Kegaduhan Politik di AS dan Inggris Memanas, Bagaimana Nasib IHSG?

Bareksa • 15 Jan 2019

an image
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kegaduhan politik di AS dan Inggris membuat pelaku pasar semakin gencar melepas aset berisiko seperti saham

Bareksa.com - Indeks Harga Saham Gabungan dibuka menguat pagi ini, Selasa, 15 Januari 2019. IHSG berada di level 6.347 pada Selasa pagi, 15 Januari pukul 09.36 atau menguat 0,15 persen.


Sumber : Bareksa.com

Penguatan IHSG pada pembukaan perdagangan pagi ini setelah pada perdagangan kemarin atau awal pekan ketiga Januari 2019, pasar saham Indonesia bergerak kurang mulus hingga harus berakhir di zona merah.

Performa bursa saham domestik senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah. Indeks Shanghai (China) turun 0,71 persen, Indeks Hang Seng (Hong Kong) anjlok 1,38 persen, Indeks Straits Times (Singapura) melemah 0,61 persen, dan Indeks Kospi (Korea) berkurang 0,53 persen.

Rilis data perdagangan internasional China merupakan hal utama yang memicu aksi jual di bursa kawasan regional. Pada pagi kemarin, ekspor China diumumkan tumbuh 9,9 persen pada tahun 2018, sementara impor melesat 15,8 persen. Pertumbuhan ekspor yang 9,9 persen menjadi yang tertinggi sejak 2011, seperti dilansir dari CNBC International.

Namun, kuatnya ekspor lebih disebabkan oleh aksi front loading untuk mengantisipasi bea masuk lebih tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS). Karena itu, pelaku pasar tak begitu merespons hal tersebut dengan positif.

Hingga kini, belum ada kesepakatan hitam di atas putih yang ditandatangani AS dan China di bidang perdagangan. Kesepakatan yang ada masih berupa komitmen sehingga sangat mungkin untuk dilanggar dan mengeskalasi perang dagang yang selama ini berkecamuk.

Sekadar mengingatkan, pada tiga hari pertama pekan lalu (7-9 Januari 2019), AS dan China menggelar negosiasi dagang setingkat wakil kementerian di Beijing. Pascapertemuan selesai digelar, US Trade Representatives (USTR) mengatakan China berkomitmen membeli lebih banyak produk asal Negeri Adidaya, mulai dari produk pertanian, energi, hingga manufaktur.

Selain itu, kegaduhan politik di AS dan Inggris membuat pelaku pasar semakin gencar melepas aset berisiko seperti saham. Hingga kini, terhitung sudah 23 hari sebagian pemerintahan AS berhenti beroperasi (partial government shutdown), menjadikannya yang terpanjang di era modern.

Shutdown kali ini terjadi lantaran partai Republik dan Demokrat tidak mampu menyepakati anggaran belanja negara, seiring dengan adanya ketidaksepahaman mengenai anggaran untuk pembangunan infrastruktur perbatasan AS-Meksiko.

Selain di AS, kegaduhan politik juga kental terasa di Inggris. Pada 15 Januari mendatang, pemungutan suara di parlemen terkait dengan proposal Brexit yang sudah disepakati pemerintahan Perdana Menteri Theresa May dengan Uni Eropa akan digelar. Kemungkinan besar, proposal ini akan ditolak oleh parlemen.

May mengingatkan apabila proposal Brexit tidak disetujui maka akan menjadi sebuah bencana besar. Inggris terancam keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa alias No Deal Brexit.
Apabila No Deal Brexit sampai terjadi, dampaknya tidak main-main. bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) memperkirakan No Deal Brexit bisa menyebabkan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth terkontraksi hingga 8 persen pada tahun ini.

Menutup perdagangan Senin, 14 Januari 2019, IHSG melemah 0,4 persen dengan berakhir di level 6.336,11. Aktivitas perdagangan terlihat berlangsung cukup ramai,di mana tercatat10,32 miliar saham ditransaksikan dengan total nilai transaksi Rp7,84 triliun.

Secara sektoral, hampir seluruhnya berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin, kecuali hanya sektor pertambangan yang tercatat menguat 0,11 persen.

Tiga sektor yang mengalami penurunan terdalam yakni aneka industri (-1,23 persen), perdagangan (-1,02 persen), dan industri dasar (-0,8 persen).

Beberapa saham yang memberatkan IHSG kemarin :

1. Saham HMSP (-1,6 persen)
2. Saham UNTR (-6,5 persen)
3. Saham BBCA (-1,0 persen)
4. Saham ASII (-1,8 persen)
5. Saham TPIA (-1,7 persen)

Sebanyak 157 saham menguat, 268 saham melemah, dan 127 saham tidak mengalami perubahan harga. Namun investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) pada perdagangan kemarin senilai Rp496,52miliar.

Saham-saham yang paling banyak diburu investor asing :

1. Saham BBRI (Rp304,67 miliar)
2. Saham BMRI (Rp117,20miliar)
3. Saham TLKM (Rp77,65 miliar)
4. Saham BBNI (Rp76,99 miliar)
5. Saham ASII (Rp71,49 miliar)

Analisis Teknikal IHSG


Sumber: Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle IHSG pada perdagangan kemarin membentuk hanging man yang menggambarkan IHSG cenderung bergerak negatif, namun penurunannya relatif berkurang menjelang perdagangan berakhir.

Secara intraday, pergerakan IHSG memang terlihat sudah mengalami tekanan sejak awal pembukaan perdagangan dan cenderung turun semakin dalam hingga tercatat turun 0,86 persen pada jeda sesi pertama.

Namun, memasuki sesi kedua IHSG secara perlahan mulai bergerak naik dan memangkas penurunannya hingga hanya menyisakan koreksi 0,4 persen di akhir perdagangan.

Penurunan IHSG kemarin terlihat masih cukup wajar karena terjaga di atas garis middle bollinger band. Selain itu, indikator relative strength index (RSI) juga terpantau sedikit bergerak turun, yang mengindikasikan momentum kenaikan IHSG sedikit tertahan.

Dilihat dari sudut pandang teknikal, pergerakan IHSG pada hari ini berpotensi bergerak mixed dengan kecenderungan masih adanya tekanan.

Di sisi lain, kondisi bursa saham Wall Street yang ditutup serentak di zona merah pada perdagangan kemarin diperkirakan bisa menjadi sentimen negatif yang menekan IHSG pada hari ini.

Indeks Dow Jones turun 0,36 persen, S&P500 melemah 0,53 persen, dan Nasdaq terpangkas 0,94 persen.  

(KA01/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.