Perkembangan Ekonomi yang Perlu Dicermati Investor pada Kuartal Ketiga 2020
Syailendra Capital menilai revisi laba emiten di bursa saham sudah cukup, indikasi bottoming market
Syailendra Capital menilai revisi laba emiten di bursa saham sudah cukup, indikasi bottoming market
Bareksa.com - Tidak terasa tahun 2020 sudah masuk ke kuartal ketiga, sementara ekonomi global masih terdampak pandemi virus corona Covid-19. Ada perkembangan isu dan berbagai faktor makro ekonomi yang perlu dicermati investor pasar modal, baik investor saham maupun reksadana dan obligasi, pada periode tiga bulan ini.
Syailendra Capital dalam monthly bulletin September 2020 menilai beberapa hal yang perlu dicermati pada kuartal ketiga tahun ini, masih sama dengan pandangan sebelumnya. Hal itu berkaitan dengan revisi laba emiten di bursa, posisi investor asing dan lokal, respon terhadap peningkatan kasus Covid-19, serta pemilu di AS.
"Revisi earnings kami rasa telah cukup, mengindikasikan bottoming market," tulis Syailendra Capital Monthly Bulletin September 2020 yang telah dibagikan kepada investor. Bottoming market yang dimaksud adalah pasar diperkirakan sudah menyentuh level terendah/dasar sehingga sulit untuk turun lebih dalam.
Promo Terbaru di Bareksa
Dijelaskan bahwa 8 dari 16 sektor mencatatkan pendapatan bersih (net income) lebih dari 50 persen. Sektor-sektor ini memiliki kapitalisasi pasar (market cap) cukup besar seperti telekomunikasi, bank dan konsumer. Adapun sektor yang big caps yang masih tertinggal (laggards) termasuk otomotif dan semen.
Kedua, berkaitan dengan posisi investor asing dan institusi lokal, Syailendra menilai mereka tidak agresif sehingga mengindikasikan tactical bullish. Di bulan Agustus, investor asing dan institusi lokal tidak banyak melakukan perubahan terkait kepemilikan di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Grafik Pergerakan Investor Asing di Bursa Saham (IHSG)
Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Bareksa.com
Ketiga, Syailendra melihat respon pasar finansial atas peningkatan kasus Covid-19 terlihat lebih proporsional. Namun, koreksi di IHSG mungkin terjadi bila lockdown atau PSBB dilakukan secara masif, dan sentimen konsumen memburuk.
Terlepas dari peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia, kinerja IHSG di bulan Agustus mencatatkan pertumbuhan 1,7 persen dalam sebulan. "Hal ini sesuai dengan pandangan kami, di mana koreksi pasar akan lebih sensitif terhadap intervensi pemerintah atas aktivitas ekonomi dibandingkan peningkatan kasus Covid-19 selama perkembangan Covid-19 masih manageable," tulis Syailendra.
Grafik Inflasi Bulanan 2017-2020
Sumber: Bloomberg, Syailendra Research
Adapun data deflasi selama Juli dan Agustus yang memperlihatkan kepercayaan konsumer dan daya beli konsumen masih belum memberikan tanda peningkatan signifikan. Pada Juli dan Agustus, Indonesia mencatatkan deflasi bulanan yang menandakan demand untuk konsumsi masih lemah.
Grafik Pertumbuhan Ekonomi (PDB) dan Inflasi YoY
Sumber: Bloomberg, Syailendra Research
Beberapa indikator aktivitas perekonomian Indonesia kembali melanjutkan perbaikan pada Juli dan Juni pasca dimulainya PSBB transisi di sebagian besar wilayah Indonesia. Perbaikan ekonomi ini sejalan dengan pertumbuhan PDB yang diekspektasi membaik pada kuartal ketiga 2020 setelah menyentuh level terendah pada kuartal kedua 2020.
Lalu, dengan pemilu Amerika Serikat pada kuartal keempat 2020, Syailendra melihat risiko penguatan dolar AS yang terlihat dari indeks DXY (indeks dolar AS terhadap mata uang utama lain) menjelang akhir tahun. "Kami juga melihat potensi penguatan USD akibat posisi investor asing yang sudah tinggi dalam melakukan short terhadap DXY dan upcoming US election di November 2020," tulis Syailendra.
Berkaitan dengan perkembangan ekonomi makro Indonesia, Syailendra menilai Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 masih sangat mungkin untuk direvisi. Pemerintah mengasumsikan ekonomi akan kembali normal pada semester kedua tahun 2021 seiring dengan masuknya investasi.
RAPBN 2021 memperlihatkan bagaimana pemerintah menyeimbangkan antara reformasi APBN dan stimulus ekonomi. Hal ini terlihat dari asumsi PDB dan alokasi dari stimulus ke belanja infrastruktur.
Grafik APBN 2020 dan RAPBN 2021
Sumber: Syailendra Research
Namun, yang perlu diamati ialah seberapa cepat kurva Covid-19 di Indonesia memperlihatkan tanda-tanda mendatar (flattening). Di saat yang sama, pencapaian realisasi fiskal pada semester kedua 2020 memberikan bantalan bagi konsumen.
Apabila kedua hal tersebut berjalan lancar, pemulihan ekonomi secara natural akan terjadi di tahun 2021. Sehingga, pada semester kedua 2021 pemerintah dapat memfokuskan diri dengan rencana reformasi baik dari belanja infrastruktur dan hal lainnya.
Isu lain yang sedang ramai diperbincangkan pasar adalah perubahan peran Bank Indonesia sebagai bank sentral yang kini tengah dibahas oleh Badan Legislasi DPR. Dalam perubahan ini, bank sentral akan memiliki peran lebih kuat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sebagai informasi, IHSG adalah cerminan pasar saham Indonesia, yang menjadi acuan bagi investasi pasar modal lain seperti reksadana dan reksadana saham. Reksadana saham mayoritas portofolionya adalah saham yang bisa bergerak naik turun (fluktuatif) dalam jangka pendek sehingga memiliki risiko yang tinggi.
Investasi di reksadana saham dan investasi saham disarankan untuk investor dengan profil risiko tinggi, yang memiliki tingkat toleransi risiko tinggi atau agresif. Selain itu, investasi reksadana saham cocok untuk jangka panjang lebih dari lima tahun.
***
Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.