MAMI : Meski Tertekan, Begini Prediksi Pasar Saham dan Obligasi Hingga Akhir Tahun
MAMI memandang pasar saham dan obligasi Indonesia akan melanjutkan penguatannya sampai akhir tahun ini
MAMI memandang pasar saham dan obligasi Indonesia akan melanjutkan penguatannya sampai akhir tahun ini
Bareksa.com - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memandang pasar saham dan obligasi Indonesia akan melanjutkan penguatannya sampai akhir tahun ini. Hal ini didorong oleh sejumlah faktor pendukung yang juga bisa menjadi sentimen positif bagi reksadana berbasis seperti reksadana saham, reksadana indeks dan reksadana campuran, maupun reksadana pendapatan tetap yang memiliki aset dasar obligasi.
Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan menjelaskan, kondisi makro ekonomi domestik masih suportif dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi terjaga, dan neraca perdagangan yang kuat. Kondisi makro ekonomi Indonesia juga menarik dibandingkan kawasan lain yang harus menghadapi tantangan lonjakan inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi, sehingga potensi arus dana asing masuk ke pasar saham Indonesia juga masih terbuka.
"Secara bottom-up kami juga melihat kinerja emiten Indonesia yang membaik tahun ini seiring dengan kondisi ekonomi domestik yang kondusif. Ekspektasi kami Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencapai level 7.600 tahun ini dengan asumsi pertumbuhan laba korporasi sekitar 12 persen," jelas Katarina dalam keterangan tertulis, Selasa (21/6).
Promo Terbaru di Bareksa
Sementara di pasar obligasi, Katarina memandang tekanannya sudah berkurang saat ini. Dari sisi domestik, tekanan inflasi diperkirakan lebih terjaga dari ekspektasi pasar sebelumnya didukung keputusan pemerintah untuk menjaga harga BBM Pertalite dan tarif listrik bersubsidi. Pendapatan pemerintah yang meningkat dari sektor komoditas juga membawa angin positif bagi APBN, karena bisa membiayai naiknya subsidi dan mengurangi penerbitan SBN.
Selain itu, dengan tingkat inflasi yang lebih terjaga maka kenaikan suku bunga Bank Indonesia juga dapat menjadi lebih konservatif dibandingkan perkiraan pasar sebelumnya. Dari sisi eksternal, MAMI juga melihat masih ada kemungkinan untuk The Fed beranjak lebih dovish seiring dengan outlook ekonomi AS yang melemah dan tekanan inflasi yang mereda. Perubahan postur The Fed yang lebih dovish dapat menjadi katalis bagi pasar obligasi.
Mei Melemah
Sementara itu, pasar saham tercatat melemah pada Mei 2022. Pelemahan pasar dibayangi oleh komentar dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menekankan komitmennya untuk menanggulangi inflasi dan mempertahankan arah kenaikan suku bunga agresif.
Ketidakpastian pasar juga meningkat terhadap outlook pertumbuhan ekonomi AS, karena kenaikan suku bunga yang agresif dikhawatirkan dapat memicu resesi ekonomi. Selain itu, pasar juga dibayangi oleh lockdown di China karena meningkatnya kasus COVID-19 dan kebijakan ‘zero Covid’ pemerintah China. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran gangguan rantai pasokan dunia, karena peranan penting China dalam produksi global, dan dampaknya terhadap inflasi dunia.
Katarina memandang, kebijakan bank sentral AS yang agresif tidak akan langsung membuat ekonomi resesi. Pasalnya, kondisi global saat ini sangat dinamis dan outlook ekonomi dapat berubah sewaktu-waktu.
"Kami melihat saat ini kondisi ekonomi AS masih kuat, didukung oleh tingkat pengeluaran masyarakat, sektor tenaga kerja dan manufaktur yang solid sehingga dapat bertahan menghadapi kenaikan suku bunga The Fed yang agresif dalam jangka pendek," jelas dia.
Namun memang tidak semuanya positif, Katarina juga melihat terdapat tekanan di beberapa bagian ekonomi AS, terlihat dari sentimen bisnis dan konsumen yang melemah, serta tingkat suku bunga kredit properti yang naik ke level tertinggi sejak 2009. Faktor ini dapat mempengaruhi outlook pertumbuhan ekonomi di AS dan mendorong The Fed untuk menjadi lebih akomodatif.
"Secara keseluruhan kami melihat ekonomi AS memiliki kemungkinan besar dapat menghindari resesi walau outlook pertumbuhan ekonomi AS melemah," tambah dia.
Katarina melanjutkan, dalam jangka pendek, The Fed masih diperkirakan bergerak agresif. Saat ini pasar memperhitungkan kenaikan suku bunga 50bps di bulan Juni dan Juli.
Namun setelah itu, Katarina memandang The Fed dapat bergerak lebih fleksibel, lebih bergantung kepada data dalam mencermati perkembangan kondisi ekonomi sebelum memutuskan untuk tetap agresif atau bergerak lebih akomodatif.
Dari berbagai komentar ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya, Manulife melihat The Fed dapat bergerak lebih dovish apabila beberapa kondisi terpenuhi: inflasi melewati puncak atau mulai mendatar, dan ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terjaga. Data inflasi AS terakhir di bulan April mulai menunjukkan perbaikan.
Data anekdot seperti biaya pengapalan kontainer dan biaya pupuk Amerika Utara – indikator untuk biaya ekspor-impor dan bahan pangan - sudah menunjukkan penurunan yang mengindikasikan tekanan inflasi mulai berkurang. Namun ini memang masih merupakan indikator sangat awal dan masih harus terus dipantau apakah perbaikan ini adalah awal dari titik balik atau hanya bersifat sementara.
Sentimen Domestik
Sementara dari sisi domestik, Manulife menilai positif perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan membaik tahun ini seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat karena tingkat kasus Covid-19 domestik yang rendah. Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55 persen terhadap pertumbuhan ekonomi, jadi meningkatnya mobilitas akan menjadi faktor pendukung yang kuat bagi ekonomi.
Selain itu Indonesia juga diuntungkan oleh harga komoditas yang meningkat yang mendukung bagi kinerja ekspor dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Secara historis harga komoditas yang kuat juga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.
Selain dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia juga diuntungkan oleh tingkat inflasi domestik yang terjaga. Pemerintah memastikan harga BBM Pertalite dan listrik bersubsidi tidak naik tahun ini, serta menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi. Kebijakan ini akan berdampak positif bagi inflasi domestik dan memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tidak buru-buru menaikkan suku bunga, menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Jadi di tengah tantangan inflasi dan pertumbuhan global, Indonesia menawarkan proposisi yang menarik bagi investor karena memberi lindung nilai (hedge) terhadap inflasi dan bantalan (buffer) terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
(K09/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,96 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,08 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.269,81 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.