RI Berharap Investasi Dari Raja Salman, Ini Kondisi Arab Saudi Yang Sebenarnya
Defisit anggaran Arab Saudi kian parah seiring nilai ekspor berkurang akibat menurunnya harga minyak dunia
Defisit anggaran Arab Saudi kian parah seiring nilai ekspor berkurang akibat menurunnya harga minyak dunia
Bareksa.com - Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari Arab Saudi dipastikan akan berkunjung ke Indonesia pada 1 – 9 Maret mendatang. Raja Salman terlebih dahulu akan melakukan kunjungan kenegaraan pada 1 – 3 Maret, dan kemudian dilanjutkan dengan beristirahat di Pulau Dewata, Bali, pada tanggal 4 – 9 Maret mendatang.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, kunjungan Raja Salman ke Indonesia ini merupakan kunjungan yang sangat bersejarah, karena kunjungan Raja Arab Saudi terakhir ke Indonesia, terjadi pada tahun 1970, atau 47 tahun yang lalu.
Dalam kunjungannya ke Indonesia ini, menurut Seskab, Raja Arab Saudi itu akan membawa rombongan terbesar. “Kurang lebih 1500 orang, 10 menteri, 25 pangeran,” kata Pramono. Menurutnya, dalam kunjungan Raja Salman ini nanti akan ditandatangani investasi perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco, di Cilacap dengan nilai US$6 miliar.
Promo Terbaru di Bareksa
Selain itu, akan ada proyek lain yang akan ditandatangani, kurang lebih sebesar US$1 miliar dan sejumlah proyek lainnya. “Tadi bapak presiden mengharapkan bahwa investasi Arab Saudi ini secara keseluruhan diharapkan bisa sampai dengan US$25 miliar (setara Rp334 triliun),” sambung Pramono.
Ingin Berinvestasi, Namun Bagaimana Kondisi Makro Ekonomi Arab Saudi?
1. Cadangan Devisa Arab Saudi di Level Terendah dalam 5 Tahun Terakhir
Hingga Desember 2016, cadangan Devisa Arab Saudi mencapai SAR 2,011 triliun (Rp7.160 triliun). Angka tersebut turun sekitar 0,4 persen apabila dibandingkan dengan bulan November 2016 yang mencapai SAR 2,018 triliun (Rp7.186 triliun). Angka ini merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Grafik: Cadangan Devisa Arab Saudi
Sumber : Tradingeconomics.com & Saudi Arabian Monetary Policy
Penurunan cadangan devisa ini terjadi seiring melemahnya harga minyak dunia yang menjadikan ekspor minyak sebagai 70 persen sumber utama pendapatan negaranya. Sehingga setelah terjadi krisis pada harga minyak dunia, hanya ada dua cara untuk mengimbangi pengeluaran negara yakni mencetak kembali uang beredar atau melepas beberapa cadangan devisa. Cara kedua diambil sebagai langkah Arab Saudi dalam menambal lubang pada pengeluaran negara. Hal ini berbeda dengan negara Venezuela yang juga menggantungkan sumber pendapatan negara pada ekspor minyak. Venezuela cenderung lebih memilih mencetak uang baru dan menimbulkan dampak inflasi tinggi.
2. Defisit Anggaran Pemerintah
Seiring menurunnya harga minyak dunia yang menjadi penopang penerimaan negara, kondisi fiskal pemerintah Arab Saudi pun terganggu. Hal ini terjadi di tengah meningkatnya belanja pemerintah seperti subsidi yang semakin meningkat. Selain itu, anggaran yang disediakan untuk militer juga naik 5,7 persen dari SAR 80,7 miliar di tahun 2014 menjadi SAR 85,3 miliar di tahun 2015.
Grafik: Surplus/Defisit Anggaran Pemerintah Arab Saudi
Sumber : Tradingeconomics.com, diolah kembali oleh Bareksa.com
Karena penerimaan terganggu dan pengeluaran meningkat, terjadilah defisit. Artinya, pendapatan negara tidak dapat menutupi pengeluaran. Defisit anggaran ini baru terjadi pada 2015 setelah 9 tahun berturut-turut, Arab Saudi selalu membukukan surplus. Pada 2016 defisit anggaran pun melebar menjadi 11,7 persen. Bandingkan dengan defisit anggaran negara Indonesia yang dipatok maksimal 3 persen.
3. Menerbitkan Obligasi Pemerintah Untuk Pertama Kalinya
Kondisi defisit yang dialami membuat Kerajaan Arab Saudi untuk pertama kalinya harus menjual surat utang (obligasi) global yang nilainya fantastis mencapai US$ 17,5 miliar. Angka ini merupakan yang terbesar yang diterbitkan negara berkembang dalam jangka waktu 20 tahun terakhir. Hal ini diperlukan untuk menahan gejolak cadangan devisa Arab Saudi.
Tabel : Penjualan Terbesar Obligasi Pemerintah di Negara Berkembang 1995 - 2016
Sumber : Bareksa.com
Program Reformasi
Sejak 2014, harga minyak dunia jatuh sekitar 50 persen dari level tertingginya. Kondisi ini mengharuskan Arab Saudi cepat-cepat meninggalkan ketergantungannya terhadap minyak. Kondisi keuangan Arab Saudi menurun. Kerajaan Arab Saudi mencopot Menteri Keuangan veterannya, Ibrahim al-Assaf, pada Oktober 2015. Langkah tersebut dilakukan karena kerajaan tersebut mau melakukan restrukturisasi ekonomi. Turunnya pendapatan dari minyak akibat keadaan yang berubah, mengharuskan diversifikasi di luar minyak menjadi tak terhindarkan.
Program reformasi akhirnya dibentuk dan akan dijalankan untuk jangka panjang dengan target sampai 2030. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh Arab Saudi, salah satunya adalah menjual sebagian saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) demi mendapatkan dana segar. Arab Saudi memang berencana untuk menjual saham perusahaan minyak besarnya, yaitu Saudi Aramco.
Beberapa poin penting dalam program reformasi tersebut antara lain:
a. Menjual sekitar 5 persen saham Saudi Aramco, BUMN minyak Arab Saudi yang nilai perusahaannya ditaksir US$ 2 triliun. (Baca Juga : Arab Saudi Akan IPO Aramco, Asetnya Hingga US$2 Triliun?)
b. Uang hasil penjualan saham Aramco sebagian digunakan untuk dana investasi ke luar negeri.
c. Sistem visa baru memungkinkan orang asing muslim bekerja jangka panjang di Arab Saudi.
d. Diversifikasi ekonomi, mulai dari investasi di tambang mineral dan memproduksi peralatan militer.
e. Mengizinkan wanita untuk bekerja.
Negara ini tahun lalu juga melakukan perombakan kabinet besar-besaran. Tujuannya untuk bisa mencapai target perubahan ekonomi, yang tidak mau lagi bergantung pada minyak. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.