MARKET FLASH: SSIA Tawar 40% META; Sinar Mas Bangun 2 Pabrik Biodiesel
KRAS perkirakan penjualan baja turun; MYRX akuisisi dua perusahaan properti
KRAS perkirakan penjualan baja turun; MYRX akuisisi dua perusahaan properti
Bareksa.com - Berikut sejumlah berita korporasi dan pasar modal yang dirangkum dari surat kabar nasional:
PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA)
SSIA memastikan akan melakukan penawaran untuk pembelian sekitar 40 persen saham PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) pada bulan ini. Presiden Direktur SSIA Johannes Suriadjaja mengatakan perseroan berharap bisa menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan infrastruktur tersebut, melalui akuisisi yang akan dilakukan meski enggan menyebutkan nilainya. Dananya berasal dari partisipasi investor yang akan dibawa masuk oleh SSIA untuk ikut serta dalam akuisisi ini.
Promo Terbaru di Bareksa
Rumor yang beredar menyebutkan adanya penawaran senilai Rp3,8 triliun untuk pembelian 43,32 persen saham META. Saat ditanyakan tentang hal itu, Johannes menyatakan perseroan belum melakukan penawaran dan tidak mengetahui informasi tersebut. Lebih jauh, SSIA akan melakukan akusisi melalui PT Lintas Marga Sedaya (LMS), perusahaan patungan yang mengoperasikan tol Cikampek-Palimanan (Cipali). LMS sendiri merupakan perusahaan yang dibentuk oleh anak usaha SSIA, yakni PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), bersama Plus Expressways Berhad, Bukaka Group, dan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).
Sinar Mas Group
Sinar Mas siap mewujudkan rencananya untuk membangun pabrik biodiesel. Langkah ini dilakukan Sinar Mas untuk mendukung kebijakan pemerintah mengembangkan pabrik pengolahan bahan bakar nabati (BBN) atau biodiesel dari 10 persen menjadi 15 persen (B15). Saat ini, Sinar Mas tengah menggarap dua pabrik biofuel di Jakarta dan Kalimantan. Investasi untuk pembangunan satu pabrik biofuel sekitar US$ 30 - 40 juta. Total kapasitas kedua pabrik sekitar 800.000 ton per tahun dan akan ditingkatkan dalam beberapa tahun ke depan.
Franky Oesman Widjaja, Board Member of and Vice Chairman Sinar Mas mengungkapkan, konstruksi pembangunan pabrik pengolahan minyak sawit menjadi biodiesel sudah dimulai perusahaannya pada tahun ini. Targetnya, pada 2016, pabrik sudah bisa beroperasi. Menurut Franky, ke depan, Sinar Mas juga akan mengembangan pengolahan BBN jenis lainnya dan mempelajari kondisi pasarnya. Tapi, kata Franky, pada tahap awal investasi Sinar Mas untuk pembangunan pabrik pengolahan biofuel belum mencapai Rp1 triliun.
Utang BUMN
Pelemahan nilai tukar rupiah hingga 14,4 persen sejak awal tahun membebani lima badan usaha milik negara (BUMN) pemilik utang terbesar, terutama dalam valuta asing. Mata uang Garuda terus merosot 0,8 persen sejak awal September dan pada akhir pekan lalu turun 2 poin ke level Rp14.172/US$. Lima perusahaan pelat merah memiliki total utang US$31,59 miliar setara dengan Rp448,57 triliun per 30 Juni 2015. Total pinjaman itu turun tipis 3,29 persen dari akhir tahun lalu US$32,67 miliar. Kelima perusahaan pelat merah pemilik utang terbesar a.l. PT PLN, PT Pertamina , PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Pelabuhan Indonesia II, dan PT Garuda Indonesia Tbk.
Bank Indonesia merilis posisi utang luar negeri BUMN selama lima tahun terakhir terus meningkat. Paruh pertama tahun ini, total utang luar negeri BUMN naik 12,99 persen year on-year menjadi US$61,07 miliar dari US$54,05 miliar. BUMN non-bank menggenggam pinjaman tertinggi senilai US$28,39 miliar, tumbuh 12,66 persen dari periode yang sama pada tahun lalu US$25,2 miliar. Namun, pertumbuhan pinjaman tertinggi terjadi pada lembaga keuangan bukan bank sebesar 103,8 persen menjadi US$1,28 miliar dari sebelumnya US$334 juta.
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS)
KRAS memperkirakan volume penjualan baja turun menjadi 1,9 - 2 juta ton pada tahun ini dibandingkan dengan 2,3 juta ton pada 2014 karena rendahnya permintaan. Direktur Utama KRAS Sukandar mengatakan lemahnya permintaan baja tersebut telah terjadi pada semester I-2015. Kendati demikian, Sukandar mengharapkan penjualan baja pada paruh kedua tahun ini dapat terangkat berkat sejumlah program pemerintah seperti sinergi atau kerja sama antar BUMN serta proyek kelistrikan.
Sukandar memperkirakan pemulihan kondisi baja dapat terjadi dalam 1,5 - 3 tahun mendatang. Kondisi industri baja dianggap sedang lesu secara global karena terdapat kelebihan penawaran baja dari China dan India. Kelebihan penawaran itu mengakibatkan turunnya harga baja. Sukandar mengatakan pada tahun lalu harga baja slab mencapai US$480 per ton atau terus turun sejak beberapa tahun terakhir hingga sekarang sudah US$285 per ton.
PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA)
MDKA mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$2,98 juta sepanjang semester I-2015 atau meningkat 105,97 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya US$1,44 juta. Bertambahnya rugi disebabkan oleh masih nihilnya pendapatan perusahaan tambang itu dan kenaikan pos beban. Beban umum dan administrasi melonjak 53,91 persen secara year on year (yoy) dari US$1,51 juta menjadi US$2,32 juta. Beban keuangan juga meroket 502,77 persen dari US$257.730 ke posisi US$1,55 juta.
Perusahaan tambang emas dan tembaga yang terafiliasi dengan Grup Saratoga itu hingga kini belum berproduksi, meski dapat melakukan penawaran umum (IPO) karena didukung peraturan Bursa yang baru. Pada Juni 2015, perseroan menyatakan produksi ditargetkan dimulai pada kuartal IV-2016 sehingga penjualan dapat direalisasikan pada kuartal I-2017.
PT Hanson International Tbk (MYRX)
MYRX melalui anak usahanya PT Mandiri Mega Jaya, telah mengakuisisi dua perusahaan properti dengan total nilai mencapai hampir Rp540 miliar. Belum lama ini, Hanson telah mengakuisisi 53 persen saham PT Bintang Dwi Lestari (BDL) dengan nilai Rp423,99 miliar, dan 66% saham PT Purisakti Bangunpersada (PBP) senilai Rp115,5 miliar. Sekretaris Perusahaan MYRX Rony Agung Suseno mengatakan sebagian besar dana tersebut diperoleh dari hasil divestasi aset atas dua anak perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan.
Melalui akuisisi itu, perseroan telah menambah cadangan lahan yang terletak di Maja Raya dan Tigaraksa, Tangerang. Perseroan telah memulai pengembangan properti di dua lokasi tersebut saat ini. Emiten tersebut memiliki izin konsesi lahan seluas 2.400 hektare di Maja, dan 47 hektare di Serpong. Rony menghitung dengan akuisisi ini, perseroan telah menguasai 1.000 hektare lahan di Maja, dan 20 hektare di Tigaraksa
PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI)
TAXI berencana memperbesar kontribusi taksi Eagle menjadi 30 persen terhadap pendapatan perseroan dari kendaraan taksi. Saat ini, andil taksi berskema komisi itu hanya 20 persen berbanding 80 persen yang disumbang dari taksi Express berskema kemitraan. Direktur Keuangan TAXI David Santoso mengatakan rencana perseroan memperbanyak armada Eagle menjadi 2.000 dari 1.500 unit saat ini adalah bagian dari upaya memperbesar porsi pendapatan dari taksi komisi. Hal itu dilakukan untuk mendiversifikasi karena setiap model bisnis punya risiko tersendiri.
Express Group saat ini mengoperasikan lebih dari 11.000 unit taksi di seluruh Indonesia dengan wilayah pelayanan mencakup Jadetabek, Medan, Semarang, Surabaya, dan Padang. Taksi Eagle dikembangkan Express Group mulai 2014, menemani taksi reguler Express yang sudah dikembangkan jauh lebih dulu.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom)
Telkom terus berupaya memindahkan pengguna nomor Flexi ke nomor anak usaha Telkomsel, yakni nomor As Telkomsel. Tercatat, dari 3,5 juta pengguna Flexi, baru 1,4 juta pelanggan yang berimigrasi ke As. Namun, manajemen Telkom tidak bisa memastikan apakah angka migrasi itu bisa sepenuhnya terpenuhi hingga 3,5 juta. Sebab, bisa dipastikan dari nomor-nomor tersebut, ada yang sudah tidak dipakai lagi, bahkan kadaluwarsa. Telkom memang harus melakoni kebijakan tersebut lantaran sebentar lagi teknologi seluler code division multiple access (CDMA) harus beralih ke teknologi global system for mobile communication (GSM). Telkom berencana memakai frekuensi CDMA Flexi di 850 megaheartz (MHz) untuk teknologi GSM penunjang bisnis data.
PT Perdana Gapura Prima Tbk (GPRA)
GPRA sudah mulai menata rencana bisnis tahun depan. Manajemen perusahaan ini berencana membangun dua proyek properti terpadu sebagai upaya mengembangkan bisnis mereka. Rudy Margono, Presiden Direktur GPRA menceritakan, perseroan tengah mengkaji dua proyek tersebut dengan memperhitungkan kondisi ekonomi domestik dan akan meluncurkan dua superblok ini pada 2016.
Proyek properti terpadu pertama berlabel West Town Cengkareng di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Proyek tersebut akan dibangun di lahan seluas dua hektare (ha), terdiri dari gedung perkantoran setinggi 20 lantai. Lantas ada satu hotel bintang empat dengan daya tampung 200 unit kamar. Masih ada lagi dua menara hunian jangkung dengan kapasitas masing-masing menara sebanyak 400 unit. Jika proses perizinan pendirian bangunan berjalan mulus, Gapura Prima siap meluncurkan properti ini pada pertengahan tahun depan. Investasi proyek ini sekitar Rp 600 miliar.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,96 | 0,58% | 4,31% | 7,57% | 8,73% | 19,20% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.094,08 | 0,44% | 4,48% | 7,05% | 7,51% | 2,61% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,18 | 0,60% | 3,97% | 7,04% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,13 | 0,53% | 3,89% | 6,64% | 7,38% | 16,99% | 40,43% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.269,81 | 0,81% | 3,87% | 6,51% | 7,19% | 20,23% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.