Bareksa.com - Saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) melanjutkan penguatannya pada hari ini (Senin, 24 September 2018). Hingga pukul 13:40 WIB, saham BRMS naik 3,39 persen ke level Rp61 dari penutupan hari sebelumnya Rp59.
Jika akhirnya ditutup menguat hari ini, maka saham BRMS telah tiga hari secara beruntun mengalami kenaikan. Sebelum perdagangan hari ini, pada 20-21 September 2018, saham BRMS naik 9,26 persen dari Rp54 pada penutupan 19 September 2018.
Dengan begitu, total kenaikan saham afiliasi dari PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ini hingga pukul 13:40 WIB hari ini telah mencapai 12,65 persen.
Penguatan saham BRMS ternyata didukung informasi mengenai kedatangan investor asal China yakni NFC. NFC kini menjadi mitra strategis BRMS untuk mengelola PT Dairi Prima Mineral (DPM) dengan kepemilikan 51 persen.
Nilai kedatangan NFC pada DPM mencapai US$198 juta atau setara dengan Rp2,87 triliun dengan asumsi kurs Rp14.500 per US$.
“Dana hasil penjualan kepemilikan DPM ke NFC akan digunakan untuk memperbaiki keuangan perseroan dan mengambil alih 20 persen kepemilikan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di DPM,” ujar Direktur sekaligus CFO BRMS Fuad Helmy dalam keterangannya hari ini.
Fuad juga bilang, sisa dana dari NFC menjadi bagian dari pengembangan proyek seng DPM dan tambang tembaga serta emas di Pali dan Gorontalo, Sulawesi.
Pergerakan Saham BRMS Periode 29 Desember 2017 – 21 September 2018
Sumber: Bareksa.com
Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan BRMS Muhammad Sulthon menambahkan, pihaknya terus memproses semua dokumen untuk menyelesaikan kesepakatan divestasi. “Kemitraan dengan NFC diharapkan bisa mengakselerasi produksi perdana DPM dan juga bisa membuka akses pendanaan murah dari China,” kata Sulton.
Sementara itu Direktur sekaligus COO BRMS Suseno Kramadibrata menyampaikan, kemitraan dengan NFC bisa mendorong dimulainya produksi seng DPM dan memimpin produksi pada 2020. Saat ini, kata Suseno, proyek seng DPM terus berjalan sehingga pihaknya bisa fokus pada kepemilikan 96 persen di proyek emas Palu dan 80 persen kepemilikan di proyek tembaga Gorontalo.
“Kedua proyek ada di Sulawesi. Dan proyek di Palu kami harapkan bisa beroperasi secara komersial pada akhir 2020,” imbuh Suseno.
Adapun dengan adanya dana hasil transaksi dengan NFC, BRMS mengharapkan bisa menekan jumlah utang menjadi US$ 53,99 juta (Rp782,93 miliar) dari US$161,31 juta (Rp2,33 triliun). Alhasil, rasio utang perseroan bisa turun dari 0,29 kali menjadi 0,09 kali. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.