BeritaArrow iconPasar ModalArrow iconArtikel

Bursa Saham Global Kompak Melemah Sepanjang 2018, Ini Faktor Penyebabnya

Bareksa02 Januari 2019
Tags:
Bursa Saham Global Kompak Melemah Sepanjang 2018, Ini Faktor Penyebabnya
Pegawai melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (9/11/2018). Pergerakan IHSG pada Jumat (9/11), ditutup melemah 1,72 persen ke level 5.874,15 dari posisi penutupan perdagangan kemarin di level 5.976,806. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Bursa Saham Wall Street mencatatkan kinerja terburuk sejak krisis keuangan global pada tahun 2008

Bareksa.com - Tahun 2018 menjadi salah satu periode yang cukup berat bagi pasar keuangan global, di mana banyak bursa saham global mencatatkan kinerja negatif sepanjang tahun lalu.

Di Amerika Serikat (AS), Bursa Saham Wall Street mencatatkan kinerja terburuk sejak krisis keuangan global pada tahun 2008, di mana Dow Jones anjlok 6,03 persen, S&P 500 jatuh 7,01 persen, dan Nasdaq Composite merosot 5,3 persen.

Hal serupa juga terjadi di bursa utama kawasan Asia, di mana semuanya kompak berakhir melemah sepanjang tahun 2018.

Promo Terbaru di Bareksa

Indeks Nikkei (Jepang) terpangkas 12,08 persen, indeks Hang Seng (Hong Kong) ambrol 13,61 persen, indeks Shanghai (China) terjun 24,59 persen, indeks Strait Times (Singapura) turun 10,54 persen, serta IHSG (Indonesia) terkoreksi 2,54 persen.

Illustration
Sumber: RTI, diolah Bareksa

Tarik ulur mengenai perang dagang antara AS dengan China menjadi penyebab anjloknya bursa saham global. Belakangan, kekhawatiran akan melambatnya perekonomian global serta kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang terlalu cepat juga ikut menjadi sentimen negatif bagi pasar saham.

The Fed menjadi momok menakutkan lantaran kebijakan normalisasinya yang terbilang agresif. Pasca mengerek suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada 2017, Bank Sentral Negeri Paman Sam kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada 2018 dengan total kenaikan 100 bps.

Di satu sisi, normalisasi yang begitu agresif menjadi bukti perekonomian AS sedang tumbuh cukup cepat sehingga perlu sedikit direm. Pada kuartal I, II, dan III 2018 secara berturut-turut, perekonomian AS tumbuh masing-masing 2 persen, 4,2 persen, dan 3,4 persen (QoQ annualized).

Capaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun 2017 yang masing-masing 1,4 persen, 3,1 persen, dan 3,2 persen.

Namun di tengah memanasnya tensi perang dagang, normalisasi yang terlalu agresif justru dikhawatirkan akan memukul mundur laju perekonomian dunia secara signifikan. Apalagi, The Fed memproyeksikan masih akan ada kenaikan suku bunga acuan sebanyak 2 kali pada 2019 senilai 50 bps.

Menariknya, pelaku pasar justru memberi respons yang berbeda dengan apa yang diproyeksikan oleh The Fed terkait dengan kenaikan suku bunga acuan. Berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 1 Januari 2019, probabilitas FFR berada di level 2,25-2,5 persen (tidak ada kenaikan suku bunga acuan) pada akhir tahun 2019 adalah sebesar 73,4 persen, lebih tinggi dibandingkan posisi sebulan lalu 25,4 persen.

Kondisi tersebut menandakan bahwa mayoritas pelaku pasar meyakini suku bunga acuan di AS tidak akan naik sama sekali pada tahun ini.

Saat berbicara di hadapan wartawan selepas pertemuan bulan Desember selesai digelar, Gubernur The Fed Jerome Powell memang memberikan sinyal yang kuat bahwa arah kebijakan bank sentral masih belum pasti.

“Ada ketidakpastian besar terkait jalur maupun tujuan akhir dari kenaikan suku bunga acuandow j lebih lanjut,” papar Powell.

“Inflasi masih berada sedikit di bawah level 2 persen. Jadi saya berpikir bahwa itu memberikan Komite ruang untuk bersabar dalam melaju ke depannya.” lanjutnya.

Keraguan pelaku pasar tampak timbul lantaran rilis data ekonomi di Negeri Adidaya yang belakangan ini terus mengindikasikan sinyal perlambatan.

Jika rilis data ekonomi di AS ke depannya terus mengindikasikan perlambatan ekonomi, pelaku pasar bisa dibuat semakin yakin bahwa Powell dan koleganya akan sepenuhnya meninggalkan rencana normalisasi yang ada untuk tahun 2019. Pada akhirnya, dolar AS bisa kehilangan pijakan dan rupiah akan mendapatkan momentum untuk menguat.

(KA01/AM)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua