BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Daya Beli Melemah, Tiga Saham Department Store Turun Dua Digit Sepanjang 2017

Bareksa12 Juli 2017
Tags:
Daya Beli Melemah, Tiga Saham Department Store Turun Dua Digit Sepanjang 2017
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Sofyan (kiri) bersama tim gabungan BPOM dan Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh memeriksa produk makanan kaleng dan minuman di salah satu supermarket di kawasan Seutui, Banda Aceh (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Inflasi DKI Jakarta lebih rendah dibandingkan inflasi nasional pada Ramadan

Bareksa.com - Industri ritel akhir-akhir ini dihantam sentimen isu negatif soal maraknya pemutusan hubungan kerja akibat penutupan gerai. Di antaranya PT Modern Internasional Tbk (MDRN) yang menutup gerai 7-Eleven pada 30 Juni lalu. Tidak hanya itu, kabar PHK juga dilakukan oleh Hypermart. Namun kabar ini segera dibantah oleh manajemen PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA).

Terkait beberapa sentimen negatif tersebut, hasil riset Bareksa mencatat bahwa tiga saham perusahaan pusat perbelanjaan anjlok hingga dua digit sepanjang 2017 ini. Melemahnya daya beli diduga jadi salah satu penyebab menurunnya kinerja industri ritel. Kondisi itu berdampak terhadap kinerja saham departement store.

Bardasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia, terungkap bahwa indeks keyakinan konsumen pada Juni 2017 melemah 3,5 poin menjadi 122,4 dibandingkan bulan sebelumnya. Meski begitu BI menyatakan hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa konsumen masih dalam level optimistis.

Promo Terbaru di Bareksa

Grafik : Pertumbuhan Indeks Tingkat Kepercayaan Konsumer Indonesia

Illustration

Sumber : Bank Indonesia, diolah Bareksa

Menjelang rilis laporan keuangan untuk periode kuartal II 2017, Bareksa memperkirakan bahwa performa perusahaan sektor ritel belum akan membaik secara signifikan di periode ini. Hal tersebut bisa dilihat secara makro di mana indikator Indeks tingkat kepercayaan konsumer justru menurun di bulan Ramadan.

Di sisi lain, asumsi pelemahan kinerja sektor retail juga didukung oleh indikator tingkat kepercayaan bisnis atau Business Confidence yang juga melemah dalam 4 kuartal terakhir.

Grafik : Indeks Tingkat Kepercayaan Bisnis

Illustration

Sumber : Bank Indonesia, diolah Bareksa

Dalam 4 kuartal terakhir, indeks yang menggambarkan keyakinan pengusaha terhadap bisnis Indonesia menurun signifikan dari 110,2 menjadi 103,4. Meski begitu, apabila dilihat di periode kuartal I setiap tahunnya (grafik hijau) justru terjadi peningkatan indeks keyakinan dalam 3 tahun terakhir sejak kuartal I 2015.

Data inflasi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) secara bulanan menunjukkan bahwa inflasi DKI Jakarta yang biasanya menopang angka inflasi nasional, justru mencatatkan angka inflasi lebih rendah pada Juni 2017 dibandingkan inflasi nasional. Pada Juni 2017, DKI Jakarta mencatatkan angka inflasi 0,46 persen secara bulanan (month to month) atau lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 0,69 persen.

Inflasi DKI Jakarta pada Juni 2017 juga lebih rendah dibandingkan rata-rata historis inflasi pada periode Hari Raya Idul Fitri selama 3 tahun terakhir yang tercatat 0,93 persen secara bulanan.

Kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang merupakan pendorong inflasi kelompok inti hanya mengalami inflasi sebesar 0,35 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata bulan Idul Fitri pada 3 tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,19 persen (mtm).

Grafik : Performa Return Saham Department Store Sepanjang 2017

Illustration

Sumber : Bareksa.com

Indikator-indikator makro tersebut menunjukkan adanya pemelahan beli konsumen. Kondisi tersebut direspons oleh para pelaku pasar. Ketiga saham department store cenderung melemah hingga double digit sejak awal 2017.

Di antaranya PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) pergerakan harga sahamnya mengalami pelemahan paling kecil yakni 10 persen dan ditutup pada harga Rp 1.075 kemarin, Selasa, 11 Juli 2017. Diikuti oleh PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang melemah 20 persen sepanjang 2017 serta PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang merupakan induk usaha dari Hypermart mengalami pelemahan paling dalam di antara yang lain, yakni sebesar 58 persen di level Rp 620 pada perdagangan kemarin.

Juru Bicara MPPA, Fernando Repi membantah kabar soal PHK besar-besaran yang terjadi di Hypermart seperti pemberitaan media. Sebab tahun ini perseroan justru menargetkan penambahan 9-10 gerai. Hingga kini penambahan gerai sudah terealisasi 2 gerai. "Lokasi penambahan gerai ada di Sulawesi, Kalimantan, dan kami juga sedang mempertimbangkan Sumatera," ujarnya kepada Bareksa, 12 Juli 2017.

Fernando menyatakan tahun lalu perseroan juga merealisasi penambahan gerai sebanyak 8-9 gerai. Total hingga saat ini Hypermart telah memiliki 115 gerai. Selain Hypermart, MPPA juga mengoperasikan gerai SmartClub, Foodmart Primo, Foodmart Fresh, hingga Boston dan FMX. "Yang ada hanyalah konversi gerai dari Hypermart ke Foodmart misalnya. Ini lebih karena strategi bisnis. Dan karyawannya tidak diPHK namun tetap bekerja di gerai yang baru tersebut," ungkapnya.

Manajer Hubungan Investor dan Komunikasi MPPA, Phoa Marchea Trenggono, menambahkan berdasarkan data laporan tahunan 2016 dan per Juni 2017, jumlah karyawan hanya berbeda 1 orang. Dia menegaskan secara berkelanjutan, MPPA akan terus mengembangkan usaha dan bertumbuh sejalan dengan pertumbuhan prospek perekonomian dan ritel nasional yang positif.

"Industri ritel merupakan salah satu penopang ekonomi untuk Indonesia. Potensi ke depannya masih bagus, karena potensi market di Indonesia Timur masih besar dan banyak daerah di pelosok yang belum ada modern ritel," katanya kepada Bareksa.

Sebelumnya MDRN mengumumkan bahwa per 30 Juni 2017, seluruh gerai 7-Eleven di bawah manajemen PT Modern Sevel Indonesia yang merupakan salah satu entitas anak perseroan akan menghentikan kegiatan operasionalnya.

Chandra Wijaya, Direktur Perseroan dalam keterangannya Kamis, 22 Juni 2017 di Bursa Efek Indonesia menyebutkan bahwa penghentian kegiatan ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh perseroan untuk menunjang kegiatan operasional gerai 7-Eleven setelah rencana transaksi material perseroan untuk menjual bisnis waralaba ini batal dilakukan.

Hal-hal material yang berkaitan dan yang timbul sebagai akibat dari pemberhentian operasional gerai 7-Eleven ini menurut Chandra akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku dan akan diselesaikan secepatnya.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,92

Up0,45%
Up4,28%
Up7,56%
Up8,65%
Up19,15%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,59

Up0,42%
Up4,45%
Up7,00%
Up7,43%
Up2,51%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.080,08

Up0,60%
Up4,04%
Up7,13%
Up7,77%
--

Capital Fixed Income Fund

1.845,41

Up0,53%
Up3,95%
Up6,71%
Up7,40%
Up16,95%
Up40,32%

Insight Renewable Energy Fund

2.272,15

Up0,82%
Up3,96%
Up6,62%
Up7,24%
Up20,21%
Up35,65%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua