Bisnis Teknologi Mulai Dilirik Investor, Bagaimana Perkembangannya di Indonesia?
Sejumlah indikator menunjukan tingginya potensi pertumbuhan industri teknologi
Sejumlah indikator menunjukan tingginya potensi pertumbuhan industri teknologi
Bareksa.com - Investor legendaris yang menjadi salah satu orang terkaya di dunia mulai melirik sektor teknologi sebagai tujuan investasinya. Tak lain, Warren Buffet yang merupakan pemimpin dari perusahaan investasi Berkshire Hathaway menawar saham Yahoo! Inc. Berkshire juga tercatat memiliki saham Apple Inc senilai US$1 miliar.
Padahal sebelumnya bidang teknologi selalu dihindari oleh pria asal Omaha, AS ini. Prinsip jangan berinvestasi pada sesuatu yang tidak kita pahami selalu dipertahankan Warren Buffett. (Baca juga: Merasa Telat Masuk Saham Teknologi, Warren Buffet Ikut Tawar Saham Yahoo)
Seiring dengan terkuaknya berita posisi Berkshire di Apple, saham produsen iPhone tersebut lompat 3,7 persen pada Senin 16 Mei 2016 dan mendorong kenaikan nilai pasar hingga US$18,4 miliar. Investasi perusahaan Buffet ini menjadi tanda terjadinya perubahan sudut pandang investor di pasar modal Amerika Serikat (AS) terhadap bisnis teknologi. Bagaimana dengan Indonesia?
Promo Terbaru di Bareksa
Perkembangan bisnis teknologi di Indonesia saat ini memang tidak se-pesat pertumbuhan AS yang telah menjadi rumah bagi sejumlah raksasa teknologi. Sebut saja Apple, Yahoo!, Facebook, dan juga Google yang lahir dari komunitas teknologi Sillicon Valley. Perusahaan-perusahaan tersebut bahkan telah mencatatkan sahamnya di bursa AS, sehingga manisnya pertumbuhan sektor ini bisa ikut dirasakan oleh publik.
Di Tanah Air, perkembangan bisnis teknologi saat ini lebih menyasar kepada bisnis layanan transaksi jual beli barang dan jasa secara online online atau biasa disebut e-commerce. Meskipun belum ada data resmi mengenai pertumbuhan performa keuangan perusahaan e-commerce, namun sejumlah indikator menunjukan pertumbuhan dan potensi yang signifikan.
Biro riset Frost & Sullivan memperkirakan bahwa ukuran pasar e-commerce Indonesia untuk tumbuh dengan rata-rata tahunan sebesar 31,1 persen, mencapai US$3.800 juta atau setara Rp49,4 triliun (Rp13.000 per dolar AS) pada 2019. Menurut lembaga riset tersebut, perkembangan ini terutama terjadi karena profil demografi, pertumbuhan ekonomi yang kuat, penetrasi seluler dan tingginya pertumbuhan pemain e-commerce yang menawarkan berbagai macam produk online untuk konsumen Indonesia.
Sementara itu, data yang ditunjukan statista.com menunjukan pertumbuhan transaksi jual-beli online naik rata-rata 36 persen dalam empat tahun terakhir. Pada 2016 diestimasi nilai transaksi online di Indonesia mencapai $4,49 miliar, naik dari 2013 yang hanya US$1,8 miliar.
Grafik: Pertumbuhan Transaksi Online Indonesia
sumber: statista.com
Di bidang perdagangan barang online, berdasarkan data Dailysocial, saat ini terdapat lebih dari 10 Brand e-Commerce yang populer di Indonesia, yang mayoritas dikembangkan oleh perusahaan teknologi lokal. Contohnya saja Tokopedia dan Bukalapak, dua merek lokal ini bisa dikatakan berdiri sejajar dengan merek e-Commerce asing seperti Lazada dan OLX.
Grafik: Popularitas Merek e-Commerce di Indonesia
sumber: W&S Report, dikutip dari DailySocial.id
Sementara di luar sektor perdagangan, ada juga perusahaan lokal yang mampu tumbuh cepat yakni Go-Jek. Perusahaan pengembang aplikasi transportasi online ini tumbuh kencang pasca merilis applikasi untuk ponsel pintar. Dalam kurun waktu setahun saja, jumlah pengunduh di ponsel pintar sudah mencapai 11 juta. Seiring dengan bertambahnya pengguna, mitra pengemudi Go-Jek pun telah meningkat menjadi lebih dari 200 ribu pengemudi, dari sebelumnya hanya 800 pengemudi.
Sayangnya, perkembangan perusahaan teknologi ini belum bisa dinikmati investor saham Indonesia. Kebanyakan, perusahaan teknologi yang saat ini tercatat merupakan perusahaan jasa konsultasi dan solusi. Sebut saja PT Anabatic Technologies Tbk (ATIC) dan PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL). Mayoritas pendapatan kedua perusahaan tersebut berasal dari layanan distribusi perangkat lunak dan keras seperti server, storage, network dan security kepada pelanggan korporasi.
Namun ada angin segar yang dihembus regulator pasar keuangan pada Januari 2016 lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi sinyal akan membantu perusahaan rintisan (start-up) untuk bisa mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Dua lembaga tersebut sedang mempertimbangkan agar perusahaan-perusahaan teknologi yang kini sedang berkembang bisa tercatat di dalam satu daftar khusus.
Dari daftar tersebut, akan dicari angel investor yang akan membantu membesarkan mereka hingga masuk ke pasar modal. Pada saat yang sama, regulator juga menyiapkan sistem dan pembentuk pasar (market maker) yang akan memastikan saham mudah diperdagangkan atau likuid. (Baca juga: Regulator Siapkan Papan Khusus untuk IPO UKM & Perusahaan Start-Up) (np)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.389,81 | 0,42% | 4,16% | 0,14% | 8,17% | 19,51% | 38,45% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.097,9 | 0,33% | 4,05% | 0,09% | 7,38% | 5,51% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.087,47 | 0,53% | 4,00% | 0,06% | 7,77% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.858,21 | 0,55% | 3,88% | 0,07% | 7,36% | 17,60% | 40,29% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.293,06 | 0,70% | 4,10% | 0,07% | 7,50% | 19,71% | 35,72% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.