Berita Hari Ini : OPEC+ Pangkas Produksi Minyak, BI Diprediksi Tahan Suku Bunga
Harga emas tetap, 4 bank berstatus pengawasan intensif, Sri Mulyani buka-bukaan rencana global bond US$4,3 miliar
Harga emas tetap, 4 bank berstatus pengawasan intensif, Sri Mulyani buka-bukaan rencana global bond US$4,3 miliar
Bareksa.com - Berikut sejumlah berita dan informasi terkait investasi dan ekonomi yang disarikan dari sejumlah media dan keterbukaan informasi, Senin, 13 April 2020 :
OPEC+
Produsen minyak utama dunia melakukan kesepakatan bersejarah untuk memangkas produksi minyak dunia mendekati hampir 10 juta barel per hari yang sekaligus mengakhiri perang harga antara Arab Saudi dan Rusia.
Promo Terbaru di Bareksa
Dilansir Bisnis.com, setelah melakukan panggilan dan konferensi video secara maraton selama sepekan, para menteri dari negara OPEC+ dan G20 akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 terhadap permintaan minyak. OPEC+ akan memangkas produksi 9,7 juta barel per hari atau sedikit di bawah proposal awal 10 juta barel per hari.
"Saya sangat senang dengan kesepakatan itu,” ujar Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman dilansir melalui Bloomberg, Senin (13/4/2020).
Perjanjian itu mengakhiri bulan penuh gejolak ketika harga minyak mentah Brent jatuh ke level terendah hampir dua dekade terakhir di US$20 per barel. Padahal, awal tahun ini harga minyak masih diperdagangkan di atas US$70 per barel.
COVID-19 melumpuhkan sejumlah perjalanan udara dan darat, permintaan bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar jet serta diesel. Kondisi itu menekan industri Amerika Serikat (AS), stabilitas negara yang bergantung kepada minyak dan mengganggu aliran petrodolar di tengah kondisi ekonomi global yang sedang sakit.
AS, Brasil dan Kanada akan menyumbang pemangkasan 3,7 juta barel untuk pemangkasan produksi. Sementara itu, negara-negara G20 lainnya akan berkontribusi 1,3 juta barel.
Kendati demikian, Bloomberg mencatat kesepakatan itu belum mengangkat harga minyak. Pasalnya, pemangkasan pasokan tidak akan mengurangi kelebihan yang terus bertambah karena COVID-19 mematikan ekonomi global. Akibatnya, harga minyak mentah Brent diperdagangkan 0,2 persen lebih rendah di London.
Emas
Harga emas batangan di Pegadaian hari ini, Senin (13/4/2020) tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan harga pada Ahad (12/4/2020). Berdasarkan laman resmi Pegadaian yang dikutip Bisnis.com, untuk ukuran terkecil 0,5 gram, emas cetakan Antam dipatok Rp512.000, sedangkan cetakan UBS dihargai Rp505.000.
Sementara untuk bobot 1 gram, emas cetakan Antam dipatok Rp961.000 dan cetakan UBS dibanderol Rp956.000. Pegadaian membanderol harga emas cetakan Antam dan UBS masing-masing Rp1.908.000 dan Rp1.891.000 untuk ukuran 2 gram. Sementara itu, untuk ukuran 5 gram masing-masing di angka Rp4.738.000 dan Rp4.684.000.
Sebelumnya, harga emas batangan di Pegadaian pada Jumat (10/4/2020) lalu mengalami penurunan dibandingkan dengan harga Kamis (9/4/2020).
Pada Jumat, harga emas cetakan UBS untuk ukuran terkecil 0,5 gram turun Rp4.000 dibandingkan dengan posisi kemarin menjadi Rp505.000. Untuk ukuran yang sama, harga emas cetakan Antam juga turun Rp4.000 menjadi Rp512.000.
Untuk ukuran 1 gram, harga emas cetakan UBS juga mengalami penurunan yakni Rp9.000 menjadi Rp956.000. Adapun untuk ukuran yang sama, harga emas cetakan Antam turun Rp8.000 dari hari sebelumnya menjadi Rp961.000.
Sama dengan banderol pada perdagangan Jumat, Pegadaian pada hari ini membanderol harga emas cetakan Antam dan UBS masing-masing Rp1.908.000 dan Rp1.891.000 untuk ukuran 2 gram, sedangkan untuk ukuran 5 gram masing-masing di angka Rp4.738.000 dan Rp4.684.000. Sementara itu, untuk ukuran 10 gram dihargai Rp9,43 juta untuk cetakan Antam dan Rp9,35 juta untuk cetakan UBS.
Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) telah menurunkan kembali suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate 25 basis poin (bps) menjadi 4,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Maret 2020 lalu. Lantas, bagaimana prediksi para ekonom terkait hasil RDG bulan April 2020 yang dijadwalkan berlangsung dua hari ini tanggal 13-14 April?
Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana memprediksi, BI akan menahan suku bunga acuan di level 4,5 dalam RDG ini. Meski begitu, ia masih melihat masih adanya ruang terbatas bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan. "Hal ini untuk memastikan ketersediaan kebijakan moneter apabila kondisi skenario sangat berat akibat wabah Covid-19 terjadi," kata Wisnu dilansir Kontan (12/4/2020).
Senada dengan Wisnu, Ekonom Bank BCA David Sumual juga melihat bahwa BI belum perlu kembali menurunkan suku bunga acuan pada bulan ini. Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memandang bahwa BI masih perlu untuk menurunkan suku bunga acuan 25 bps ke level 42,5 persen pada RDG April 2020.
Menurutnya, dengan adanya pelonggaran moneter dari sisi suku bunga acuan ini di kondisi sekarang, mampu membantu daya beli masyarakat. Ini juga menimbang bahwa saat ini tidak semua lapisan masyarakat mampu mendapatkan fasilitas keringanan kredit perbankan/leasing. "Setidaknya jika bunga yang rendah bisa menstimulus perekonomian khususnya sektor riil," kata Bhima.
Bhima dan Wisnu sepakat di tengah kondisi saat ini bank sentral masih belum perlu untuk menaikkan suku bunga acuan, meski ini berpotensi menarik hot money ke Indonesia. Menurut Wisnu, ini disebabkan oleh covered interest parity Indonesia yang masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga.
Bhima bilang hal ini disebabkan oleh rupiah yang relatif menguat akibat intervensi BI dengan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed dalam kerjasama repo. Untuk selanjutnya, Bhima melihat bahwa masih ada kebijakan-kebijakan lain yang bisa dilakukan oleh BI untuk menjaga perekonomian di tengah wabah Covid-19 ini. Antara lain dengan perbaikan insentif devisa hasil ekspor (DHE) serta meningkatkan LCS dengan negara mitra dagang.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengindar menanggapi sinyalemen seorang anggota DPR bahwa saat ini ada empat bank menyandang status bank dalam pengawasan intensif (BDPI).
Kabar itu diutarakan oleh Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo dalam rapat kerja dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kita tahu sekarang ada empat BDPI, apakah bank ini nantinya tidak termasuk dalam Perppu 1/2020, karena ini mungkin sudah bermasalah sebelum adanya COVID-19,” katanya, Selasa (7/4) lalu.
Saat Kontan.co.id mengkonfirmasi hal ini, Wimboh hanya menjawab singkat. “Silakan konfirmasi kepada sumber di DPR tersebut,” katanya, Minggu (12/4).
Asal tahu, via Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan COVID-19, OJK diberi perluasan kewenangan untuk dapat memberi perintah konsolidasi, baik berupa penggabungan, peleburan, pengambilalihan, intergasi, dan/atau konversi kepada LJK secara tertulis.
Ketentuan ini juga berlaku mutlak, sebab bank yang ditunjuk untuk melakukan konsolidasi tak bisa mengajukan upaya hukum. Baik secara perorangan, maupun lembaga, OJK tak dapat digugat secara hukum baik perdata maupun pidana. Kebijakan tersebut tak dapat dijadikan objek sengketa di pengadilan tata usaha negara (PTUN).
Ketentuan itu juga ditambah sanksi pidana, bagi perorangan yang tak mematuhinya berupa pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 12 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp10 miliar dan paling banyak Rp300 miliar. Sementara jika pelanggaran dilakukan korporasi akan dikenakan pidana denda paling sedikit Rp1 triliun.
Sebelum beleid ini terbit, intervensi OJK terkait konsolidasi di industri perbankan terbatas pada imbauan. Status BDPI, dan selanjutnya bank dalam penagwasan khusus (BDPK) dapat jadi acuan bagi OJK untuk memberikan tindakan pengawasan termasuk imbauan konsolidasi. “Perppu ini jadi dasar kerangka hukum bagi OJK, karena jika mengikuti ketentuan dalam kondisi normal, kami butuh waktu untuk BDPI selama 12 bulan, kemudian BDPK selama 3 bulan. Di tengah waah COVID-19, Perppu ini merupakan antisipasi agar OJK bisa lebih preemptive melakukan supervisory action,” jelas Wimboh sebelumnya.
Meski begitu, Wimboh tak merinci apa keriteria LJK yang dapat dipaksa berkonsolidasi. Pun dalam beleid COVID-19 tersebut tak ada indikasi jelas yang dijabarkan. Wimboh cuma menjelaskan, bank bisa dipaksa untuk melakukan konsolidasi jika membukukan kerugian, memiliki arus kas yang negatif, dan likudiitas ketat, hingga berpotensi menganggu kesehatan bank lainnya.
Sementara merujuk POJK 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, status BDPI akan disematkan kepada bank yang memiliki satu atau lebih dari indikator berikut: capital adequacy ratio (CAR) di bawah 8 persen, non performing loan (NPL) lebih dari 5 persen, kemudian rasio modal inti, giro wajib minimum (GWM) dan kesehatan bank yang tak sesuai ketentuan.
Mengacu indikator CAR, beberapa bank sejatinya mulai berada di titik nadir. PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) misalnya, akhir tahun lalu rasionya berada di kisaran 9,01 persen. Sejumlah kewajiban tambahan modal penyangga perseroan sama sekali belum dipenuhi perseroan. Meski demikian Direktur Utama Bank Anten Fahmi Bagus Mahesa bilang saat ini kinerja perseroan masih dalam kondisi positif.
“Akhir Februari LDR kami masih cukup longgar sebesar 91 persen, pertumbuhan kredit juga sudah tumbuh 1,06 persen (ytd), kami juga bisa menurunkan beban bunga dengan penurunan DPK 4 persen, sehingga bisa menjaga pertumbuhan pendapatan bunga bersih,” katanya kepada Kontan.co.id.
Adapun terkait paksaan konsolidasi oleh OJK Fahmi bilang hal tersebut memang perlu dilakukan pemerintah di tengah pandemi COVID-19. Meski demikian ia menekankan agar kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan baik, yaitu menjaga stabilitas ekonomi melalui sektor industri perbankan. Sedangkan ihwal modal, bank di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 ini juga tengah menyiapkan aksi rights issue untuk mempertebal permodalan.
Perseroan akan menerbitkan 400 miliar saham baru bernominal Rp 3 per lembar. Pascaaksi, Bank Banten menargetkan bakal dapat tambahan modal maksimum hingga Rp 1,2 triliun.
“Perppu ini jadi dasar kerangka hukum bagi OJK, karena jika mengikuti ketentuan dalam kondisi normal, kami butuh waktu untuk BDPI selama 12 bulan, kemudian BDPK selama 3 bulan. Di tengah waah COVID-19, Perppu ini merupakan antisipasi agar OJK bisa lebih preemptive melakukan supervisory action,” jelas Wimboh sebelumnya.
Meski demikian, Wimboh tak merinci apa keriteria LJK yang dapat dipaksa berkonsolidasi. Pun dalam beleid COVID-19 tersebut tak ada indikasi jelas yang dijabarkan. Dia menjelaskan, bank bisa dipaksa untuk melakukan konsolidasi jika membukukan kerugian, memiliki arus kas yang negatif, dan likudiitas ketat, hingga berpotensi menganggu kesehatan bank lainnya.
SBN
Pemerintah Indonesia berencana menerbitkan global bond US$4,3 miliar atau setara Rp67,5 triliun dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI1050, dan RI0470. Ini merupakan penerbitan global bond terbesar yang pernah dikeluarkan dalam sejarah berdirinya Indonesia. Di antara negara kawasan, Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan surat utang ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Seri RI1030 memiliki tenor 10,5 tahun yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2030 diterbitkan sebesar US$ 1,65 miliar dengan yield global sebesar 3,9 persen. Seri kedua yaitu RI1050 dengan tenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2050. Nominal yang diterbitkan juga US$1,65 miliar dengan yield 4,25 persen.
Sementara itu Seri ketiga adalah RI0470 dengan tenor 50 tahun, jatuh tempo 15 April tahun 2070 sebesar US$1 miliar dengan tingkat yield 4,5 persen. Seri ini merupakan global bond pertama yang diterbitkan dengan tenor 50 tahun.
"SBN yang ketiga dan ini adalah series baru yang belum pernah diterbitkan sebelumnya adalah RI0470. Jatuh tempo atau tenornya 50 tahun yaitu 15 April tahun 2070 sebesar 1 miliar US dollar dengan tingkat yield 4,5%," jelasnya dilansir CNBC Indonesia (12/4/2020).
Surat utang dengan tenor 50 tahun ini merupakan terpanjang yang pernah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Bahkan, dari Februari hingga Maret tidak ada satupun negara di Asia yang masuk ke global bond karena volatilitas dan gejolak yang besar. Penerbitan global bond dalam mata uang dolar ini memang bukan tanpa alasan. Hal ini untuk menjaga pembiayaan aman sekaligus menambah cadangan devisa bagi Bank Indonesia. Pemanfaatan dari penerbitan ini sangat positif di tengah turbulensi pasar keuangan global.
Penerbitan global bond ini dilakukan secara elektronik tanpa ada pertemuan fisik karena semua melakukannya dalam kondisi work from home (WFH) termasuk roadshow-nya. "Ini adalah penerbitan terbesar dalam US bond dalam sejarah RI. Dan Indonesia juga jadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemic covid-19 terjadi," pungkasnya.
(*)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.