BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Fintech Pembayaran Termasuk OVO Nilai Aturan Promosi Perlu Diperbaharui

Bareksa25 Oktober 2019
Tags:
Fintech Pembayaran Termasuk OVO Nilai Aturan Promosi Perlu Diperbaharui
Seorang pengguna sedang mencoba mengoperasikan mesin OVO SmartCube (dok. OVO)

OVO menilai BI cukup aktif melibatkan para pelaku usaha dalam mengambil kebijakan

Bareksa.com - Perusahaan teknologi finansial (fintech) seperti LinkAja, OVO, GoPay dan DANA menilai, ada beberapa hal terkait bisnis digital yang perlu diatur. Salah satu contohnya, soal promosi.

Dillansir katadata.id (25/10/2019), Head of Brand and Marketing Communication Group LinkAja Ignatius Untung mengatakan, regulator perlu melakukan studi sebelum menerbitkan aturan terkait ekonomi digital. Dengan begitu, pemerintah diharapkan lebih memahami hal-hal yang perlu diatur dan yang tidak.

Salah satu hal yang menurutnya perlu diatur adalah promosi. Berdasarkan hasil diskusi dengan para pelaku usaha yang lain, promosi merupakan upaya untuk mengedukasi pasar supaya menggunakan layanan berbasis digital seperti fintech pembayaran.

Promo Terbaru di Bareksa

"Yang dikhawatirkan, kalau ini berlebihan apakah ini cara yang efektif? Adakah resiko atau dampak dari promosi yang sudah luar bisasa 'gila' ini?" kata Ignatius dalam acara Katadata Forum: Menakar Gelombang Besar Transaksi Digital di Jakarta, Kamis (24/10).

Ignatius mengatakan, promosi memang turut membantu kelangsungan usaha mitra penjual skala kecil. Bahkan, menurutnya program loyalitas seperti diskon menjadi penyebab banyaknya retailer besar seperti Matahari Departement Store atau Giant Supermarket menutup beberapa cabangnya.

"Mereka (merchant skala kecil) bisa bertahan. Tapi apakah ini tidak berbahaya? Kita harus akui bahwa promosi ini juga harus berakhir," kata Ignatius.

Karena itu, menurutnya pemerintah perlu mengkaji dampak dari penerapan harga yang lebih murah daripada kualitas oleh pelaku usaha. "Kalau bisa regulator melakukan itu (studi), mungkin kita bisa punya pemahaman yang lebih solid," katanya.

Senada CEO DANA Vincent Henry Iswara menilai, perlu ada pembaruan kebijakan. Sebab, ada beberapa aturan yang sudah ketinggalan zaman sehingga regulator perlu menyesuaikannya dengan perkembangan masyarakat teknologi (technology society).

"Intinya, kehadiran regulator seharusnya tidak menghambat kami (pemain fintech). Namun, sejauh ini kami menilai mereka benar-benar sudah mendukung kami ke level industri yang lebih besar," katanya.

Head of Public Relations OVO Sinta Setyaningsih mengatakan, BI cukup aktif melibatkan para pelaku usaha dalam mengambil kebijakan. Salah satunya penerapan standardisasi kode QR (QRIS).

"Ini adalah contoh yang baik dari BI, bahwa kami bukan pelaku industri saja tetapi juga mitra strategis," kata Sinta.

Dia berharap, ke depan instansi tersebut bisa terus mendorong berbagai inovasi dari tiap perusahaan fintech.

Sebelumnya, OVO, platform pembayaran dan layanan keuangan digital menduduki posisi teratas di antara jajaran merek fintech (financial technology) yang sering dibicarakan secara positif (positive buzz). Penilaian ini diberikan oleh YouGov Brand Index dari hasil survei yang mereka lakukan selama setahun untuk mendapatkan brand dengan WOM (word of mouth) tertinggi dan paling positif di mata masyarakat.

"OVO berterima kasih atas apresiasi positif masyarakat terhadap produk dan layanan kami. Hal ini merupakan salah satu bentuk terus meningkatnya kepercayaan masyarakat serta kenyamanan dalam bertransaksi secara digital,” kata Harianto Gunawan, Managing Director OVO.

Survei dari YouGov Brand Index ini dilakukan dalam rentang waktu satu tahun mulai dari 1 September 2018 sampai dengan 31 Agustus 2019 kepada responden berusia 18 tahun hingga 34 tahun. Dalam melakukan risetnya, YouGov Brand Index menanyakan secara langsung kepada responden mengenai persepsi mereka akan sebuah merek, dan apakah merek tersebut banyak mereka bicarakan dengan orang sekeliling mereka dalam rentang waktu tertentu

YouGov Brand Index merupakan lembaga otoritas dari Inggris yang berfokus melakukan riset untuk mengukur persepsi publik terhadap berbagai merek dari berbagai sektor di dunia. Berdasarkan hasil riset WOM versi YouGov Brand Index 2019, OVO menduduki peringkat kedua dari 715 brand paling populer di Indonesia dengan skor 80,5 dari nilai maksimum 100.

Skor ini mempertimbangkan persepsi positif konsumen akan OVO dari iklan, pemberitaan, atau diskusi mulut ke mulut (word of mouth), serta seberapa sering OVO menjadi bagian dari pembicaraan mereka sehari-hari baik melalui diskusi pribadi atau di media sosial.

Popularitas perusahaan pembayaran dan layanan keuangan digital yang baru menginjak dua tahun ini terus meningkat sejak kerja sama strategis dengan Grab dan Tokopedia di tahun 2018. Awal Oktober lalu, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, menyatakan, OVO bergabung di jajaran unicorn asal Indonesia, sebagai perusahaan pembayaran dan layanan keuangan digital pertama.

"Pernyataan dari bapak Rudiantara merupakan sebuah kehormatan besar bagi OVO. Pencapaian kami tidak lepas dari kerja sama strategis dengan dua perusahaan unicorn, Grab dan Tokopedia. Terlebih lagi, pertumbuhan infrastruktur secara signifikan juga turut mendorong percepatan adopsi teknologi di berbagai wilayah Indonesia. Bagi kami, hal ini merupakan dorongan untuk lebih giat berinovasi untuk melayani Indonesia dengan lebih baik," kata Harianto Gunawan.

Dalam laporan CB Insights bertajuk The Global Unicorn Club disebutkan OVO memiliki valuasi US$2,9 miliar atau setara Rp40,6 triliun. Unicorn merupakan julukan bagi startup yang memiliki valuasi di atas US$1 miliar atau Rp14 triliun.

CB Insights menyatakan OVO menyandang status unicorn sejak 14 Maret 2019. Pertumbuhan valuasi OVO dinilai cukup cepat bahkan melampaui valuasi Traveloka dan Bukalapak yang sudah lebih dahulu menyandang status unicorn. Adapun GO-JEK sudah berstatus decacorn karena diestimasi memiliki valuasi US$10 miliar atau setara Rp140 triliun. CB Insights tidak menjelaskan dengan detail tentang metode yang mereka gunakan untuk melakukan penilaian terhadap valuasi startup.

Daftar Unicorn RI

1. GO-JEK dengan valuasi US$10 miliar (Rp140 triliun)
2. Tokopedia dengan valuasi US$7 miliar (Rp98 triliun)
3. OVO dengan valuasi US$2,9 miliar (Rp40,6 triliun)
4. Traveloka dengan valuasi US$2 miliar (Rp28 triliun)
5. Bukalapak dengan valuasi US$1 miliar (Rp14 triliun).

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua