Bareksa.com – Sambil mencari cara mengurangi beban operasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terus berupaya menekan beban utang. Yang terbaru, perseroan baru saja menyelesaikan pembayaran jumlah pokok dan bunga obligasi bernilai Rp2 triliun.
Obligasi tersebut merupakan obligasi berkelanjutan I tahap I tahun 2013 yang jatuh tempo pada 5 Juli 2018. Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N. Mansury, menyampaikan perseroan juga dalam proses penerbitan kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA) bernilai lebih dari Rp1 triliun.
“Terutama untuk beberapa kewajiban bank yang harus dibayarkan. Jadi mulai mengurangi utang jangka pendek,” ujar Pahala di Jakarta, Jumat, 27 Juli 2018.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian perseroan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, Garuda Indonesia memiliki utang jangka panjang sebesar US$636 juta dan utang jangka pendek US$1,08 miliar.
Sebelum KIK EBA ini, Garuda Indonesia juga telah menerbitkan obligasi US$750 juta dengan tujuan pembiayaan kembali (refinancing) utang perseroan yang ada saat ini baik utang jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk membiayai kegiatan usaha perseroan secara grup.
Pahala mengakui, pada kuartal II tahun ini perseroan mendapatkan tantangan peningkatan biaya avtur dan depresiasi rupiah. Meski begitu, dia menilai, operasional Garuda Indonesia dalam tren membaik.
“Untuk semester I, seharusnya lebih baik. Bisa 50 persen lebih baik secara year on year,” kata Pahala.
Pahala menyebut, selama ini beban avtur bagi perseroan bisa mencapai 35 persen sampai 40 persen dari total beban. Untuk itu, Garuda Indonesia terus mengupayakan hedging dengan menerapkan program cost leadership dan fuel leadership.
Hanya saja, Pahala belum mau menyampaikan realisasi kinerja keuangan perseroan pada enam bulan pertama tahun ini.
“Nanti detailnya akan kami umumkan pekan depan,” imbuh dia.
(AM)