dapat meminimalkan dampak buruk pelambatan perekonomian akibat penyebaran virus Corona," paparnya.
Meski demikian, Wimboh mengatakan otoritas pengawas tetap memastikan insentif digunakan secara benar dan tidak malah memperlemah kualitas kredit. “Dari pertemuan tadi para bankir menyampaikan tentu akan ada follow up action dari perbankan,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengutarakan bahwa stimulus perekonomian yang disiapkan OJK akan segera terbit produk hukumnya dalam bentuk POJK Ketentuan Kehati-hatian dalam rangka Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19.
POJK ini berlaku bagi bank umum konvensional, bank umum syariah, bank unit usaha syariah, BPR dan BPR Syariah, yang dalam pelaksanaan POJK ini bank wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam ketentuan OJK.
Adapun, rancangan aturan baru tersebut mengatur relaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit, yakni plafon sampai dengan Rp 10 miliar yang hanya didasarkan pada satu pilar, yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga terhadap kredit kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona.
Relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit juga dilakukan yakni yang terkait dengan debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona. "Adapun, relaksasi pengaturan ini akan diberlakukan sampai dengan 1 tahun sejak ditetapkan, namun dapat diperpanjang bila diperlukan," imbuhnya.
Heru berharap perbankan mendukung kebijakan stimulus ini agar dapat memudahkan debitur mendapat fasilitas kredit. "Namun, tetap kita akan evaluasi dalam enam bulan ke depan. OJK juga tengah menyiapkan kebijakan lanjutan yang akan dikeluarkan jika diperlukan,” tuturnya.
Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pemerintah sedang menyiapkan sejumlah stimulus di tengah tekanan yang diakibatkan virus corona (Covid-19). Stimulus yang akan diberikan adalah keringanan pajak. Keringanan yang akan diberikan terkait pajak penghasilan 21 (PPh 21), PPh 22, dan PPh 25, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).
"Kita mempertimbangkan semua ya PPh 21, 22 bahkan 25. Kita akan lihat semuanya, termasuk restitusi PPN yang dipercepat terutama para reputable (trader)," kata dia Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (5/3/2020) dilansir Detik Finance.
Pemerintah sedang menghitung formulasi stimulus pajak yang akan diterapkan sambil melihat perkembangan virus corona. Hal itu sedang difinalisasi. "Kita sekarang sedang menghitung keseluruhan terutama sektor-sektor yang terkena, dan kemudian dampaknya kepada neraca mereka, dan bagaimana kita bisa membantu dari sisi korporasi maupun kepada masyarakat. Jadi sekarang ini sedang difinalkan," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu belum bisa menjelaskan secara lebih detail, termasuk peluang menunda pungutan PPh 21. Dia harus menyampaikannya lebih dulu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Kita akan lihat ya. Kita lihat semuanya dan nanti kita sampaikan ke Bapak Presiden (Jokowi) sebelum saya ceritakan ke Anda," tambahnya.
Sri Mulyani sebelumnya membuka peluang untuk menunda pungutan PPh 21 alias pajak penghasilan. Hal ini dilakukan guna menekan dampak merebaknya virus corona di Indonesia. Sri Mulyani mengatakan, penundaan pungutan PPh 21 ini pernah dilakukan pada 2008-2009 saat terjadi krisis moneter."Jadi pilihan banyak yang bisa kita lakukan seperti dulu di 2008 dan 2009 PPh pasal 21 ditunda. Bisa juga kita berikan untuk daerah itu pajak hotel dan restoran ditanggung oleh pemerintah atau nanti kita bisa lihat opsinya," kata Sri Mulyani.
(*)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.