BeritaArrow iconBerita Ekonomi TerkiniArrow iconArtikel

EKSKLUSIF: Prospek 2016 di Mata Agus B. Yanuar, Dirut Samuel Aset Manajemen

Bareksa15 Januari 2016
Tags:
EKSKLUSIF:  Prospek 2016 di Mata Agus B. Yanuar, Dirut Samuel Aset Manajemen
Wawancara Bareksa bersama Agus B. Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen (Bareksa/Hanum K.Dewi)

Bareksa mengadakan wawancara eksklusif bersama Agus B. Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen

Bareksa.com - Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu program andalan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Setelah pertumbuhan ekonomi melambat pada 2015, tahun ini diharapkan keadaan akan semakin membaik.

Sementara itu, sebagai investor pasar modal, termasuk reksa dana, kita juga perlu mencermati beberapa faktor. Dalam wawancara yang disiarkan melalui Periscope bersama Bareksa pada 14 Januari 2016, Agus B. Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Manajemen, memberi penjelasan seputar infrastruktur dan investasi pada tahun ini. Berikut petikannya.

IHSG sepanjang 2015 merosot 12 persen. Apakah tahun ini diperkirakan pergerakan saham akan pulih?

Promo Terbaru di Bareksa

Pada awal 2015, hampir semua investor, analis, pelaku bisnis sangat optimistis terhadap pemerintahan baru. Akan tetapi ada beberapa hal agak luput, yaitu penguatan dolar terhadap mata uang dunia, termasuk rupiah dan penggabungan departemen seperti Kementerian Perumahan Rakyat dan Pekerjaan Umum yang merupakan andalan dari program pemerintah. Ada proses pemilihan pejabat direktur jendral, jadi mengalami perlambatan. Perlambatan itu tercermin dalam pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari ekspektasi pasar di atas 5 persen, yaitu 5,2 - 5,4 persen.

Jadi pada April saat ada pengumuman hanya 4,7 persen, pasar langsung merespons dengan menyesuaikan target-targetnya. Hal itu tercermin dengan penurunan indeks mulai April sampai dengan September. Kuartal pertama tahun lalu masih ada kenaikan indeks sekitar 6 persen. Tetapi indeks pada April sampai September turun. Jadi, sepanjang tahun minus sekitar 12 persen.

Pada awal 2016 ini, sudah hampir seluruh analis melakukan downgrade terhadap target mereka. Bila data ekonomi dan data emiten itu inline dengan ekspektasi, maka ada potensi pasar malah positif. Menurut kami, penurunan produk domestik bruto (GDP), pelemahan rupiah, perlambatan laba korporasi sudah tercermin dalam indeks. Secara valuasi indeks sudah pada level par value. Data domestik lebih banyak katalis positif, termasuk beberapa kebijakan pemerintah yang sudah dikeluarkan. Barangkali efeknya bisa pada kuartal dua ke depan. Kemudian rencana pemerintah keluarkan paket kebijakan lanjutan di perpajakan dalam bentuk tax amnesty, penurunan rate pajak korporasi, itu juga akan mendorong pertumbuhan.

Menurut kami, indeks bisa berpotensi naik antara 10 - 15 persen dari akhir tahun lalu. Meski kita harus berhati-hati dengan risiko global dan perlambatan ekonomi China karena mempengaruhi harga komoditas dan pelemahan harga minyak. Ekspor Indonesia sendiri 70 persen adalah komoditas yang harganya ditentukan oleh minyak bumi, maka ekspor kita cukup rendah dan ekspor nonmigas belum banyak.

Kemudian yang memengaruhi juga faktor geopolitik global dan domestik. Global mungkin terpengaruh ketegangan di Timur Tengah. Di indonesia, baru saja hari ini kita dengan segala keprihatinan melihat gangguan keamanan. Mungkin perlu kita cermati dengan hati-hati kejadian seperti ini. Kejadian temporer seperti ini investor sebaiknya menggunakan dasar fundamental. Jadi kalau horison investasi menengah panjang dan valuasi dirasa murah, barangkali bisa mulai akumulasi.

Jadi secara umum pada 2016 ini lebih positif dibanding tahun lalu. Berharap banyak dari program andalan pemerintah di infrastruktur yang sudah berjalan, paling tidak pada awal semester kedua program itu sudah mulai bisa dilaksanakan.

Apa yang perlu diperhatikan pada 2016 ini oleh investor reksa dana?

Pertama adalah rupiah. Setiap satu persen pelemahan rupiah akan memengaruhi laba perusahaan sekitar 0,5 persen. Mungkin sedikit kabar gembira sepanjang 2015 lalu rupiah melemah sekitar 10 persen, tetapi tahun ini diperkirakan tingkat depresiasi normalnya kembali. Maksudnya sebelum 2014, rupiah biasa melemah 3 - 5 persen terhadap dolar. Tahun ini rupiah diperkirakan melemah 3 - 5 persen, jadi kembali ke pergerakan normalnya. Kalau rupiah ini bisa lebih terukur depresiasinya, investor bisa mengukur risiko.

Selain rupiah, yang perlu diperhatikan juga adalah ekonomi China, karena ekonomi di global itu membaik. Eropa juga sudah meninggalkan kondisi terburuknya, Jepang flat. China yang mungkin ditunggu dunia, apakah China ini ada potensi membaik atau flat.

Sedikit catatan untuk ekonomi China. Di masa lalu kita terbiasa dengan ekonomi China tumbuh 7 - 8 persen. Tapi sekarang agak sulit untuk tumbuh di atas 7 persen. Dulu pertumbuhan 7 - 8 persen dari GDP china yang besarnya 5 triliun dolar, sekarang GDP China sudah 10 triliun dolar. Jadi misalnya tumbuh 6,5 persen saja, nominalnya jauh lebih tinggi dibandingkan 8 persen dari 5 triliun. Jadi pasti akan lebih baik, cuma mungkin investor terbiasa dengan persentase.

Bagaimana perlambatan China ini bisa mempengaruhi harga komoditas?

Perlambatan China itu membuat harga komoditas utama ekspor kita seperti batu bara, CPO, dan mineral turun. Apalagi ditambah turunnya minyak bumi. Kita sudah rasakan harga minyak 100 dolar per barel jadi tinggal 30 dolar per barel. Itu membuat kita yang mengekspor banyak komoditi sangat terpengaruh. Jadi pertumbuhan ekonomi dari ekspor tidak bisa diharapkan.

Satu-satunya yang bisa menggerakkan ekonomi adalah sektor pembelanjaan pemerintah, dalam hal ini infrastruktur yang menjadi andalan. Karena selain menggerakkan satu sektor pertumbuhan ekonomi, tapi infrastruktur juga bisa menyerap tenaga kerja, serapan dari negara naik dan menambah kemampuan masyarakat berbelanja. Efek turunannya juga cukup besar dari infrastruktur.

Beberapa negara lain yang bisa lepas dari krisis itu adalah mereka yang bisa menggenjot pertumbuhan infrastruktur. Sebagai contoh pada 1930, ada depresiasi besar di Amerika dan Eropa. Satu-satunya negara yang bisa lepas dari depresiasi itu adalah Jerman karena mereka membangun infrastruktur. China juga seperti itu menjelang olimpiade membangun infrastruktur. Kita mau tidak mau harus mulai karena tertinggal di sektor jalan darat, perhubungan, pelabuhan. Biaya logistik mahal karena infrastruktur yang kurang baik.

((pba))

Kebijakan Jokowi mau tender proyek pada awal tahun selesai. Apa pengaruhnya?

Sangat besar pengaruhnya. Tahun lalu anggaran infrastruktur hanya dibelanjakanan 70 persen dari anggaran Rp230 triliun. Tahun ini anggaran sekitar Rp315 triliun, jadi penyerapan bergantung kecepatan mulainya.

Kita bisa lihat banyak jalan yang terganggu karena pembangunan infrastruktur. Tiang pancang sudah disiapkan, jalan layang luar Jakarta dan dalam kota. Diharapkan semua selesai 2018. Itu akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi. Sebetulnya pengaruh belanja negara sekitar 20 persen terhadap ekonomi dan 80 persen oleh swasta. Tetapi swasta biasanya jalan bila pemerintah sudah mulai. Kepercayaan dari swasta mulai dari pemerintah, dipicu oleh pemerintah sehingga mendorong belanja ekspansi usaha.

Masyarakat, bahkan kelas menengah ke bawah pun sebetulnya bisa turut mengambil keuntungan atas derasnya belanja modal pemerintah ke sektor infrastruktur, yakni dengan membeli saham secara langsung atau melalui reksa dana.

Bisakah Anda memberi tips kepada para calon investor, agar bisa berinvestasi dengan benar?

Sebagai fund manager, kami mencari sektor usaha paling prospektif tahun ini. Bagi kami bobot terbesar di sektor infrastruktur dan sektor domestik lain. Bagi investor reksa dana, baik perorangan maupun institusi, yang membedakan asetnya adalah horisonnya. Kalau punya uang tahun ini dan akan dipakai tahun depan maka yang maksimal ditanamkan di pendapatan tetap. Jikalau ingin membeli aset di atas tiga tahun, berdasarkan pengalaman kami, reksa dana saham yang memberi potensi kenaikan besar.

Di manapun, aset class yang mengandung saham berpotensi naik lebih tinggi. Karena dana yang diinvestasikan oleh fund menager adalah saham yang prospektif, maka diharapkan bisa lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi.

Tahun ini sektor apa saja yang prospektif?

Tahun ini tema utama masih yang berorientasi di pasar domestik karena saya lihat ekspos terhadap komoditas masih besar. Kalau konsumsi, properti, perbankan, utilities seperti Telkom itu sektor prospektif, termasuk sektor konstruksi. Itu perusahaan konstruksi yang milik pemerintah mendapat proyek order pemerintah, beberapa konstruksi swasta juga diuntungkan.

Bisakah anda memberi gambaran potensi keuntungan investor reksa dana dari proyek pemerintah ini?

Dari kalkulasi kami, dari 2015 ke depan sektor ini bisa naik 30 - 40 persen. Akan tetapi tidak semua portofolio di satu sektor ini saja. Nanti kami bobotkan dalam portofolio. Secara konservatif, IHSG bisa tumbuh 10,3 persen, moderatnya 15 persen, kalau agresif bisa sampai 20 persen. Apalagi kalau ada perbaikan rupiah atau pemberian tax amnesty karena pasar modal terpengaruh pendapatan pemerintah. Kemudian, kalau tarif pajak dikurangi kita punya dana lebih banyak untuk ekspansi.

Jadi berapa level penguatan IHSG tahun ini?

Kalau konservatif 5.000, moderat 5.520, dan kalau optimis bisa 6.000.

Di Samuel Aset Manajemen berapa persen konstribusi infrastruktur?

Empat tahun sejak 2012 - 2015, kami termasuk paling besar di infrastruktur, sekitar 30 persen dari bobot portofolio. Tahun ini kami perhatikan beberapa risiko termasuk currency, tetapi bobot infrastruktur termasuk salah satu yang paling besar. Kami tetap menaruh di sektor perbankan sesuai dengan bobot IHSG. Konstruksi, properti masih overweight, jadi kami bobotkan konstruksi sekitar 20 persen. Kami berharap banyak dari sektor ini.

Seberapa optimis bapak, bahwa tahun ini pasar saham kita akan mulai pulih terutama karena infrastuktur?

Secara umum kami optimis tahun ini lebih baik dari tahun lalu tapi secara umum saya permanen optimis.

Untuk nasabah reksa dana, tahun ini bagaimana strateginya?

Itu bergantung kapan uang akan dipakai, dan tujuan investasi. Dari pengalaman mereka beli saat terkoreksi pada 1998, 2008, 2013. Kalau mereka pegang terus, potensi imbal hasil bagus. Kita beli bukan buat hari ini tapi untuk masa depan. Kalau saya beli untuk anak tujuan sekolahnya. Kalau reksa dana saham sepanjang uang dipakai tiga tahun depan pasti positif. Misalnya 2008 terkoreksi dalam. Kalau masuk pada 2007, koreksi 60 persen. Tapi kalau 3 tahun pasti positif. Begitu juga 1997 kalau setahun malah negatif tapi sekarang positif.

Reksa dana campuran kami yang diluncurkan pada 1997, rata rata (return) per tahun sampai hari ini 14 persen. Tentu ada tahun dia naik 60 persen atau minus jauh. Tapi rata-rata pertumbuhan jauh lebih besar dari inflasi bahkan mengalahkan currency dalam waktu sama. Karakteristik menarik dari reksa dana juga bisa dimulai dari investasi rendah, mulai Rp100 ribu, Rp500 ribu, pilihannya beragam. Bahkan, imbal hasil lebih tinggi dari aset lain bisa dimbil kapan saja, sebagai alternatif tabungan. Tabungan itu hanya untuk dana yang segera dipakai, kalau jangka panjang menengah di atas 3 tahun misalnya membeli aset bisa mulai dengan membeli reksa dana dengan imbal hasil yang baik.

Bisakah bapak memberi tips investasi agar mendapatkan return maksimal?

Pertama, kita harus membeli produk sesuai dengan horisonnya, beli secara berkala, sebulan, tiga bulan. jangan sampai pasar modal hanya dimanfaatkan investor luar negeri sementara kita hanya penonton. Di malaysia, Thailand sudah lebih dari 40 persen masyarakatnya punya reksa dana. Di indonesia kurang dari lima persen. Kalau mau lebih bersaing harus mulai memanfaatkan reksa dana yang punya karakterisitik terjangkau sangat mudah, diversifikasi risiko dan imbal hasil yang baik.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua