Direktur Manulife AM, Ezra N : The Fed Pertahankan Stimulus, SBN Makin Menarik
Untuk aset obligasi dalam denominasi rupiah, Manulife AM menjaga pada durasi tactical overweight
Untuk aset obligasi dalam denominasi rupiah, Manulife AM menjaga pada durasi tactical overweight
Bareksa.com - Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia dalam ulasan pasar obligasi terbaru (Seeking Alpha Edisi Agustus 2020) menyampaikan kebijakan akomodatif Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) akan berdampak positif pada pasar obligasi Indonesia. Dia memperkirakan kebijakan suku bunga rendah The Fed akan membuat imbal hasil US Treasury tahun ini bergerak di bawah level 1 persen.
"Imbal hasil US Treasury yang diperkirakan terjaga di bawah 1 persen membuat selisih imbal hasil terhadap obligasi pemerintah Indonesia menarik, masih di atas 550 basis poin (bps). Kami memperkirakan kebijakan akomodatif Fed akan dipertahankan setidaknya sampai dengan 2022 untuk menopang likuiditas dan proses pemulihan ekonomi," ujarnya dalam keterangan (19/8/2020).
Seperti apa pandangan Ezra terhadap prospek pasar obligasi Indonesia, utamanya Surat Berharga Negara saat ini? Berikut kutipannya :
Promo Terbaru di Bareksa
Dalam rapat FOMC terakhir, The Fed menyatakan komitmennya untuk mempertahankan stimulus moneter & kebijakan akomodatif guna mendukung pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Apakah dampaknya terhadap pasar obligasi Indonesia?
Kebijakan akomodatif The Fed berdampak positif pada pasar obligasi Indonesia. Kami memperkirakan kebijakan suku bunga rendah The Fed akan membuat imbal hasil US Treasury tahun ini bergerak di bawah level 1 persen. Imbal hasil US Treasury yang diperkirakan terjaga di bawah 1 persen membuat selisih imbal hasil terhadap obligasi pemerintah Indonesia menarik, masih di atas 550 bps.
Kami memperkirakan kebijakan akomodatif Fed akan dipertahankan setidaknya sampai dengan 2022 untuk menopang likuiditas dan proses pemulihan ekonomi. Era suku bunga rendah akan mendorong beralihnya aliran dana ke aset yang menawarkan potensi imbal hasil yang lebih atraktif seperti obligasi Indonesia. Saat ini obligasi Indonesia, baik dalam denominasi rupiah mupun dolar AS, menawarkan selisih imbal hasil yang menarik terhadap US Treasury dan selisih imbal hasil tersebut belum kembali ke periode pra-pandemi.
Benarkah jika dibandingkan dengan pasar saham, pasar obligasi terlihat lebih ‘imun’ terhadap kekhawatiran gelombang kedua dan masih terus bertambahnya jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri?
Sesungguhnya pasar obligasi Indonesia tidak sepenuhnya imun, akan tetapi investor mengesampingkan data meningkatnya penyebaran virus dan berfokus kepada tema yield hunting di tengah likuiditas yang membanjir. Mengapa pasar obligasi Indonesia terlihat lebih imun dibandingkan pasar saham, karena didukung oleh imbal hasil riil obligasi Indonesia yang menarik dan merupakan salah satu tertinggi di kawasan, serta likuiditas perbankan yang tinggi disebabkan oleh rendahnya penyaluran kredit di tahun ini.
Tingginya likuiditas perbankan menyebabkan permintaan akan obligasi tenor pendek dan tenor panjang meningkat. Faktor makro domestik lainnya seperti outlook suku bunga dan rupiah yang cenderung stabil turut mendukung kinerja pasar obligasi Indonesia. Pembalikan sentimen investasi di antaranya masuknya aliran dana asing dengan jumlah yang substansial, memperhitungkan kepemilikan asing yang relatif rendah di bawah 30 persen berpotensi membuat imbal hasil obligasi pemerintah mata uang rupiah dengan tenor 10 tahun bisa turun lebih dalam lagi dari level saat ini.
Baru-baru ini pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sepakat untuk berbagi beban melalui skema burden sharing dalam pembiayaan penanganan dan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19. Bagaimana dampak skema burden sharing terhadap pasar obligasi?
Sejauh ini pasar menerima dengan positif kebijakan burden sharing antara pemerintah dan BI, karena skema ini memungkinkan pembiayaan defisit tanpa perlu memberikan tekanan berlebih pada pasar obligasi dan di saat yang sama juga mengurangi beban pemerintah. Obligasi yang dikeluarkan dalam skema ini bisa diperdagangkan di pasar sekunder dan dapat digunakan oleh BI untuk operasi moneter. Berulang kali pemerintah dan BI menekankan kebijakan ini adalah one-off policy dan untuk menjaga mekanisme pasar tetap baik, BI hanya akan menjadi stand-by buyer.
Menariknya, di tengah pengumuman kebijakan burden sharing di bulan Juli lalu, pasar obligasi Indonesia membukukan kenaikan bulanan tertinggi di antara obligasi emerging market dengan peringkat kredit yang sama. Kenaikan aliran dana asing yang hampir dua kali lipat di bulan Juli dibandingkan dengan Juni, mencerminkan toleransi investor yang lebih besar terhadap kebijakan burden sharing ini.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu faktor risiko yang perlu dicermati khususnya pada obligasi korporasi. Apa strategi yang diterapkan dalam hal pemilihan investasi pada obligasi korporasi guna memitigasi risiko tersebut?
Guna meminimalisir risiko kredit pada obligasi korporasi kami menerapkan analisa kredit internal yang ketat, meliputi ongoing review dan monitoring. Kami melakukan limitasi pembobotan investasi pada setiap nama perusahaan dan diversifikasi sektoral. Kami fokus berinvestasi pada perusahaan dengan kualitas tinggi yang memiliki fundamental baik, profil kredit yang kuat, strong parental support dan tidak terkena dampak yang besar dari Covid-19.
Sejauh ini strategi investasi yang diterapkan terbukti berhasil memberikan booster kinerja yang baik pada portofolio dengan tingkat volatilitas yang relatif rendah. Ke depannya kami akan terus melakukan analisa dampak kondisi ekonomi terhadap emiten obligasi korporasi yang ada dalam portofolio.
Di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar, apa strategi investasi yang diterapkan guna menghasilkan alpha pada portofolio?
Untuk aset obligasi dalam denominasi rupiah kami jaga pada durasi tactical overweight, baik untuk portofolio dengan durasi pendek ataupun menengah dengan memanfaatkan kebijakan suku bunga rendah BI, stabilitas rupiah, likuiditas dalam negeri yang masih tinggi dan porsi asing yang relatif lebih rendah.
Sementara untuk aset obligasi dalam denominasi dolar kami jaga pada durasi tactical overweight memanfaatkan kebijakan akomodatif The Fed dan pasokan yang sudah lebih terbatas pada obligasi INDON tahun ini. Selain itu kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi akan memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali.
***
Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?
Masa pemesanan Obligasi Negara Ritel seri ORI017 sudah ditutup 9 Juli 2020 pukul 10.00 WIB. Tunggu penerbitan SBN ritel berikutnya di Bareksa. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.
Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di Bareksa untuk memesan SBN.
Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.
Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBN? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.
PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.