Bareksa.com - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) bakal mencari dana sebesar US$300 juta atau setara Rp3,9 triliun untuk investasi tahun depan. Perseroan tengah mengkaji penerbitan obligasi atau penambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Direktur Utama Krakatau Steel, Mas Wigrantono Roes menjelaskan, perseroan membutuhkan US$300 juta untuk investasi tahun depan. Krakatau Steel membutuhkan dana untuk proyek hot strip mill (HSM) 2, blast furnace, investasi pembangkit listrik berkapasits 1x150 megawatt (MW) dan control mill yang investasinya dimulai tahun depan.
"Kami berencana mencari utang bank, menerbitkan obligasi atau melakukan rights issue," terang Mas di Jakarta, Jumat, 10 November 2017.
Mas mengaku perseroan masih dalam tahap perencanaan untuk menggalang dana dari penyertaan modal negara (PMN) melalui rights issue. Krakatau Steel akan mengajukan rencananya tersebut kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun depan.
Pada 2016, produsen baja ini telah melangsungkan rights issue. Masa itu, Krakatau Steel meraup dana sebesar Rp1,8 triliun dari rights issue dengan komposisi PMN sebesar Rp1,5 triliun dan sisanya berasal dari pemegang saham lain.
Dia menjelaskan bahwa lini bisnis Krakatau Steel merupakan industri padat modal. Oleh sebab itu, perseroan perlu meningkatkan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Satu-satunya cara untuk meningkatkan kapasitas produksi adalah membangun pabrik yang membutuhkan dana investasi. Perseroan membutuhkan dana investasi yang berasal dari kas internal atau utang.
Instrumen lain yang tengah dipertimbangkan perseroan untuk menggalang dana adalah menerbitkan obligasi. Akan tetapi, Mas belum bersedia menjelaskan struktur obligasi yang rencananya diterbitkan.
Hingga akhir tahun ini, Krakatau Steel memperkirakan masih akan menanggung rugi sebesar US$50 juta. Komposisi kerugian perseroan berasal dari bisnis Krakatau Sendiri sebesar US$15-25 juta dan kerugian dari perusahaan afiliasi sebesar 40 persen dari total kerugian.
"Jadi, net loss akhir tahun ini bisa sekitar US$50 juta," kata Mas. Meski masih merugi, perseroan bakal membukukan rugi lebih rendah dari tahun lalu, yakni sebesar US$171,69 juta.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dari anak usaha Krakatau Steel, masih ada perusahaan yang rugi tahun ini, yakni PT Meratus Jaya Iron & Steel (MJIS) dan PT Krakatau Wajatama. Mas mengklaim, kerugian paling besar perseroan tetap berasal dari perusahaan afiliasinya, yaitu PT Krakatau Posco.
Proyeksi 2018
Tahun depan Krakatau Steel memproyeksikan perseroan seluruh anak usahanya akan membukukan keuntungan. Tetapi perseroan masih berisiko rugi apabila perusahaan asosiasinya masih tetap membukukan rugi.
Sebagai salah satu solusi, Krakatau Steel ingin kontribusi seluruh anak usahanya terhadap konsolidasi keuangan meningkat menjadi 50 persen, dari saat ini sebesar 15 persen. Saat ini bisnis perseroan masih sangat dipengaruhi oleh Krakatau Steel.
Selain itu, dia juga ingin perusahaan afiliasinya memperbaiki kinerja keuangan sehingga dapat berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan Krakatau Steel. "Jadi ketika harga baja turun, kinerja keuangan kami dapat ditopang oleh anak-anak usaha," jelasnya.
Pada 2018, jika sesuai rencana maka perseroan seharusnya bisa membukukan laba bersih sebesar US$50-75 juta. Tetapi itu sangat bergantung pada kinerja keuangan perusahaan afiliasinya, Krakatau Posco. (hm)