BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

Harga Komoditas Tambang Turun 2 Tahun Terakhir, NPL Sektor Pertambangan Melonjak

Bareksa25 April 2016
Tags:
Harga Komoditas Tambang Turun 2 Tahun Terakhir, NPL Sektor Pertambangan Melonjak
Menteri ESDM Sudirman Said (kedua kiri) berbincang bersama Menteri Perindustrian Saleh Husin (ketiga kiri), Kepala Bapenas Sofyan Djalil (kiri) dan Senior Vice President Geo Services PT Freeport Indonesia Wahyu Sunyoto (kanan) saat meninjau tambang terbuka Grasberg saat melakukan kunjungan kerja di area PT Freeport Indonesia, Timika, Papua. ANTARA

Meski nilainya relatif sangat kecil dibandingkan total penyaluran kredit, rasio NPL sektor pertambangan terus meningkat

Bareksa.com - Naiknya harga minyak dunia sedikit banyak mulai mendorong peningkatan harga saham-saham berbasis emas hitam ini. Tidak hanya itu, saham-saham jasa (service company) minyak dan gas dan energi lainnya, seperti perusahaan pertambangan batu bara juga ikut berangsur-angsur pulih.

Namun sayang, kenaikan harga minyak ini tidak menghapus dampak yang ditimbulkannya terhadap perbankan yang telah menggelontorkan dana pinjaman ke sektor minyak dan gas (migas).

Sebut saja perusahaan perbankan besar seperti Wells Fargo, Bank of America, dan JP Morgan yang terpaksa mengalokasikan dana besar sebagai kerugian akibat tidak tertagihnya sejumlah kredit untuk perusahaan migas. Turunnya harga minyak dari kisaran harga US$100 per barel ke level US$30 - 40 per barel dalam dua tahun terakhir jelas menghantam kinerja perusahaan migas.

Grafik: Harga Minyak Dunia Jenis West Texas (WTI)

Illustration

Sumber: Bareksa

Wells Fargo— untuk pertama kalinya sejak 2009— harus mencadangkan kerugian (provisi) senilai US$200 juta. Bank of America juga telah menyisihkan US$997 juta dananya untuk melindungi dari kerugian. Adapun JP Morgan meningkatkan provisi sekitar 88 persen untuk kerugian kredit.

Tidak hanya perbankan di Amerika Serikat, bank-bank besar di kawasan Eropa seperti BNP Paribas, Barclays Plc dan ING Groep NV juga terpaksa menanggung kerugian akibat kebangkrutan yang dialami perusahaan migas akibat anjloknya harga minyak dunia. Ketiganya hanya mendapatkan pembayaran senilai US$27 juta dari penjualan aset First Oil Plc yang menyatakan bangkrut pada Februari lalu. Padahal, ketiganya telah menggelontorkan dana pinjaman sekitar US$149 juta pada periode 2012 - 2014.

Kondisi Serupa Membayangi Kinerja Perbankan Indonesia

Kondisi serupa dikhawatirkan juga akan terjadi di perbankan di Indonesia. Anjloknya harga minyak yang diikuti oleh terpuruknya harga jual komoditas tambang lainnya mengakibatkan kesulitan pembayaran kredit di sektor pertambangan dan penggalian.

Meski nilainya relatif sangat kecil dibanding total penyaluran kredit, rasio NPL (Non Performing Loan) sektor pertambangan terus naik.

Berdasarkan data Bareksa, rasio NPL pada akhir Februari 2016 naik ke level 4,64 persen. Padahal, rasio ini pada 2013 masih berkisar antara 1 - 1,5 persen.

Rasio NPL sektor pertambangan nilainya juga jauh lebih tinggi dibanding rasio NPL sektor secara keseluruhan. Lonjakan rasio NPL terbesar terjadi pada periode Oktober - November 2015, di mana rasio NPL melonjak ke level 3,96 persen dari 3,09 persen pada bulan sebelumnya.

Grafik: Non Performing Loan Sektor Pertambangan Periode 2013-2016

Illustration

Sumber: Bareksa

Jika ditelusuri lebih dalam, kenaikan rasio NPL perbankan pada sektor pertambangan disebabkan oleh lonjakan NPL pada perbankan dengan kategori BUKU IV atau perbankan yang mempunyai kemampuan penyaluran kredit terbesar. Berdasarkan data Bareksa, rasio NPL pada kategori ini nilainya terus meningkat.

Rasio NPL pada bank BUKU IV tercatat sebesar 5,46 persen pada akhir Februari 2016 atau naik tinggi dibanding periode Oktober 2015 yang masih sebesar 2,24 persen. Kenaikan rasio ini dipengaruhi oleh kondisi harga komoditas tambang yang saat itu terus menurun akibat rendahnya permintaan, baik untuk komoditas batu bara atau pun komoditas logam untuk industri.

Grafik : Perbandingan Rasio NPL Sektor Pertambangan pada 4 Kategori BUKU

Illustration

Sumber: Bareksa

Kondisi ini membuat banyak perusahaan tambang membukukan penurunan kinerja dan tidak jarang membukukan kerugian. Imbasnya, kredit yang tidak dapat ditagih pun nilainya membengkak.

Pada bank kategori BUKU IV, kredit yang tidak dapat ditagih nilainya meningkat menjadi Rp2,61 triliun pada Februari 2016 dari sebelumnya Rp1,21 triliun pada Oktober 2015.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua