BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Berita Hari Ini : BBCA Akuisisi Bank Royal, Serapan Anggaran PUPR Terendah

Bareksa05 November 2019
Tags:
Berita Hari Ini : BBCA Akuisisi Bank Royal, Serapan Anggaran PUPR Terendah
Ilustrasi pekerja membersihkan tanda nama di depan Menara BCA milik PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)

Ekonomi Q3 diprediksi naik 5,02%, LPS jamin potensi NPL aman, BMRI - Alipay tunggu izin BI, Satgas proses kasus MYRX

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa, 5 November 2019 :

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) akhirnya resmi mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia. Perseroan telah menandatangani akta akuisisi pada Kamis (31/11).

Promo Terbaru di Bareksa

“Seluruh persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyelesaikan transaksi telah dipenuhi oleh para pihak, termasuk memperoleh persetujuan akuisisi dari OJK,” tulis Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin (4/11) dikutip Kontan.co.id.

BCA telah memulai proses akuisisi sejak 16 April 2019 lalu dengan menyusun perjanjian jual beli saham bersyarat dengan pemegang saham Bank Royal. Dalam perjanjian itu, BCA bersama entitas anaknya yaitu PT BCA Finance mengakuisisi 2.8712.000 saham Bank Royal senilai Rp988,04 miliar.

“Tujuan akuisisi untuk mendukung program arsitektur perbankan dan mengembangkan bisnis perseroan. Bank Royal akan menjadi entitas anak perseroan yang baru dimana perseroan dan Bank Royal akan mengembangkan sinergi bisnis untuk fokus di layanan perbankan atau segmen tertentu,” sambung Jahja.

Sebelumnya Jahja juga sempat menyatakan, setelah akuisisi rampung Bank Royal bakal diarahkan menjadi bank digital. Targetnya Juni 2020, Bank Royal sudah dapat menggelar operasi digitalnya.

Kementerian Keuangan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan serapan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang masih rendah di bawah 50 persen. Padahal PUPR salah satu kementerian yang mendapatkan anggaran terbesar pada 2019.

Kementerian PUPR pada tahun anggaran 2019 mendapat alokasi Rp102,2 triliun triliun. Sri Mulyani mengungkapkan penyerapan anggaran PUPR sampai pada 30 September 2019 baru terserap 48,5 persen.

"Dari sisi jumlah penyerapan hingga akhir September, PUPR yang memiliki anggaran terbesar masih belum menyelesaikan 50 persen dari anggarannya," ujar Sri Mulyani saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (4/11/2019) dilansir CNBC Indonesia.

Sri Mulyani menyatakan Kementerian PUPR serapan anggarannya paling rendah dari kementerian dengan anggaran terbesar. "Penyerapan 10 K/L dengan pagu terbesar itu rata-rata penyerapan K/L terbilang cukup tinggi. Kecuali PUPR, karena ada multi years dan pembangunan infrastruktur yang nggak harus selesai tahun ini. Rata-rata penyerapan 10 K/L 65 persen sampai dengan September 2019," kata Sri Mulyani.

Kementerian Pertahanan yang mendapatkan anggaran terbesar pada 2019 ini baru menyerap 66,4 persen dari anggaran yang didapat Rp106,06 triliun. Sementara Kepolisian RI, yang juga mendapatkan dana terbesar mencapai Rp76,9 triliun, baru menyerap 76,8 persen.

Kementerian Sosial merupakan kementerian yang sudah menyerap anggarannya hingga 83,3 persen dari Rp59,34 triliun. "Penyerapan Kemensos ini didorong karena telah melakukan penyaluran PKH [Program Keluarga Harapan]," ujar Sri Mulyani.

Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh melambat pada kuartal III 2019. Ekspor diperkirakan masih menjadi faktor pemberat pertumbuhan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III 2019 hari ini (5/11.2019).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi sepanjang Juli-September tumbuh 5,02 persen secara tahunan, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 5,05 persen.

"Pertumbuhan ekonomi secara umum akan melambat menyusul penurunan ekspor, utamanya karena melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat perang dagang. Sementara investasi juga akan melambat (terutama Penanaman Modal Asing/PMA) karena melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Jadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah," papar Damhuri Nasution, Ekonom BNI Sekuritas.

Damhuri menilai konsumsi rumah tangga masih akan tumbuh cukup baik, meski momentum Ramadan-Idul Fitri sudah lewat. Kuatnya konsumsi dicerminkan oleh inflasi yang terkendali dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang kuat. Sepanjang kuartal III 2019, rata-rata inflasi nasional 3,4 persen year on year (YoY). Masih berada di titik tengah-bawah target Bank Indonesia (BI) yaitu 2,5-4,5 persen.

Lembaga Penjamin Simpanan

Lembaga Penjamin Simpanan memastikan perbankan di Tanah Air masih memiliki bantalan yang kuat dalam menghadapi kondisi perekonomian yang penuh ketidakstabilan. Secara kualitas kinerja yang tercermin dari rasio kredit bermasalah pun dipastikan belum akan menyentuh level 3 persen.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengatakan saat ini loan at risk (LaR) yang terdiri dari kolektibilitas dua ditambah kolektibilitas satu yang direstrukturisasi masih stabil di angka 10 persen. Sementara kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan saat ini dikisaran 23 persen.

Alhasil, kondisi tersebut masih terbilang aman jika hal terburuk terjadi yakni keseluruhan LaR menjadi kredit bermasalah (non performing loan/NPL). "Saya tidak katakan itu terjadi ya, tetapi NPL Indonesia itu pernah di atas 3 persen ketika resesi global 2009 dan CAR perbankan Indonesia tidak setinggi saat ini," katanya, Senin (4/11/2019) dikutip bisnis.com.

Per September 2019, LPS mencatat NPL perbankan dipelopori oleh industri properti atau realestate yang bertengger di level 6 persen. Selanjutnya, sektor perdagangan 3,8 persen, pengolahan 3,6 persen, konstruksi 3,5 persen, dan pertambangan atau komoditas 3,1 persen yang pada awal 2018 sempat di atas 6 persen.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI)

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memastikan kerja sama dengan dompet digital asal China, Alipay tinggal menunggu izin keluar dari Bank Indonesia (BI).

SEVP Transaction Banking and Retail Sales PT Bank Mandiri Thomas Wahyudi mengatakan kerja sama dengan Alipay merupakan wujud upaya perluasan acceptance cross border perseroan. Alhasil, manfaatnya tidak hanya diterima perseroan tetapi juga Indonesia karena uang akan terparkir di sini.

"Saya rasa BI masih memiliki proses yang harus dikerjakan, intinya kami sudah submit semua file untuk memenuhi perizinan," katanya, akhir pekan lalu seperti dikutip bisnis.com.

Thomas mengemukakan secara infrastruktur, pihak Alipay juga sudah menyepakati penggunaan QRIS. Dia menambahkan saat ini turis China sudah mencapai 3,7 juta yang mengunjungi Indonesia. Belum lagi, lama tinggal para turis yang umumnya berkisar sepekan hingga dua pekan.

Meski tak merincikan perhitungan proyeksi peluang perseroan, Thomas hanya memberi gambaran jika saat ini sales EDC Bank Mandiri Rp120 triliun. Dari angka itu, jika 10 persen saja atau Rp12 triliun bisa didapat dari transaksi Alipay maka dinilai sudah cukup besar.

"Pertumbuhan EDC saat ini berkisar 5-6 persen, nantinya jika Alipay sudah berjalan tentu akan mendorong growth EDC," katanya.

PT Hanson Internasional Tbk (MYRX)

Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L Tobing mengungkapkan pembahasan kasus investasi ilegal yang dilakukan oleh PT Hanson Internasional Tbk. (MYRX) akan dilanjutkan pekan ini.

Tongam menyampaikan pekan ini pihaknya berencana melanjutkan kembali pembahasan cara emiten bersandi saham MYRX itu untuk membuat rencana pengembalian uang nasabah yang sudah terhimpun.

“Rencananya pada pekan ini kami akan membahas kembali mengenai bagaimana mereka menaati perintah dari Satgas dan bagaimana mereka membuat rencana pengembalian-pengembalian uang nasabah itu. Jadi kita tunggu saja,” kata Tongam dikutip bisnis.com, Senin (4/11/2019).

Satgas Waspada Investasi yang merupakan forum koordinasi 13 kementerian dan lembaga telah memanggil MYRX dan meminta perseroan untuk menghentikan kegiatannya. Hal itu juga telah diumumkan lewat media massa nasional. Selain itu, Satgas Waspada Investasi juga telah meminta MYRX untuk mengembalikan semua dana yang dihimpun sembari memperhatikan kemampuan perusahaan.

Saat ini pihak yang berwenang masih melanjutkan kajian yang apabila ditemukan adanya tindakan pidana akan diserahkan kepada aparat penegak humum.

Pekan lalu, Bursa Efek Indonesia masih memantau dan mengumpulkan informasi terkait pelanggaran yang dilakukan oleh MYRX. I Gede Nyoman Yetna Setya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan hearing dengan manajemen MYRX. “Kemarin kami sudah hearing, proses lagi berjalan,” kata Nyoman.

Dirinya menjelaskan bahwa otoritas bursa sesuai prosedur akan menelaah laporan keuangan Lapkeu dan memproses informasi yang ada. Selanjutnya, akan diadakan jajak pendapat mengenai hal-hal yang dinilai bursa kurang menguntungkan (favourable). Saat ini, Bursa Efek masih menggali informasi dan melihat cakupan permasalahan yang sampai ke publik.

MYRX, perusahaan properti milik Benny Tjokrosaputro itu dikabarkan telah melakukan penghimpunan dana ilegal dengan bentuk produk mirip deposito. Hal itu disebut melanggar UU Perbankan karena produk yang dikeluarkan tidak mendapat legalisasi dari OJK. Lagipula MRYX bergerak di bidang properti bukannya perbankan dan perseroan diminta untuk menghentikan praktik tersebut. MYRX juga sempat didenda oleh OJK Rp5 miliar karena penyajian laporan keuangan 2016 tidak akurat.

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,58%
Up4,31%
Up7,57%
Up8,73%
Up19,20%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,44%
Up4,48%
Up7,05%
Up7,51%
Up2,61%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,97%
Up7,04%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,13

Up0,53%
Up3,89%
Up6,64%
Up7,38%
Up16,99%
Up40,43%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,87%
Up6,51%
Up7,19%
Up20,23%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua