Kemenkeu : Ekonomi Q1 Hanya 2,97 Persen Akibat Corona, Urgensi Bansos Meningkat
Meski melambat, namun tingkat pertumbuhan Indonesia masih lebih baik dibandingkan AS, Korea Selatan, dan Singapura
Meski melambat, namun tingkat pertumbuhan Indonesia masih lebih baik dibandingkan AS, Korea Selatan, dan Singapura
Bareksa.com - Dampak COVID-19 mewarnai perekonomian Indonesia di triwulan I 2020 yang hanya mampu tumbuh 2,97 persen (year on year). Meski berdampak lebih cepat dari perkiraan, tingkat pertumbuhan Indonesia ini masih relatif lebih baik dibandingkan Amerika Serikat (0,3 persen), Korea Selatan (1,3 persen), Uni Eropa (-3,3 persen), Singapura (-2,2 persen), Tiongkok (-6,8 persen), dan Hong Kong (-8,9 persen). Namun demikian, tingkat pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (3,8 persen).
Kementerian Keuangan menyatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang merosot ke 2,84 persen dan investasi yang hanya tumbuh 1,7 persen. Sementara itu, konsumsi pemerintah masih tumbuh 3,74 persen, ekspor tumbuh 0,24 persen Ketika impor kontraksi -2,19 persen.
"Merosotnya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Peningkatan konsumsi kesehatan, pendidikan, perumahan, serta perlengkapan rumah tangga, ternyata tidak mampu mengimbangi penurunan konsumsi pakaian, alas kaki, jasa perawatan serta transportasi dan komunikasi. Dalam kondisi pembatasan aktivitas, masyarakat mengurangi konsumsi barang-barang kebutuhan nonpokok," ungkap Kementerian Keuangan dalam keterangannya (5/5/2020).
Promo Terbaru di Bareksa
Sinyal pelemahan konsumsi ini, menurut Kemenkeu, juga terlihat pada menurunnya indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran pada Maret 2020 -5,4 persen (YoY). Kinerja investasi menurun, terutama pada komponen mesin, perlengkapan dan investasi bangunan.
Penurunan kinerja investasi juga terlihat pada penjualan mobil niaga (-14,7 persen) serta kredit perbankan. Tumbuhnya investasi didukung oleh kinerja investasi langsung (8 persen), khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Sedangkan belanja modal pemerintah pusat naik ke 32,1 persen (tahun lalu -6,7 persen). Pertumbuhan konsumsi pemerintah pusat didorong oleh peningkatan belanja bantuan bantuan sosial. Realisasi bantuan sosial tumbuh hingga 27,6 persen (YoY), utamanya disebabkan kenaikan tarif 2020 PBI-JKN dan penarikan iuran PBI sampai dengan bulan Mei.
Kontraksi terjadi pada konsumsi pemerintah daerah dan belanja pegawai masing-masing karena turunnya dana bagi hasil dari pemerintah pusat serta program reformasi birokrasi.
Pertumbuhan ekspor bersih didukung oleh pertumbuhan positif ekspor barang nonmigas. Kinerja ekspor tertahan oleh penurunan jumlah kunjungan wisatawan yang menjadi sumber ekspor jasa nasional. Di sisi lain, impor nasional mengalami kontraksi seiring dengan pertumbuhan negatif komponen impor impor bahan baku dan penolong (-2,8 persen) dan barang modal (-13,1 persen) yang masing-masing kontribusinya 75,8 persen dan 15 persen terhadap total impor barang.
Meskipun hal ini memberikan kontribusi terhadap neraca perdagangan yang surplus US$2,61 miliar, pelemahan impor berdampak negatif terhadap aktivitas di sektor produksi khususnya di sektor manufaktur. Di sisi produksi, hampir seluruh sektor menunjukkan penurunan kinerja, kecuali sektor infokom yang tumbuh tinggi 9,81 persen.
"Industri pengolahan tumbuh melambat 2,06 persen seiring indikator PMI manufaktur yang mencatat penurunan terendah pada April 2020 (27,5). Sektor perdagangan tumbuh melambat ke 1,6 persen, konstruksi 2,9 persen, sementara pertanian 0,02 persen," ujar Kemenkeu.
Penurunan harga komoditas global termasuk batubara dan minyak sawit mentah (CPO) menyebabkan sektor pertambangan dan penggalian tumbuh hanya 0,43 persen. Kinerja sektor jasa logistik barang di pelabuhan turut menurun diiringi sektor transportasi dan pergudangan (1,27 persen) serta akomodasi, makanan dan minuman (1,95 persen).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan pemerintah akan terus menyiapkan berbagai skenario dampak dari pandemi COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Setiap data baru akan digunakan untuk memutakhirkan asesmen pemerintah terhadap kondisi perekonomian riil dan sosial masyarakat. Tujuannya agar Pemerintah dapat memformulasikan langkah antisipasi secara cepat dan tepat," ungkapnya.
Menurut Febrio, penurunan kinerja konsumsi yang tajam di kuartal I 2020 in memperkuat urgensi percepatan penyaluran bantuan sosial di kuartal kedua. Sementara di sisi produksi, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM menjadi sangat kritikal dan perlu dilaksanakan secepatnya.
“Dengan bantalan pada kedua sisi ini, pemerintah berharap membantu meringankan tekanan terhadap rumah tangga dan pelaku usaha, terutama ultra mikro dan UMKM,” ungkap Febrio.
(*)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.