Berita Hari ini : Sri Mulyani Bela Data Ekonomi BPS, Desa Fiktif Diinvestigasi
Rilis obligasi Q4 Rp18,23 triliun, Garuda-Sriwijaya 'cerai', larangan ekspor nikel dicabut, reksadana di fintech lending
Rilis obligasi Q4 Rp18,23 triliun, Garuda-Sriwijaya 'cerai', larangan ekspor nikel dicabut, reksadana di fintech lending
Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 7 November 2019 :
Data Pertumbuhan Ekonomi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membela Badan Pusat Statistik (BPS) setelah sejumlah pihak meragukan keabsahan penghitungan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dikeluarkan lembaga pemerintah non-kementerian ini. Sri Mulyani menegaskan independensi BPS dan tidak ada manipulasi data pertumbuhan ekonomi yang mencuat dari keraguan sejumlah pihak.
Promo Terbaru di Bareksa
"Pemerintah tidak pernah campur tangan dalam statistik. BPS independen dan bereputasi,” ujar Sri Mulyani dalam sebuah wawancara telepon dari Dubai, dilansir Bloomberg (7/11/2019), dikutip Tempo.co.
Data BPS yang dirilis pada Selasa (5/11/2019) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2019 sebesar 5,02 persen (yoy). Pertumbuhan ekonomi untuk dua kuartal sebelumnya tercatat 5,05 persen di kuartal II 2019 dan 5,07 persen di kuartal I 2019.
Namun, pertumbuhan yang cukup stabil di kisaran 5 persen dalam beberapa tahun terakhir mendorong keraguan mengenai keabsahannya dari sejumlah peneliti, termasuk Gareth Leather dari Capital Economics Ltd. Leather mencurigai stabilnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5 persen selama lima tahun terakhir. Dia mempertanyakan angka pertumbuhan pada kuartal ketiga tersebut.
Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan telah bertahan di atas 5 persen dalam beberapa tahun terakhir karena konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi 56 persen terhadap ekonomi, telah tumbuh lebih dari 5 persen.
“Dengan impor mengalami kontraksi tajam pada kuartal ketiga, ekspor netto berubah positif sehingga mendorong pertumbuhan secara keseluruhan,” ujar Menkeu.
Dia mengatakan telah mendorong BPS untuk mengundang lembaga-lembaga global meninjau metodologi lembaga pemerintah ini. “Kami sangat terbuka, kami sangat transparan tentang data, dan kami tidak pernah memiliki rekam jejak memalsukan data, baik dalam hal inflasi, PDB, ataupun tingkat pengangguran,” papar Sri Mulyani.
Menurut dia, adalah hal yang mustahil bagi Indonesia untuk berpikir tentang memalsukan data di era keterbukaan ini. Karena itu, keraguan dari sejumlah analis terkait hal ini tidaklah masuk akal. “Ini akan mengikis kepercayaan pertumbuhan ekonomi dan kebijakan-kebijakan kami. Saya menganggapnya sangat serius,” kata Sri Mulyani.
Dana Desa
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani langsung melakukan penyisiran anggaran setelah mendapatkan informasi adanya desa fiktif yang mendapatkan dana desa. Informasi tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani usai menghadiri rapat kordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
“Lagi diminta Ibu (Sri Mulyani) review ke Dirjen Perimbangan Keuangan,” ujarnya di Jakarta (7/11/2019) dilansir Kompas.com.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan merupakan instansi di bawah Kementerian Keuangan yang merumuskan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah, termasuk dana desa.
Askolani mengatakan, hasil penyisiran anggaran dana desa itu akan dijadikan bahan rujukan bagi pemerintah pusat untuk menggelontorkan anggaran ke desa-desa. “Sudah ada tapi mungkin mereka akan koordinasikan. Untuk jadi bahan kebijakan ke depan untuk perbaikan,” kata dia.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi dana desa akibat adanya desa fiktif di Kabupaten Konawe. Dari 56 desa yang dilaporkan fiktif tersebut, penyidik melakukan pengecekkan kegiatan fisik di 23 desa yang tidak terdata di Kemendagri. Hasilnya terdapat 2 desa di antaranya tidak memiliki warga sama sekali.
Sri Mulyani sebelumnya juga mengungkapkan, mulai bermunculan desa-desa baru. Bahkan, berdasarkan laporan yang dia terima, banyak desa baru tak berpenduduk yang dibentuk agar bisa mendapat kucuran dana desa secara rutin tiap tahun. Hal itu ia sampaikam saat rapat kerja evaluasi kinerja 2019 dan rencana kerja 2020 bersama dengan Komisi XI DPR RI pada Senin (4/11/2019).
Rencana Penerbitan Obligasi
Memasuki pertengahan kuartal keempat 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali merilis pipeline obligasi terbaru. Sebanyak 14 surat utang sudah masuk ke pipeline BEI per 6 November 2019 dengan total nilai emisi mencapai Rp18,23 triliun.
Dilansir Kontan.co.id, pada daftar obligasi ini, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi penerbit obligasi dengan nilai terbesar, yakni Rp5 triliun. Kemudian disusul PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) masing-masing Rp2 triliun, serta PT Bussan Auto Finance dan PT Indonesia Infrastructure Finance masing-masing Rp1,5 triliun.
Sisanya nilai penerbitan obligasinya bervariasi antara Rp375 miliar hingga Rp1 triliun. Ke depannya, daftar ini bisa terus berubah seiring dengan bertambah atau batalnya penerbitan obligasi.
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) - PT Sriwijaya Air
Hubungan bisnis antara PT Sriwijaya Air (Sriwijaya) dan anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Citilink Indonesia kembali tidak akur. Penyebabnya karena sejumlah masalah yang membuat keduanya memutuskan untuk tidak melanjutkan kerja sama operasi.
“Kami merujuk pada status terkini kerja sama manajemen antara Sriwijaya dan Citilink, anak usaha Garuda Indonesia. Karena ada sejumlah masalah di mana kedua pihak belum bisa diselesaikan. Dengan berat hati, kami menginformasikan bahwa Sriwijaya melanjutkan bisnisnya sendiri,” kata Direktur Teknik dan Layanan Garuda Iwan Joeniarto dalam keterangannya yang beredar di Jakarta, (7/11/2019) dikutip Bisnis.com.
Menurut Iwan, Sriwijaya Air tidak lagi menjadi anggota Garuda Indonesia Group dan hubungan dengan Sriwijaya Group akan kembali berdasarkan business to business (B to B). Sebelumnya, Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group menjalin kerja sama operasi seiring dengan kondisi keuangan perusahaan maskapai nasional swasta itu yang tidak mendukung.
Dalam prosesnya, pada September hubungan bisnis itu mengalami guncangan yang menyebabkan susunan direksi Sriwijaya dirombak dan mengundurkan diri. Namun, akhirnya keduanya kembali rujuk dengan alasan mempertimbangkan tiga hal, yakni mengedepankan keselamatan mempertimbangkan kepentingan pelanggan dan menyelamatkan aset negara.
Reksadana - Fintech Lending
Perusahaan teknologi finansial (fintech) bersiap memberikan layanan tambahan kepada lender atau pemberi pinjaman agar dana lender masuk portofolio investasi seperti reksadana. Salah satu perusahaan yang akan bermain di layanan ini ialah PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sekar Putih Djarot, mengatakan pihaknya telah memberikan aturan main mengenai hal ini yakni melalui POJK Nomor 39/POJK.04/2014. "Di peraturan tersebut agen penjual efek reksadana (APERD) dapat membuka gerai penjualan bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki jaringan luas. Kerjasama APERD ini tentunya dilakukan setelah mendapatkan persetujuan," kata Sekar dikutip Kontan.co.id (7/11/2019).
"Dalam hal ini fintech platform sebagai gerai penjualannya. Resiko selama diinvestasikan tetap ada di pemilik dana atau lender," tambah Sekar. Dalam peraturan ini, dibuka kesempatan bagi pihak selain perbankan untuk dapat menjadi Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) sehingga dapat memberi peluang yang lebih luas dalam memasarkan efek reksadana kepada calon investor yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah dana kelolaan reksadana dan memperluas basis investor.
Pihak-pihak tersebut meliputi perusahaan efek, perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang pos dan giro, perusahaan pergadaian, perusahaan perasuransian, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, dan perusahaan penjaminan serta perusahaan efek yang khusus didirikan untuk memasarkan efek reksadana. Dalam peraturan ini juga diatur peningkatan capacity building Agen Penjual Efek Reksa Dana melalui pengaturan terkait kegiatan dan perilaku Agen Penjual Efek Reksa Dana.
Larangan Ekspor Nikel
Pemerintah mencabut penghentian sementara ekspor bijih nikel yang telah diberlakukan sejak 29 Oktober kemarin. Keputusan ini diambil setelah mendapatkan hasil investigasi terkait dugaan over kuota ekspor nikel. Ketentuan ekspor tetap merujuk pada ketentuan yang ada yakni Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2019.
Dalam beleid itu disebutkan hanya nikel kadar rendah kurang dari 1,7 persen yang diizinkan ekspor. Izin ekspor diberikan bagi perusahaan yang berkomitmen membangun smelter. Selain itu batas waktu izin ekspor diberikan hingga akhir Desember 2019. Artinya di awal 2020 nanti ekspor bijih nikel tak boleh lagi diekspor.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan izin ekspor hanya diberikan bagi bijih nikel dengan kadar rendah. Perusahaan yang memenuhi ketentuan izin ekspor diberikan kesempatan hingga akhir tahun ini. "Sudah (dicabut penghentian sementara ekspor bijih nikel), buat yang tidak melanggar (ketentuan)," kata Luhut di Jakarta (7/11/2019) dilansir Investor.id.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membutuhkan dana Rp32,89 triliun agar risk based capital (RBC) bisa memenuhi ketentuan minimal 120 persen. RBC merupakan pengukuran tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan asuransi, di mana OJK mengatur minimal batas RBC 120 persen. Hal itu terungkap dalam salinan rapat kerja atau rapat dengar pendapat (RDP) yang dibacakan oleh Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan, Jakarta dikutip Kontan.co.id (711/2019).
Merujuk data tersebut dana tersebut terhitung dari dua sumber yaitu total ekuitas setelah penurunan nilai aset (impairment) Rp30,13 triliun dan kebutuhan pemenuhan RBC Rp2,89 triliun. Untuk posisi keuangan Jiwasraya Per September 2019 sendiri, tercatat total ekuitas perusahaan mencapai Rp25,68 triliun, dan liabilitas Rp49,6 triliun. Sayangnya jumlah ekuitas justru negatif Rp 23,92 triliun dan ada potensi penurunan nilai aset menjadi Rp6,21 triliun.
Asal tahu saja, likuiditas Jiwasraya tengah tertekan. Penyebabnya di antaranya kesalahan pembentukan harga produk saving plan yang ditawarkan dengan jaminan return 9 - 13 persen sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun.Lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi juga menekan likuiditas Jiwasraya. Berdasarkan rincian aset investasi, perusahaan banyak melakukan investasi di aset berisiko tinggi untuk mengejar return tinggi.
(*)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,82 | 0,23% | 4,09% | 7,79% | 8,03% | 19,38% | 38,35% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,66 | 0,21% | 4,11% | 7,21% | 7,45% | 2,88% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,69 | 0,58% | 3,99% | 7,68% | 7,82% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,91 | 0,57% | 3,86% | 7,26% | 7,40% | 17,49% | 40,87% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.289,21 | 0,83% | 4,10% | 7,42% | 7,55% | 19,87% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.