Proyeksi Ekonomi Global Dipangkas, Obligasi & Reksadana Pendapatan Tetap Menguat
Dalam proyeksi terbaru IMF, angka pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2019 dipangkas jadi 2,9 persen
Dalam proyeksi terbaru IMF, angka pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2019 dipangkas jadi 2,9 persen
Bareksa.com - Menutup perdagangan kedua di pekan ini, bursa saham Tanah Air kembali berakhir di zona merah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi 0,11 persen ke level 6.238,15 pada perdagangan Selasa (21/01/2020).
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona merah, di mana indeks Nikkei terkoreksi 0,91 persen, Indeks Shanghai turun 1,41 persen, Indeks Hang Seng jatuh 2,81 persen, Indeks Straits Times melemah 1,05 persen, dan Indeks Kospi terpangkas 1,01 persen.
Sentimen negatif bagi Bursa Saham Asia datang dari dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh International Monetary Fund (IMF).
Promo Terbaru di Bareksa
Pada proyeksinya di bulan Oktober, IMF memproyeksikan perekonomian global tumbuh 3 persen pada tahun 2019 dan 3,4 persen pada 2020. Dalam proyeksi terbarunya, angka pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas jadi 2,9 persen, sementara untuk tahun 2020 proyeksinya berada di level 3,3 persen.
Proyeksi terbaru oleh IMF tersebut dituangkan dalam publikasi bertajuk "World Economic Outlook Update, January 2020 : Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?" yang dirilis kemarin waktu Indonesia, Senin (20/1/2020).
Untuk tahun 2021, proyeksi pertumbuhan ekonomi global dipangkas menjadi 3,4 persen, dari yang sebelumnya 3,6 persen.
Ada beberapa alasan utama yang melandasi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF, salah satunya adalah potensi memburuknya hubungan antara AS dan mitra dagangnya.
"Tensi di bidang perdagangan yang baru bisa muncul antara AS dan Uni Eropa, dan tensi antara AS dan China bisa kembali memanas," jelas Gopinath seperti dilansir CNBC Indonesia.
Selain friksi di bidang perdagangan, potensi memanasnya tensi geopolitik antara AS dan Iran juga menjadi dasar IMF untuk memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Lebih lanjut, gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai wilayah di dunia ikut menjadi risiko yang menghantui laju perekonomian global, seperti yang terjadi di Hong Kong misalnya.
Pasar Obligasi Menguat
Di tengah kondisi pasar saham yang melemah, pasar obligasi justru masih mampu mencatatkan penguatan yang tercermin dari turunnya imbal hasil (yield) sejumlah acuan.
Obligasi yang menjadi acuan tersebut adalah tenor 5 tahun (FR0081), 10 tahun (FR0082), 15 tahun (FR0080), dan 20 tahun (FR0083). Kemarin, yield obligasi tenor 5, 10, 15, dan 20 tahun turun masing-masing 4,1 basis poin (bps), 4,2 bps, 0,7 bps, dan 1,1 bps.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.
Penguatan pasar obligasi juga tercermin dari naiknya Indonesia Composite Bond Index (ICBI) 0,23 persen pada perdagangan kemarin.
Reksadana Pendapatan Tetap Dominasi Return Harian Tertinggi
Di sisi lain, penguatan harga obligasi turut berdampak positif terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap yang memang mayoritas menempatkan dana dalam instrumen obligasi tersebut.
Sumber: Bareksa
Berdasarkan reksadana yang dijual di Bareksa, 8 dari 10 besar reksadana dengan return harian tertinggi ditempati oleh produk reksadana pendapatan tetap, sementara 2 produk lainnya ditempati oleh produk reksadana saham.
Perlu diketahui, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Sementara reksadana pendapatan tetap adalah jenis reksadana yang minimal 80 persen dana kelolaannya diinvestasikan ke instrumen obligasi dan pasar uang. Reksadana jenis ini cocok untuk Anda yang memiliki profil risiko rendah-moderat serta cocok untuk tujuan jangka waktu menengah antara 1 hingga 3 tahun.
(KA01/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.379,53 | 1,02% | 5,18% | 7,30% | 8,82% | 19,45% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.089,71 | 0,44% | 5,40% | 6,62% | 7,08% | 2,64% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.837,78 | 0,53% | 3,93% | 6,27% | 7,42% | 17,19% | 40,03% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,16 | 0,66% | 3,97% | 6,64% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.257,46 | 0,72% | 3,68% | 5,94% | 6,95% | 19,66% | 35,50% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.