Tarif Cukai Rokok Dipertahankan, Saham Produsen Rokok Berguguran

Bareksa • 17 Dec 2018

an image
Sejumlah buruh menyelesaikan lintingan rokok di pabrik rokok Desa Munjung Agung, Tegal, Jawa Tengah. Kementerian Perindustrian merencanakan menolak kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen pada 2016, karena berdampak akan memberatkan sektor industri dan bisa menimbulkan gejolak dan pemutusan hubungan kerja (PHK). ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Tiga saham rokok di BEI turun lebih dari 2 persen

Bareksa.com – Saham-saham produsen rokok berguguran pada perdagangan hari ini (Senin, 17 Desember 2018). Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan mempertahankan tarif cukai Hasil Tembakau (HT) termasuk rokok sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017.

Saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) misalnya telah turun 2,38 persen hingga pukul 14:43 WIB ke level Rp3.690. Begitu juga PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 2,48 persen ke level Rp80.750. Kemudian PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) turun 2 persen ke level Rp147.

Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.010/2018 (PMK 156/2018) tentang Perubahan Atas PMK Nomor 146/PMK.010/2017 (PMK 146/2017) tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada 12 Desember 2018.

Mengenai perubahan yang diatur dalam PMK 156/2018 itu, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti, dalam siaran persnya Minggu, 16 Desember 2018, di antaranya yaitu:

a. Tidak ada kebijakan kenaikan tarif cukai HT maupun kenaikan batasan harga jual eceran  minimum, sehingga tetap mengacu pada Pasal 6 dan 7 PMK 146/2017;

b. Menambah ketentuan terkait batasan harga jual eceran minimum hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) sehingga perlu mengubah Bab I Ketentuan Umum dan Lampiran II PMK 146/2017.

Intraday Saham HMSP Hingga Pukul 14:45 WIB Perdagangan Senin, 17 Desember 2018

Sumber: Bareksa.com

Penyusunan kebijakan tarif cukai HT itu, jelas Nufransa, mempertimbangkan aspek-aspek tertentu, yaitu pengendalian konsumsi rokok, penerimaan negara, tenaga kerja, dan pemberantasan rokok ilegal.

“Sepanjang 2013–2018, kenaikan tarif cukai dan penyesuaian harga jual eceran HT telah berhasil mengendalikan produksi HT dengan penurunan produksi 2,8 persen dan meningkatkan penerimaan negara 10,6 persen,” terang Nufransa.

Namun demikian, lanjut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu itu, dari aspek tenaga kerja, Pemerintah masih perlu memberikan ruang bagi industri padat karya dengan menjaga keberlangsungan tenaga kerja yang perkembangannya stagnan.

Ditambahkan Nufransa, untuk  pencapaian target penerimaan cukai hasil tembakau tahun 2019, pemerintah akan lebih memfokuskan pada upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal.

“Hal tersebut dimaksudkan agar industri HT legal dapat tumbuh dan mengisi pasar ilegal yang pada akhirnya diharapkan dapat menambah penerimaan negara sekaligus menjaga keberlangsungan tenaga kerja,” ujar Nufransa.

Selain itu, lanjut Nufransa, upaya intensifikasi cukai lebih dioptimalkan berupa pengenaan cukai pada produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) yang kinerja penerimaannya dalam tiga bulan terakhir sudah mencapai lebih dari Rp154,1 miliar sehingga diharapkan target penerimaan cukai tahun 2019 masih dapat dicapai (on the track).

Menurut Nufransa, kebijakan cukai HT tahun 2018 dipandang masih efektif dengan beberapa parameter seperti aspek pengendalian konsumsi, tenaga kerja, industri, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan negara. Di samping itu, dalam menyusun kebijakan cukai ini senantiasa mendengar berbagai masukan dan aspirasi dari berbagai pihak baik secara tertulis maupun audiensi.

 

(AM)