Bank Ina Masuk Salim Group Pasca Right Issue, Harga Saham Naik 6 Kali Lipat

Bareksa • 29 May 2017

an image
Public expose Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta (29/5)

Mengusung beberapa nama, afiliasi Salim Group menguasai 51,46% saham BINA

Bareksa.com – Saham PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) menjadi salah satu saham yang paling fenomenal pada tahun ini, terutama jika melihat dari lonjakan harganya. Pergerakan harga saham ini juga seiring dengan adanya perubahan dalam komposisi pemegang saham pengendali akibat adanya aksi korporasi.

Menutup tahun 2016 pada Rp244, saham BINA tahun ini pernah menyentuh level Rp1.510.Pada perdagangan Jumat, 26 Mei 2017, saham BINA berada pada level Rp1.365. Sementara, pada penutupan perdagangan sesi I hari ini (Senin, 29 Mei 2017), saham BINA mengalami penurunan 2,2 persen ke Rp1.335.

Jika mengacu pada penutupan harga Jumat, maka saham BINA di sepanjang tahun ini telah mengalami kenaikan 459,43 persen. Sementara, jika dikaitkan dengan harga level tertinggi Rp1.510 yang terjadi pada 19 Mei 2017, saham BINA sudah naik 518,85 persen atau 6 kali lipat.

Pergerakan harga saham BINA tidak lepas dari penambahan modal melalui skema rights issue. Melalui aksi ini, perseroan meraup dana Rp695,41 miliar dan membuatnya masuk sebagai bank umum kelompok usaha (BUKU) 2 atau bank dengan modal di atas Rp1 triliun.

Tidak hanya itu, sebagian investor merespon saham BINA terkait nama-nama pemegang saham baru yang masuk dalam rights issue BINA. Dua nama yang muncul adalah PT Samudra Biru dan PT Gaya Hidup Masa Kini.

Kedua nama itu pun menambah jaringan Salim Group di dalam deretan pemegang saham Bank Ina. “Per 27 April 2017, telah terjadi perubahan pengendali. Namun, masih memerlukan persetujuan OJK,” ungkap Direktur Utama Bank Ina Edy Kuntardjo.

Edy mengungkapkan, pemegang saham terbesar dan akan menjadi pemegang saham pengendali Bank Ina adalah PT Indolife Pensiontama. Perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun ini merupakan bagian kelompok bisnis Salim Group. Edy juga bilang, Samudra dan Gaya Hidup pun masih terafiliasi dengan Salim Group, salah satu konglomerasi yang saat ini dikendalikan oleh taipan Anthony Salim.

Berdasarkan laporan registrasi efek per April 2017, Indolife menggenggam saham BINA sebanyak 22,47 persen, disusul Liontrust S/A NS ASEAN Financial S Fund sebesar 18,29 persen, Samudra Biru 16,51 persen, Gaya Hidup 12,48 persen, DBS Bank Ltd S/A LTSL AS Trustee of NS Financial Fund 10,49 persen, dan PT Philadel Terra Lestari 9,64 persen. Mengacu data ini, maka afiliasi Salim Group melalui Indolife, Samudra Biru dan Gaya Hidup punya kepemilikan saham BINA sebanyak 51,46 persen.

Tabel: Laporan Registrasi Efek BINA per April 2017

Sumber: IDX

Terus Perkuat Modal

Masuk sebagai bank BUKU 2 tidak membuat puas manajemen Bank Ina. Untuk itu, perseroan pun memutuskan untuk tidak membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya. Hal ini tertuang dalam hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).

Edy menegaskan, hasil keuntungan pada 2016 menjadi laba ditahan untuk memperkuat permodalan. “Apalagi, dengan tambahan dari rights issue, modal inti kami menjadi Rp1,14 triliun atau masih pada batas bawah BUKU 2,” kata Edy.

Pada intinya, lanjut dia, manajemen perseroan sudah memiliki rancangan untuk terus membesarkan bank. Edy menyebut, Bank Ina punya rencana aksi korporasi lanjutan setelah rights issue. Namun Edy belum bisa memastikan rencana tersebut.

Menjadi bank BUKU 2 pun membuat Bank Ina mulai serius menggarap digital banking. “Sekarang kami sedang mengubah core banking system. Nanti masuk ke mobile banking. Semua ini bertujuan agar kami bisa menambah dana murah,” ucap Edy.

Sambil berjalan, Bank Ina merambah kantor cabang di beberapa daerah seperti Denpasar, Makassar, hingga Ambon. Langkah ini juga dilakukan agar Bank Ina bisa ikut serta dalam program Laku Pandai OJK. (hm)