Bareksa.com – Empat bank milik pemerintah (BUMN) telah merilis kinerjanya sepanjang sembilan bulan tahun ini. Secara umum, kinerja bank-bank pelat merah ini terbilang baik jika dilihat dari pencapaian labanya.
Misalnya saja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang meraup laba naik 14,6 persen dari Rp20,54 triliun menjadi Rp23,55 triliun. Kemudian ada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan catatan laba Rp18,1 triliun atau naik 20 persen dari periode sama tahun lalu Rp15,1 triliun.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) juga mencatat kinerja laba yang baik. Laba BNI tumbuh 12,6 persen menjadi Rp11,44 triliun, sementara BTN memperoleh laba Rp2,24 triliun atau naik 11,51 persen.
Secara total, bank-bank milik pemerintah ini telah mengumpulkan laba Rp55,33 triliun atau melonjak 15,73 persen dari Rp47,81 triliun di sembilan bulan tahun 2017.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan pertumbuhan laba bersih ditopang oleh pendapatan operasional yang berasal dari pendapatan bunga dan non bunga (fee based income) mencapai Rp16,2 triliun atau tumbuh 18,4 persen dari Rp13,7 triliun.
Sementara Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman Arif Arianto menyatakan hal yang sama. Fee based income Bank Mandiri naik 11,4 persen. Berbeda, Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo menerangkan, laba bersih BNI ditopang oleh pertumbuhan kredit.
Adapun Direktur Utama BTN Maryono mengungkapkan, dengan memoles NPL, laba perseroan berhasil dikerek sebesar 11,51 persen. Pertumbuhan laba BTN juga disokong pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang tercatat mencapai Rp7,54triliun atau naik 15,29 persen.
NIM Kompak Turun
Meski mencatat pertumbuhan laba double digit, ternyata bank-bank BUMN ini punya masalah yang sama. Yaitu penurunan net interest margin (NIM).
Hal ini pun sudah diprediksi para pelaku pasar. Terutama setelah harga saham empat bank BUMN ini mengalami tekanan jual investor asing sepanjang tahun ini.
Catatan NIM dan Laba Bank BUMN 9M 2018
Sumber: Materi presentasi perseroan
Haru mengungkapkan, penurunan NIM ini disebabkan biaya dana yang naik. “Salah satu penyebabnya biaya dana meningkat karena setelah kuartal II 2018 lalu waktunya untuk membayar dividen,” kata Haru.
Bank Mandiri pun serupa. Penuruan NIM ini akibat Bank Mandiri sudah mulai menaikkan suku bunga deposito dan menyebabkan biaya dana ikut terkerek. Terkait penurunan NIM ini Bank Mandiri sudah mempunyai strategi.
“Kami tidak terlalu jor-joran di special rate bunga deposito,” kata Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawan seperti dikutip Kontan.
Sementara Anggoro mengatakan, penurunan NIM tersebut seiring dengan penurunan margin industri. NIM industri perbankan turun dari 5,3 persen menjadi 5,1 persen.
Selain itu, penurunan margin tersebut karena BNI belum menaikkan bunga kredit meski Bank Indonesia sudah menaikkan suku bunga acuan lima kali.
Seperti dikutip CNBCIndonesia, Anggoro menambahkan tahun ini BNI menargetkan NIM di kisaran 5,3 persen hingga 5,4 persen dan tahun depan NIM turun menjadi 5,3 persen.
Net Sell Asing
Pada tahun ini, saham-saham bank BUMN memang dalam tekanan jual investor asing. Hal ini terkait dengan isu penurunan NIM yang ternyata memang terjadi pada catatan keuangan kuartal III 2018.
Hingga hari ini, secara year to date saham BBRI menduduki posisi pertama saham terbanyak dijual asing dengan nilai lebih dari Rp11 triliun. Saham BBNI juga dalam tekanan jual investor asing dengan nilai Rp5,7 triliun.
Sementara, BMRI dan BBTN juga mencatat net sell asing dengan nilai masing-masing Rp4,39 triliun dan Rp2,1 triliun.
Aksi jual asing itu pun membuat saham BBRI saat ini telah anjlok lebih dari 17 persen secara year to date dari posisi akhir tahun 2017 Rp3.640 menjadi Rp3.020.
Kemudian saham BMRI juga turun lebih dari 19 persen dari Rp8.000 menjadi Rp6.425, saham BBNI turun 28,7 persen ke level Rp7.050 dari Rp9.900 dan saham BBTN turun lebih dari 39 persen dari Rp3.570 menjadi Rp2.170.
(AM)