BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Budi Hikmat Bahana TCW: Peluang Rupiah Menguat di Bawah Rp14.000 per Dolar

Bareksa30 Juni 2020
Tags:
Budi Hikmat Bahana TCW: Peluang Rupiah Menguat di Bawah Rp14.000 per Dolar
Budi Hikmat, Investment Management at Bahana TCW Investment Management. (Humas Bahana TCW IM)

Faktor yang diperhitungkant termasuk, indeks dolar, defisit neraca perdagangan, suku bunga, komoditas dan sentimen

Bareksa.com - Mata uang rupiah diperkirakan bisa kembali menguat ke area di bawah Rp14.000 per dolar Amerika Serikat. Peluang penguatan rupiah terutama didukung oleh membaiknya neraca defisit perdagangan dan pelemahan mata uang dolar AS.

Sebulan terakhir hingga 28 Juni 2020, nilai tukar rupiah sudah mengat 2,6 persen terhadap dolar. Meskipun demikian, sepanjang tahun berjalan mata uang Garuda ini masih melemah 3,6 persen.

Chief Economist & Director for Investment Strategy PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengembangkan tiga model ekonometrik untuk menghitung peluang penguatan rupiah. Dalam model utama, ada sejumlah faktor yang diperhitungkan, termasuk nilai tukar dolar terhadap mata uang utama lain, suku bunga internasional (LIBOR), rasio penghasilan terhadap biaya komoditas dan faktor sentimen internasional.

Promo Terbaru di Bareksa

Budi menjelaskan pelemahan rupiah sepanjang tahun berjalan ini lebih karena dolar AS yang menguat. Hal ini terlihat dari indeks dolar (DXY) yang naik 1,1 persen secara year to date.

"Ada indikasi DXY bergerak sebagai siklus. DXY menguat 1,3 persen setahun terakhir, 0 persen tiga tahun dan 2,1 persen selama lima tahun terakhir. Penguatan pesat DXY terjadi sejak paruh kedua 2014," tulis Budi dalam Director's Briefing yang dibagikan kepada investor, 29 Juni 2020.

Tabel Pergerakan Nilai Mata Uang

Illustration

Sumber: Bloomberg, dikutip dari Bahana TCW Investment Management

Meskipun melemah, pelemahan rupiah bukan yang terburuk karena ada mata uang lain yang mengalami depresiasi lebih besar. Pelemahan di atas 10 persen dialami oleh mata uang Rusia (RUB), Turki (TRY), Argentina (ARS) dan Brazil (BRL).

Budi juga menjelaskan pergerakan rupiah dikaitkan dengan faktor defisit/surplus neraca berjalan dan faktor indeks dolar DXY. "Selama neraca berjalan defisit sesungguhnya rupiah tidak memiliki hak kuat untuk menguat. Posisi rupiah kemudian tertolong oleh aliran masuk dana asing. Dan pengalaman 2020 ini membuka pencerahan ketika investor asing terutama dalam SBN kabur, rupiah babak belur," ujar Budi.

Menurutnya, risiko pelemahan rupiah sulit dibendung bila dalam waktu bersamaan terjadi penguatan dollar DXY. Terlihat ada kemiripan profil makroekonomi sebelum krisis 1998 dan kondisi sejak 2012 setelah super-cycle commodity booming berakhir.

Sementara itu, khusus untuk kondisi resesi ekonomi seperti saat ini, ditambahkan satu faktor yaitu kepanikan investor untuk mencari uang tunai dalam dolar, atau yang disebut rush for dollar cash. Kepanikan itu memicu penguatan dolar dan kenaikan suku bunga. Bahkan, harga emas sempat anjlok di pasar global.

"Kebutuhan cash memacu penjualan massive surat berharga baik di negara maju maupun berkembang. Kekhawatiran short-dollar supply memicu memburuknya sentimen terhadap negara berkembang (JPEMS)," jelas Budi.

Untuk memproyeksi nilai tukar rupiah hingga akhir tahun, Bahana TCW membuat asumsi indeks dolar masih menguat 2 persen sementara sentimen terhadap negara berkembang membaik 25 persen. Berdasarkan model ini, nilai tengah perkiraan rupiah di akhir 2020 mencapai Rp13.560 per dolar AS.

Kemudian, dengan menggunakan data 10 tahun terakhir, dan defisit neraca berjalan sekitar 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB), maka proyeksi nilai tengah rupiah di Rp13.591 per dolar AS. Dengan asumsi yang sama, proyeksi kisaran rupiah terkuat di Rp11.868 per dolar dan terlemah di Rp15.314 per dolar.

Proyeksi nilai tengah ini menampilkan rupiah yang lebih kuat daripada saat ini, di kisaran Rp14.200 per 29 Juni 2020.

Bila defisit neraca berjalan semakin besar, mencapai 2,47 persen terhadap PDB, proyeksi tengah rupiah di Rp14.032 per dolar. Adapun level terkuat di Rp12.309 dan terlemah di Rp15.755 per dolar AS.

Sebagai informasi, nilai tukar yang kuat dan stabil bisa menjadi daya tarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, baik di pasar saham, obligasi maupun di reksadana. Dampaknya, nilai aset-aset keuangan di pasar Indonesia bisa semakin meningkat.

***

Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua