Bareksa.com - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun depan bisa mencapai level 7.880 atau naik sekitar 11% dari posisi November 2022, dengan didukung pertumbuhan laba bersih emiten secara berkelanjutan.
Hariyanto Wijaya, Head of Research Team & Strategist Mirae Asset Sekuritas, mengatakan skenario dasar (base-case scenario) tersebut juga didukung oleh preferensi investor global di pasar saham negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Untuk sektornya, kami memiliki sektor consumer non-cyclical dan financial karena masih akan prospektif dan dapat menjadi pilihan tahun depan,” ujar Hariyanto dalam Sage Talk & Market Outlook 2023 (6/12/2022).
Prediksi IHSG di level 7.880 merupakan skenario moderat. Adapun jika menggunakan skenario optimistis (bull case), Mirae memprediksi IHSG bisa tembus 8.650, dan skenario pesimistis (bear case) di level 6.800 pada 2023.
Sumber : Mirae Asset Sekuritas Indonesia
Menurut Hariyanto, sektor consumer non-cyclicals masih menarik karena margin keuntungan perusahaan-perusahaan di bidang tersebut masih dapat meningkat dan laba bersihnya dapat tumbuh pada 2023. Pertumbuhan kinerja emiten saham di sektor tersebut merupakan dampak positif dari lebih tingginya harga jual daripada kenaikan harga produk agrikultur akibat normalisasi sejak Juli 2022.
Untuk sektor keuangan, Hariyanto memprediksi pertumbuhan laba bersih perbankan masih akan terus menguat pada 2023 didukung pertumbuhan pinjaman dan pertumbuhan margin bunga bersih (NIM) yang tinggi tahun depan. Selain itu, dia menilai turunnya beban pencadangan atau beban provisi yang diprediksi terjadi tahun depan juga akan mendukung pertumbuhan laba bersih perbankan.
Terkait dengan stock pick bulanan, dia menambahkan tiga saham baru yaitu tiga perusahaan consumer non-cyclicals, yaitu ICBP, INDF, dan MYOR sebagai pengganti DSNG, INTP, dan SMGR. Pilihan saham condong ke sektor perbankan, pertambangan batu bara, dan consumer non-cyclicals, yang diwakili oleh saham BMRI, BBRI, BTPS, BNGA, ITMG, INDF, ICBP, dan MYOR.
“Per 5 Desember, stock pick bulanan yang berbobot sama menghasilkan accumulated return 79,9% (vs accumulated return IHSG 9,3%) sejak dimulainya stock pick bulanan pada Agustus 2019. Oleh karena itu, stock pick bulanan mengungguli IHSG sebesar 70,6%,” ujar Hariyanto.
Rully Arya Wisnubroto, Senior Economist Mirae Asset Sekuritas, memprediksi pertumbuhan kredit perbankan tahun depan masih cukup menjanjikan mengingat kebijakan pemerintah dan otoritas moneter masih cukup akomodatif meskipun kenaikan suku bunga diprediksi masih akan berlanjut.
“Kami memprediksi Bank Indonesia masih akan melanjutkan penaikan suku bunga untuk mengendalikan kenaikan inflasi dan nilai tukar dolar AS. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sektor perbankan masih tetap akomodatif untuk mendukung pertumbuhan kredit perbankan,” tutur Rully.
Dia memprediksi pemulihan ekonomi Indonesia juga masih sesuai prediksi dan harapan sepanjang kuartal III 2022, yang tercermin dari berlanjutnya pemulihan mobilitas dan konsumsi masyarakat, dibarengi oleh neraca perdagangan luar negeri yang masih tetap kuat.
Konsumsi rumah tangga, lanjut Rully, masih akan moderat hingga kuartal I 2023 meskipun terjadi perlambatan ekonomi nasional tahun depan, terutama semakin terbatasnya mobilitas masyarakat setelah harga BBM bersubsidi naik.
Perlambatan ekonomi di dalam negeri tersebut, lanjutnya, masih lebih baik daripada perlambatan ekonomi di tingkat global yang sudah mulai terlihat hingga penghujung tahun ini. Dia menilai perlambatan ekonomi global sudah tercermin dari melemahnya aktivitas manufaktur di negara-negara ekonomi maju.
Seiring positifnya prediksi kinerja pasar saham dan ekonomi nasional pada 2023, maka akan jadi sentimen positif bagi kinerja reksadana berbasis saham, seperti reksadana saham dan reksadana indeks. Menurut Tim Analis Bareksa, pada 2023 Smart Investor perlu memperhatikan 2 hal yakni potensi perlambatan ekonomi global dan potensi berakhirnya pengetatan kebijakan moneter.
Kenaikan tingkat suku di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa diproyeksikan mendorong perlambatan ekonomi. Di sisi lain, jika inflasi melandai dan kebijakan suku bunga mulai melonggar akan jadi sentimen positif untuk aset yang lebih berisiko.
Proyeksi Tingkat Suku Bunga AS & Zona Eropa
Sumber : Laporan Riset Morgan Stanley
Hingga semester I 2023 menurut konsensus pasar, tingkat suku bunga AS masih akan naik sampai ke level 5-5,25% dari saat ini 3,75-4%. Risiko geopolitik seperti efek perang Rusia-Ukraina dan efek lockdown China juga diperkirakan berlanjut untuk periode yang sama.
Pada kuartal III 2023, pelaku pasar melihat inflasi yang lebih rendah dan stabil sehingga muncul harapan terjadinya pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Di sisi lain, investor asing terlihat mulai melakukan aksi beli di Surat Berharga Negara (SBN).
Selama bulan November 2022 ada capital inflow sekitar Rp23,2 triliun dan kepemilikan asing di SBN juga meningkat jadi 14,26% dibandingkan Oktober 13,9%.
Untuk kuartal I dan II di 2023, menurut Tim Analis Bareksa, Smart investor masih dapat berinvestasi di reksadana saham dan reksadana indeks berbasis saham kapitalisasi besar (big caps), serta porsi yang seimbang antara reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi maupun basis SBN.
Melihat potensi pembalikan arah di pasar SBN, karena masuknya investor asing sejak November 2022, investor tentu perlu untuk memiliki porsi di reksadana pendapatan tetap berbasis SBN. Namun, investor tetap mempertimbangkan yield (imbal hasil) obligasi yang atraktif, yakni jika kembali menyentuh di atas level 7,3%.
Memasuki semester II, jika risiko dan inflasi global semakin menurun, investor dapat kembali berinvestasi pada reksadana berbasis saham sektor properti dan infrastruktur yang saat ini masih tertinggal karena tertekan kenaikan suku bunga.
Berikut daftar reksadana saham, reksadana indeks, serta reksadana pendapatan tetap yang dapat dipertimbangkan untuk investasi di semester I 2023. Selain itu, reksadana pasar uang bisa digunakan sebagai diversifikasi untuk semua profil risiko.
Daftar Reksa Dana | Imbal Hasil (Return) | |
Reksa Dana Saham & Indeks | YtD | 1 Tahun |
14,08% | 14,16% | |
13,15% | 12,69% | |
14,51% | 16,46% | |
19,87% | 19,45% | |
8,67% | 9,27% | |
Reksa Dana Pendapatan Tetap | 1 Tahun | 3 Tahun |
4,03% | 16,38% | |
7,43% | 29,88% | |
6,59% | - | |
0,84% | 17,77% | |
0,56% | 17,69% | |
Reksadana Pasar Uang | 1 Tahun | 3 Tahun |
4,44% | 16,68% | |
3,75% | 14,66% | |
4,05% | 16,47% | |
3,55% | 12,94% | |
3,32% | 14,39% |
Sumber : Tim Analis Bareksa, Return per NAV 30 November 2022
Perlu diingat kembali, investasi mengandung risiko, sehingga investor juga perlu membekali diri mengenai peluang keuntungan maupun risiko yang ada di pasar keuangan.
(Sigma Kinasih/Ariyanto Dipo Sucahyo/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.